Bahtsul Masail

Hukum Makmum Bersuara Keras sampai Mengganggu Imam

Kam, 7 September 2023 | 19:00 WIB

Hukum Makmum Bersuara Keras sampai Mengganggu Imam

Ilustrasi shalat berjamaah. (Foto: NU Online/Suwitno)

Assalamu'alaikum wr. wb

Yth. Pengasuh Bahtsul Masail NU Online yang terhormat,  saya mau bertanya tentang hukum makmum bersuara keras selain dari membaca amin.

 

Saya sering menjadi imam di dalam sholat berjamaah, namun ada salah satu jamaah atau makmum yang bacaannya tiap shalat selalu terdengar oleh saya pribadi selaku imam dan sampai mengganggu. Tidak hanya baca doa iftitah atau membaca surat Al-Fatihah, membaca doa saat duduk iftirasy dan tasyahud pun masih terdengar dan mengganggu. Terus terang saya kesulitan untuk memberitahunya, karena ia lebih tua daripada saya. Terima kasih. Wassalamu'alaikum wr. wb. (Hamba Allah)

 

Jawaban

Wa'laikumussalam wr. wb. Penanya yang terhormat, pada dasarnya aturan suara bacaan bagi makmum dalam shalat jamaah adalah dengan suara lirih kecuali dalam 2 tempat, yaitu bacaan amin bersamaan dengan imam ketika selesai membaca surat Al-Fatihah; dan (2) bacaan amin ketika imam membaca doa qunut. Hal ini berdasarkan hadits berikut:

 

عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فَأَمِّنُوا فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِينُهُ تَأْمِينَ الْمَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ. (رواه مسلم)

 

Artinya, “Diriwayatkan dari Abu Hurairah ia berkata: “Sungguh Rasulullah saw bersabda: “Ketika Imam membaca amin maka kalian bacalah amin pula. Sebab sungguh orang yang bacaan aminnya berbarengan dengan imam maka akan terampuni dosanya yang telah lewat.” (HR Muslim).

 

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَنَتَ رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم شَهْرًا مُتَتَابِعًا فِى الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ وَصَلاَةِ الصُّبْحِ فِى دُبُرِ كُلِّ صَلاَةٍ إِذَا قَال: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ،  مِنَ الرَّكْعَةِ الآخِرَةِ يَدْعُو عَلَى أَحْيَاءٍ مِنْ بَنِى سُلَيْمٍ عَلَى رِعْلٍ وَذَكْوَانَ وَعُصَيَّةَ وَيُؤَمِّنُ مَنْ خَلْفَهُ. (رواه أبو داود)

 

Artinya, “Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, ia berkata: “Rasulullah saw telah membaca doa qunut selama sebulan berturut-turut dalam shalat Zuhur, Asar, Magrib, Isya dan subuh di akhir setiap shalat, yaitu ketika ia usai mengucapkan sami'llahu liman hamidah, para rakaat terakhir dimana Rasulullah saw mendoakan kerugian bagi beberapa kabilah dari bani Sulaim, yaitu kabilah Ri'lin, Dzakwan dan 'Ushaiyyah, dan para makmum mengamini di belakangnya.” (HR Abu Dawud).

 

Hadits pertama menjadi dalil kesunnahan makmum membaca keras amin bersamaan dengan imam seusai bacaan surat Al-Fatihah oleh Imam, dan hadits kedua menjadi dalil kesunahan makmum membaca amin atas bacaan doa qunut Imam. (Sayyid Al-Bakri, I'anatut Thalibin, juz I, halaman 147 dan 161).

 

Selain dalam dua bacaan ini—(1) bacaan amin bersamaan dengan imam ketika selesai membaca surat Al-Fatihah; dan (2) bacaan amin ketika imam membaca doa qunut—maka makmum makruh mengeraskan bacaannya.

 

Hal ini seperti ketika dahulu para sahabat yang bermakmum kepada Nabi saw, tapi justru ada makmum yang membaca surat secara keras di belakangnya, lalu diperingatkan olehnya:

 

عَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم صَلَّى الظُّهْرَ فَجَعَلَ رَجُلٌ يَقْرَأُ خَلْفَهُ بِسَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى. فَلَمَّا انْصَرَفَ قَال: أَيُّكُمْ قَرَأَ؟ أَوْ أَيُّكُمُ الْقَارِئُ؟ فَقَالَ رَجُلٌ: أَنَا. فَقَالَ:  قَدْ ظَنَنْتُ أَنَّ بَعْضَكُمْ خَالَجَنِيهَا. (رواه مسلم)

 

Artinya, “Diriwayatkan dari Imran bin Husain, sungguh Rasulullah saw shalat Zuhur, lalu ada seorang lelaki membaca surat sabbihisma rabbikal a'la di belakangnya. Lalu ketika Rasulullah saw selesai shalat, ia bertanya: “Siapa yang membaca?” atau “Siapa si pembaca tadi?” Lalu seorang lelaki menjawab: “Aku”. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Sungguh aku menduga bahwa sebagian dari kalian, yakni bacaan suratnya itu telah menentangku.” (HR Muslim).

 

Dalam menjelaskan maksud hadits Imam An-Nawawi menyatakan, maksudnya adalah Nabi mengingkari cara baca makmum yang keras itu, bukan mengingkari bacaaannya. (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim, juz IV, halaman 109).

 

Dalam kitab Al-Majmu' Imam An-Nawawi menerangkan bahwa hukum makmum membaca secara keras adalah makruh. (An-Nawawi, Al-Majmu' Syarhul Muhaddzab, juz III, halaman 390).

 

Nah, lalu bagaimana bila kerasnya bacaan makmum sampai mengganggu imam seperti dalam pertanyaan?

 

Dalam hal ini maka dilihat: (1) apabila bacaan keras makmum tersebut menimbulkan gangguan yang berat atau telah nyata-nyata mengganggu orang lain, maka hukumnya haram; dan sebaliknya (2) apabila hanya menimbulkan gangguan ringan atau tidak nyata-nyata menggangu orang lain, maka hukumnya makruh, tidak sampai haram.

 

Syekh Abdul Hamid As-Syirwani menjelaskan:

 

قال ويحرم على كل أحد الجهر في الصلاة وخارجها إن شوش على غيره من نحو مصل أو قارىء أو نائم للضرر ويرجع لقول المتشوش ولو فاسقا لأنه لا يعرف إلا منه اه. وما ذكره من الحرمة ظاهر لكن ينافيه كلام المجموع وغيره فإنه كالصريح في عدمها إلا أن يجمع بحمله على ما إذا خف التشويش اه شرح المختصر للشارح اه بصري. ويأتي عن شيخنا جمع آخر ...  ويحرم الجهر عند من يتأذى به واعتمد بعضهم أنه يكره فقط ولعله محمول على ما إذا لم يتحقق التأذي

 

Artinya, "Ibnul Imad berkata: 'Dan haram bagi setiap orang untuk bersuara keras di dalam dan di luar shalat bila mengganggu orang lain seperti mengganggu orang shalat, orang yang sedang membaca Al-Quran, atau orang yang sedang tidur, karena mengganggunya. Dan dalam hal mengganggu atau tidaknya dikembalikan kepada orang yang terganggu, meskipun ia adalah orang fasik. Karena hal itu tidak dapat diketahui kecuali darinya. Demikian kata Ibnul Imad.

 

Hukum haram yang disebut Ibnul Imad ini telah jelas, tapi bertentangan dengan pendapat kitab Al-Majmu' dan selainnya yang seolah-oleh terang-terangan tidak mengharamkannya. Kecuali bila pendapat yang tidak mengharamkannya itu dipahami dalam konteks yang ada hanyalah gangguan ringan. Demikian dalam kitab Al-Mukhtashar lis Syarih. Demikian kata Syekh Bashri. Dari guruku Syekh Bashri juga akan ada pemahaman yang kompromis lagi selain ini …

 

Dan haram membaca dengan suara keras di dalam shalat di sisi orang yang terganggu dengannya. Sebagian ulama berpendapat hal itu hukumnya hanya makruh. Namun semestinya konteks pendapat ini adalah ketika tidak terbukti mengganggu.” (Abdul Hamid As-Syirwani, Hawasyis Syirwani, juz II halaman 57).

 

Bila dipahami secara teliti, dari referensi di atas maka ada dua hal yang membuat bacaan keras makmum sebagaimana dalam soal menjadi haram, yaitu (1) bacaan keras makmum menimbulkan gangguan yang berat atau tidak ringan, atau (2) nyata-nyata mengganggu orang lain meskipun tidak keras. Wallahu a'lam.

 

Demikianlah hukum makmum mengeraskan suara dalam shalat menurut mazhab Syafi’i.

 

Namun demikian, meski hukumnya haram karena terlalu keras atau nyata-nyata mengganggu, sudah sangat tepat sikap penanya yang berhati-hati untuk menyampaikannya kepada yang bersangkutan secara khusus, atau kepada para makmum lain secara umum. Saran kami, hal ini dapat dikomunikasikan secara baik-baik dengan tetap menjaga akhkul karimah. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online