Bahtsul Masail

Hukum Imbauan Mematikan Handphone di Masjid sebelum Shalat

Sen, 17 Oktober 2022 | 22:40 WIB

Hukum Imbauan Mematikan Handphone di Masjid sebelum Shalat

Hukum Imbauan Mematikan Handphone di Masjid sebelum Shalat

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Redaksi bahtsul masail NU Online, panggilan suara handphone (hp) kadang berdering di tengah shalat berjamaah. Panggilan suara yang mengganggu tersebut berbunyi karena pemilik handphone lupa menonaktifkan telepon genggamnya sebelum shalat. Bagaimana pandangan Islam mengenai hal ini? Mohon penjelasannya. Terima kasih. Wassalamu ‘alaikum wr. wb. (Musthafa/Bogor)


Jawaban

Assalamu ‘alaikum wr. wb.

Penanya yang budiman, semoga Allah selalu menurunkan rahmat-Nya untuk kita semua. Handphone bagi orang hari ini tidak dapat dilepaskan dari aktivitas apapun, termasuk aktivitas kita di dalam masjid atau rumah ibadah lainnya.


Handphone sebagai alat komunikasi yang dilengkapi alarm dan berbagai notifikasi lainnya dapat berbunyi sewaktu-waktu. Karena bunyi yang tidak dapat diprediksi, pengunjung sebaiknya mematikan, menonaktifkan, mengecilkan suara dengan mode silent, atau memasang mode pesawat pada handphone-nya.


Upaya ini dilakukan untuk tidak mengganggu pengunjung masjid lainnya terutama yang sedang melaksanakan aktivitas shalat di dalam masjid. Upaya ini biasanya diimbau secara lisan oleh imam shalat jamaah atau pengurus masjid pada hari Jumat atau secara secara isyarat gambar untuk menghindari panggilan dan suara notifikasi handphone yang tidak terduga.


قوله (فائدة) قال شيخنا أما المبالغة في الجهر بهما في المسجد بحيث يحصل تشويش على مصل فينبغي حرمتها


Artinya, “Guru kami berkata, ‘Teralu keras dalam keduanya (zikir dan doa) di masjid di mana dapat mengganggu orang yang melakukan shalat seharusnya diharamkan,’” (Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu‘in).


Suara panggilan handphone, alarm, atau notifikasi di masjid dapat mengganggu aktivitas ibadah pengunjung atau jamaah masjid. Bahkan, suara-suara itu juga dikhawatirkan mengganggu orang-orang yang sedang tidur di masjid.


لا يكره في المسجد الجهر بالذكر بأنواعه ، ومنه قراءة القرآن إلا إن شوّش على مصلّ أو أذى نائماً ، بل إن كثر التأذي حرم يمنع منه حينئذ


Artinya, “Zikir dan sejenisnya antara lain membaca Al-Quran dengan lantang di masjid tidak makruh kecuali jika menggangu konsentrasi orang yang sedang sembahyang atau mengusik orang yang sedang tidur. Tetapi jika bacaan Al-Quran dengan lantang itu lebih banyak mengganggu (menyakiti orang lain), maka saat itu bacaan Al-Quran dengan lantang mesti dihentikan,” (Lihat Sayyid Abdurrahman Ba’alawi, Bughyatul Mustarsyidin, [Beirut: Darul Fikr, 1994 M/1414 H], halaman 108).


Pandangan Sayyid Abdurrahman Ba’alawi ini didasarkan pada sebuah riwayat menceritakan bahwa Rasulullah yang sedang beritikaf menegur orang yang membaca Al-Quran dengan suara lantang sehingga ibadah itikafnya terganggu sebagaimana kami kutip berikut ini:


عن أبي سعيد قال اعتكف رسول الله صلى الله عليه وسلم في المسجد فسمعهم يجهرون بالقراءة فكشف الستر وقال ألا إن كلكم مناج ربه فلا يؤذين بعضكم بعضا ولا يرفع بعضكم على بعض في القراءة أو قال في الصلاة


Artinya, “Dari Abu Said, ia bercerita bahwa Rasulullah SAW melakukan itikaf di masjid. Di tengah itikaf ia mendengar mereka (jamaah) membaca Al-Quran dengan lantang. Rasulullah kemudian menyingkap tirai dan berkata, ‘Ketahuilah, setiap kamu bermunajat kepada Tuhan. Jangan sebagian kamu mengganggu sebagian yang lain. Jangan juga sebagian kamu meninggikan suara atas sebagian lainnya dalam membaca.’ Atau ia berkata, ‘dalam shalat,’” (HR Abu Dawud). Hadits riwayat Abu Dawud ini secara jelas mengangkat persoalan suara yang mengganggu.


Oleh karena itu, imbauan pengurus masjid sudah benar agar pengunjung atau jamaah masjid menonaktifkan, memasang mode pesawat atau mode silent agar suara panggilan, alarm, atau notifikasi lainnya sebelum shalat agar tidak mengganggu aktivitas ibadah jamaah lainnya.


Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.


Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,

Wassalamu ’alaikum wr. wb.


(Alhafiz Kurniawan)