Bahtsul Masail

Hukum Lem yang Menempel di Tangan Sebelum Wudhu

Rab, 6 September 2023 | 17:00 WIB

Hukum Lem yang Menempel di Tangan Sebelum Wudhu

Ilustrasi seseorang sedang berwudhu. (Foto: NU Online/Suwitno).

Assalamu’alaikum wr. wb
Misalkan bangun tidur, kemudian mandi, lalu wudhu dan shalat. Selesai shalat baru teringat ada bekas lem yang menempel, bagaimana hukum salatnya, ustadz? (Hamba Allah)

 

Jawaban

Wa’alaikumussalam wr. wb
Penanya yang budiman, sebagaimana yang kita ketahui bahwa wudhu merupakan syarat sahnya salat. Kewajiban wudhu ini sudah tertulis jelas di dalam Al-Quran:

 

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُؤُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ

 

Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai kedua mata kaki.” (QS Al-Ma’idah [5] ayat 6).

 

Selain ayat Al-Quran, hadis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang menyebutkan keharusan berwudhu sebelum melaksanakan salat, sebab wudhu menentukan sah atau tidaknya salat seseorang. Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 

لاَ تُقْبَلُ صَلاَةُ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: “Shalat salah seorang di antara kalian tidak akan diterima, ketika masih berhadats sampai dia berwudhu.” (Hadis riwayat Imam al-Bukhari)

 

Imam Syihabduddin al-Ramli dalam Fath al-Rahman syarh Zubad Ibn Ruslan, menyebutkan syarat-syarat sahnya wudhu ada lima:

 

“Pertama: air suci yang bersifat mutlak, yang kesuciannya diketahui oleh orang yang berwudhu; Karena tidak ada yang dapat mengangkat najis selain air suci. Kedua dan ketiga: orang yang berwudhu adalah seorang muslim yang berakal. Karena selain mereka, wudhunya tidak sah. Keempat: tidak adanya sesuatu yang menghalangi air suci ke kulit anggota tubuh yang wajib dibasuh. Kelima: berwudhu ketika masuknya waktu salat bagi orang yang selalu berhadas seperti perempuan yang sedang mengeluarkan darah istishadah atau selalu keluar mazi karena kesuciannya bersifat darurat, maka tidak ada keharusan berwudhu atau bersuci sebelum waktunya.” (Syekh Syihabuddin al-Ramli, Fath al-Rahman syarh Zubad Ibn Ruslan, [Beirut : Dar el-Minhaj, cetakan pertama, 2009], halaman 171).

 

Selain itu, Syekh Wahbah al-Zuhaili menyebutkan wudhu pun secara detail memiliki beberapa syarat lain yang disepakati jumhur ulama, di antaranya adalah:

 
  1. Air suci mengenai seluruh kulit yang wajib dibasuh tanpa terkecuali, bahkan, apabila ada bagian kulit yang tertutup walau sebesar lubang jarum, maka wudhunya tidak sah. Hal inilah yang menyebabkan wajibnya memutar-mutar cincin sempit yang dipakai seseorang, supaya airnya tetap mengalir.
  2. Menghilangkan sesuatu yang menghalangi aliran air ke kulit. Beberapa cairan yang terkadang menempel di kulit biasanya seperti lilin, minyak, cat, obat cair, dan cat kuku untuk wanita.
  3. Tidak adanya sesuatu yang menghalangi sahnya wudhu seperti keluarnya darah haid, darah nifas, dan sejenisnya
 

Apabila melihat beberapa syarat nomor 2, maka penting sekali mengecek kembali pada kulit kita apakah ada yang menghalangi aliran air kepada bagian-bagian tubuh yang dapat dibasuh. Sebab apabila terdapat sesuatu yang menghalangi aliran air, wudhu kita tidak sah. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa tidak semua cairan yang menempel di kulit kita itu menghalangi aliran air.

 

Syekh Wahbah al-Zuhaili menyebutkan:

 

أما الزيت ونحوه فلا يمنع نفوذ الماء للبشرة.

 

Artinya: “Adapun minyak tidak menghalangi kulit dari sentuhan air.” (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, juz 1, halaman 341).

 

Dalam kasus yang terjadi pada penanya, perlu diperiksa kembali apakah lem tersebut menghalangi aliran air atau tidak, sebab lem umumnya apabila menempel pada kulit akan membuat lapisan pada kulit sehingga air tidak dapat mengalir pada kulit, berbeda dengan tinta printer yang menempel pada kulit, tidak membuat lapisan pada kulit. Maka dari itu, sebelum berwudhu, lem yang menempel harus dibersihkan dengan sabun dan dibilas air supaya airnya dapat mengalir pada kulit.

 

Membilas lem ini tentunya sesuai dengan kadar kemampuan. Apabila sudah membersihkannya namun ternyata masih ada yang menempel setitik dua titik yang tidak begitu tampak dari penglihatan dan perabaan, maka hal tersebut di luar kuasa manusia. Apabila tidak ada usaha untuk membersihkannya, sedang lem tersebut menghalangi aliran air pada kulit dan dia menyadarinya, maka perlu kembali membersihkan dan mengambil wudhu, lalu salatnya pun diulangi. Wallahu a’lam

 

Ustadz Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences.