Ilmu Hadits

Kajian Hadits Larangan Mengikat Rambut Saat Shalat

Jum, 21 Juli 2023 | 09:00 WIB

Kajian Hadits Larangan Mengikat Rambut Saat Shalat

Ilustrasi: shalat - masjid al-munawarah (NU Online)

Shalat adalah kewajiban pokok bagi seorang muslim. Tidak ada tawar-menawar dalam hal yang satu ini. Selagi nafas masih berhembus, dan akal masih berjalan, shalat tetap wajib dilaksanakan, meski dengan tatacara yang berbeda-beda sesuai keadaan. Maka, kewajiban yang satu ini perlu diperhatikan, kita harus tahu mana syarat, rukun, dan larangannya.
 

Berbicara mengenai syarat dan larangan dalam shalat, ada sebuah hadits yang sering menjadi pertanyaan banyak orang. Hadits tersebut adalah: 
 

ﺃﻣﺮﺕ ﺃﻥ ﺃﺳﺠﺪ ﻋﻠﻰ ﺳﺒﻌﺔ، ﻻ ﺃﻛﻒ ﺷﻌﺮا ﻭﻻ ﺛﻮﺑﺎ
 

"Aku diperintah untuk sujud dengan menempelkan tujuh bagian, tidak mengumpulkan (mengikat jadi satu) rambut, juga pakaian."
 

Hadits di atas diriwayatkan oleh banyak ulama dengan redaksi yang berbeda-beda. Setidaknya lima (5) kitab induk hadits mencantumkan hadits tersebut, yaitu Shahih Al-Bukhari, Shahih Muslim, Sunan An-Nasa'i, Sunan Abi Dawud, dan Sunan At-Tirmidzi. Dalam hadits tersebut memang terdapat larangan mengikat rambut. Namun bagaimana hukumnya? Apa maksud larangan tersebut? dan bagi siapa larangan tersebut ditujukan? Tiga hal ini yang perlu diperhatikan.
 

Maksud Larangan

Maksud dari mengumpulkan rambut adalah mengikatnya dan memusatkannya pada bagian kepala tertentu, umumnya di tengah atau belakang kepala. Dengan diikat, sehingga ketika sujud rambut tersebut tidak menyentuh lantai. Hikmah dari larangan ini adalah agar tidak menyerupai tingkah laku orang yang sombong. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari mengatakan:
 

والحكمة في ذلك أنه إذا رفع ثوبه وشعره عن مباشرة الأرض أشبه المتكبر

 

Artinya: "Hikmah dari larangan ini adalah, ketika seseorang mengangkat pakaian dan rambutnya dari menyentuh tanah, maka ia menyerupai tingkah laku orang yang sombong"
(Ibn Hajar, Fathul Bari [Beirut: Darul Ma'rifah, 1960], juz 2, halaman 296).
 

Menurut Ad-Dawudi dan Imam Malik, larangan ini berlaku bagi orang yang sengaja mengikat rambutnya ketika hendak shalat. Namun menurut mayoritas ulama—sebagaimana penuturan Al-Qadhi 'Iyadh—larangan ini berlaku secara umum, baik mengikat rambut karena hendak shalat, atau sebelum hendak melaksanakan shalat rambutnya sudah terikat karena alasan lain. Seperti orang yang berambut panjang dan kebiasaan sehari-harinya memang mengikat rambutnya. Semuanya masuk dalam larangan hadits di atas. (Ibnu Rajab, Fathul Bari [Madinah: Maktabatul Ghuraba' Al-Atsariyyah, 1996], juz 7, halaman 270; dan Badruddin Al-'Aini, 'Umdatul Qari [Beirut: Dar Ihya'it Turatsil 'Araby], juz 6, halaman 91). 
 

 

Hukum Mengikat Rambut Saat Shalat

Tentu sudah maklum bahwa dalam syariat, ada dua macam larangan. Yaitu larangan yang bersifat wajib, dan yang bersifat anjuran. Lalu, masuk kategori mana larangan dalam hadits di atas? An-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim mengatakan:
 

اتفق العلماء على النهي عن الصلاة وثوبه مشمر أو كمه أو نحوه أو رأسه معقوص أو مردود شعره تحت عماماته أو نحو ذلك فكل هذا منهي عنه باتفاق العلماء وهو كراهة تنزيه
 

Artinya: "Ulama sepakat atas larangan melaksanakan shalat dalam keadaan bajunya dilipat, atau lengannya, atau semisalnya. Atau rambut kepalanya diikat, atau ditutupi di bawah imamah. Semua itu hukumnya makruh tanzih." (An-Nawawi, Syarh Shahih Muslim [Beirut: Dar Ihya'it Turatsil 'Araby, 1972], juz 4, halaman 209).
 

Dari keterangan di atas dapat kita simpulkan bahwa larangan ini bersifat anjuran, secara fikih hukumnya makruh, bukan termasuk perkara yang membatalkan shalat. Sehingga ketika dilanggar pun tidak mempengaruhi keabsahan shalat.
 

Objek Larangan

Hal selanjutnya yang perlu diperhatikan dalam memahami hadits di atas adalah objek larangannya. Dalam arti pada siapa larangan tersebut ditujukan. Al-Munawi dalam Faidhul Qadir mengutip komentar Zainuddin Al-'Iraqi: 
 

ﻗﺎﻝ اﻟﻌﺮاﻗﻲ: ﻭاﻟﻨﻬﻲ ﺧﺎﺹ ﺑﺎﻟﺮﺟﻞ ﺩﻭﻥ اﻟﻤﺮﺃﺓ ﻷﻥ ﺷﻌﺮﻫﺎ ﻋﻮﺭﺓ ﻳﺠﺐ ﺳﺘﺮﻩ ﻓﻲ اﻟﺼﻼﺓ ﻓﺈﺫا ﻧﻘﻀﺘﻪ ﻻ ﻳﺴﺘﺮ ﻭﻳﺘﻌﺬﺭ ﺳﺘﺮﻩ ﻓﺘﺒﻄﻞ ﺻﻼﺗﻬﺎ
 

Artinya: "Larangan ini khusus bagi laki-laki, tidak berlaku bagi perempuan. Karena rambut perempuan adalah aurat yang wajib ditutupi ketika shalat. Jika dilepas ikatannya, maka rambutnya tidak dapat ditutupi, sehingga shalatnya batal." (Abdurra'uf Al-Munawi, Faidhul Qadir [Mesir: Al-Maktabatut Tijariyyah Al-Kubra, 1937], juz 6, halaman 348).
 

 

Simpulan

Dapat disimpulkan bahwa bagi wanita, tidak ada larangan mengikat rambut sama sekali dalam shalat. Bahkan bisa menjadi hal wajib, andaikan ketika tidak diikat, rambut akan terurai dan terlihat, sehingga menyebabkan batalnya shalat. Sedangkan bagi laki-laki yang berambut panjang, sunnah untuk mengurai rambutnya ketika shalat dan membiarkannya menyentuh lantai, namun tidak boleh menutupi seluruh keningnya, karena menempelkan sebagian kening dengan tempat sujud adalah hal yang wajib. Wallahu a’lam. 

 


Ustadz Rif'an Haqiqi, Pengajar di Pondok Pesantren Ash-Shiddiqiyyah Berjan Purworejo