Hikmah

Hikmah Dibalik Pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Idris saat Isra' Mi'raj

Selasa, 28 Januari 2025 | 15:00 WIB

Hikmah Dibalik Pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Idris saat Isra' Mi'raj

Ilustrasi kaligrafi Muhammad. Sumber: Canva/NU Online.

Isra' Mi'raj adalah salah satu mukjizat terbesar Nabi Muhammad. Peristiwa luar biasa ini terjadi sekitar satu setengah tahun sebelum beliau hijrah ke Madinah, saat usia beliau 52 tahun, 8 bulan, dan 13 hari. Menurut pendapat yang kuat (mu'tamad), Isra Mi'raj terjadi dalam satu malam, di mana Nabi mengalami perjalanan ini dalam keadaan sadar, dengan ruh dan jasad secara bersamaan.


Dalam peristiwa besar ini, Nabi Muhammad dan umatnya menerima perintah melaksanakan shalat lima waktu sehari semalam. Selain itu, dalam perjalanan menuju Sidratul Muntaha, Nabi bertemu dengan beberapa nabi terdahulu, termasuk dua nabi yang diyakini umat Islam masih hidup hingga hari ini, yaitu Nabi Isa dan Nabi Idris. Dalam tulisan ini akan berfokus kepada nabi Idris AS.


Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Idris di langit kelima, sebagaimana disebutkan dalam Maulid al-Barzanji:


وَفِي الرَّابِعَةِ إِدْرِيسَ الَّذِي رَفَعَ اللَّهُ مَكَانَهُ وَأَعْلَاهُ


Artinya, "Di langit yang keempat beliau bertemu Idris, yang kedudukannya diangkat dan ditinggikan oleh Allah."

 

Pertemuannya dengan Nabi Idris ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan Imam Malik dari Sha'sha'ah, dan diriwayatkan juga oleh Imam Muslim. Nabi Bersabda: 


لَمَّا عُرِجَ بِي إِلَى السَّمَاءِ أَتَيْتُ عَلَى إِدْرِيسَ فِي السَّمَاءِ الرَّابِعَةِ


Artinya, "Ketika aku di-Mi'raj-kan, aku bertemu dengan Nabi Idris di langit keempat."


Menurut Syekh Nawawi Banten dalam Madarijus Shu'ud halaman 41, Nabi Idris adalah cucu Nabi Syits dan salah satu putra Nabi Nuh. Nama "Idris" merupakan laqab (gelar), sedangkan nama aslinya adalah Akhnukh. Gelar "Idris" diberikan karena beliau gemar dan banyak mempelajari kitab Allah.


Nabi Idris juga merupakan pelopor dalam beberapa hal penting: beliau adalah orang pertama yang menggunakan pedang, mengenakan pakaian berjahit, dan menulis dengan pena.


Menarik untuk diketahui sebab Nabi Idris masih hidup hingga hari ini dan diangkat ke langit. Syekh Nawawi Banten dalam Syarah al-Barjanji-nya, Madarijusا Shu'ud menyebutkan dua riwayat tentang diangkatnya Nabi Idris ke langit. 


Pertama riwayat Ka'ab al-Ahbar, "Suatu hari, Nabi Idris berjalan untuk suatu keperluan, lalu ia merasakan panas teriknya matahari. Ia pun berkata, ‘Wahai Tuhanku, aku hanya berjalan sehari dan sudah merasakan panasnya, maka bagaimana dengan malaikat yang memikul matahari selama lima ratus tahun dalam sehari? Ya Allah, ringankanlah bebannya dari beratnya matahari.’ Maksudnya adalah malaikat yang ditugaskan mengatur matahari. Nabi Idris berdoa, ‘Ya Allah, ringankanlah bebannya dari beratnya matahari dan lindungilah dia dari panasnya.’


Ketika pagi tiba, malaikat yang mengatur matahari merasa ada keringanan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Maka ia berkata, ‘Wahai Tuhanku, Engkau menciptakanku untuk memikul matahari, maka apa yang telah Engkau putuskan terkait hal ini?’ Allah berfirman, ‘Hamba-Ku, Idris, telah memohon kepada-Ku agar Aku meringankan bebanmu dari beratnya matahari dan panasnya, maka Aku kabulkan permohonannya.’


Malaikat itu kemudian berkata, ‘Ya Allah, pertemukanlah aku dengan Idris dan jadikanlah antara aku dan dia hubungan yang dekat.’ Maka Allah mengizinkan malaikat itu mendatangkan Nabi Idris."


Kedua, riwayat Wahb bin Munabbih, "Setiap hari pahala ibadah Nabi Idris diangkat, pahala ibadahnya setara dengan seluruh amal ibadah penduduk bumi pada zamannya. Maka para malaikat pun kagum kepadanya, dan Malaikat Maut pun merindukannya. Ia lalu meminta izin kepada Allah untuk mengunjungi nabi Idris, dan Allah mengizinkannya. Maka ia mendatanginya dalam bentuk manusia.


Saat itu, Nabi Idris selalu berpuasa di siang hari. Ketika tiba waktu berbuka, Nabi Idris mengajaknya makan, tetapi ia menolak. Hal itu berulang selama tiga malam, hingga Nabi Idris merasa heran dan bertanya kepadanya, ‘Siapa engkau?’ Ia menjawab, ‘Aku adalah Malaikat Maut. Aku meminta izin kepada Tuhanku untuk menemuimu, dan Dia mengizinkan aku.’ Idris berkata, ‘Aku memiliki permintaan kepadamu.’ Malaikat Maut menjawab, ‘Apa itu?’ Idris berkata, ‘Cabutlah nyawaku.’ Maka Allah mewahyukan kepada Malaikat Maut agar mencabut nyawanya. Setelah nyawanya dicabut, Allah mengembalikan ruhnya lagi setelah beberapa saat.


Kemudian Malaikat Maut bertanya, ‘Apa manfaat dari permintaanmu untuk mencabut nyawamu?’ Idris menjawab, ‘Agar aku bisa merasakan kerasnya sakaratul maut, sehingga aku dapat lebih mempersiapkan diri untuknya.’


Beberapa saat kemudian, Idris berkata lagi, ‘Aku memiliki permintaan lain.’ Malaikat Maut bertanya, ‘Apa itu?’ Idris menjawab, ‘Bawalah aku ke langit, agar aku dapat melihat surga dan neraka.’ Maka Allah mengizinkan Malaikat Maut membawanya ke langit. Nabi Idris pun melihat neraka hingga ia pingsan. Setelah sadar, ia berkata, ‘Tunjukkan padaku surga.’ Malaikat Maut pun memasukkannya ke surga.


Setelah itu, Malaikat Maut berkata kepadanya, ‘Keluarlah, agar engkau kembali ke tempatmu.’ Namun Idris memegang sebuah pohon di surga dan berkata, ‘Aku tidak akan keluar dari surga.’ Maka Allah mengutus seorang malaikat lain untuk menjadi penengah. Malaikat itu bertanya kepada Idris, ‘Mengapa engkau tidak mau keluar?’ Idris menjawab, ‘Karena Allah telah berfirman: “Setiap jiwa pasti akan merasakan kematian” (QS. Ali Imran: 185), dan aku sudah merasakannya. Allah juga berfirman: “Tidak ada seorang pun dari kalian, melainkan akan mendatangi neraka” (QS. Maryam: 71), dan aku sudah mendatanginya. Allah juga berfirman: “Mereka tidak akan dikeluarkan dari surga” (QS. Al-Hijr: 48). Maka aku tidak akan keluar?’


Allah pun berfirman kepada Malaikat Maut, 'Hambaku Idris telah mendebatmu dan menolak dengan hujjah yang kuat, maka tinggalkanlah dia, dengan izin-Ku dia masuk surga dan dengan izin-Ku dia keluar.’"

 

Kisah di atas menegaskan bahwa Nabi Idris berada di Surga. Lantas, bagaimana penjelasannya bahwa Nabi Muhammad bertemu dengan Nabi Idris di langit keempat? Untuk menjelaskan hal ini, Syekh Nawawi Banten menjelaskan bahwa memungkinkan saat kabar kedatangan Nabi Muhammad sampai kepada Nabi Idris, beliau keluar dari Surga dan turun ke langit keempat untuk bertemu dengan Nabi Muhammad, memberikan penghormatan dan mengekspresikan kerinduannya kepada Nabi Muhammad.


Hikmah pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Idris di langit keempat: 


وحكمة رؤيته لادريس في السماء الرابعة الاشارة الى حالة وقعت لنبينا في السنة الرابعة تشبه حالة ادر پس وهي أنه لما قوى الاسلام وانتشر كتب للملوك يدعوهم للاسلام واتخذ الخاتم أي كتب عنه الى ملوك الآفاق وخافته الملوك فمنهم من تبعه كالنجاشي وملك عمان ومنهم من هادنه وأهدى اليه كهرقل والمقوقس ومنهم من عصى عليه فأظفره الله به ككسرى وهذه كحالة ادريس فانه كتب الى ملوك زمنه يدعوهم إلى التوحيد و قاتل بنى قابيل ونحوهم


Artinya, "Hikmah pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Idris di langit keempat adalah sebagai isyarat pada kejadian yang terjadi pada Nabi kita, Muhammad di tahun keempat Hijriyah, yang menyerupai keadaan Nabi Idris. Pada tahun tersebut, ketika Islam telah menguat dan menyebar luas, Nabi Muhammad ﷺ menulis surat kepada para raja, mengajak mereka kepada Islam. Beliau pun membuat cincin sebagai stempel untuk surat-suratnya kepada para penguasa di berbagai negeri. Beberapa raja tunduk kepadanya, seperti Najasyi dan Raja Oman. Ada pula yang berdamai dan mengirim hadiah, seperti Heraklius dan Muqawqis. Namun, ada juga yang menentang, seperti Kisra, dan akhirnya Allah memenangkan Nabi atas mereka. Keadaan ini mirip dengan Nabi Idris, yang juga menulis kepada para raja di zamannya, mengajak mereka kepada tauhid, serta memerangi kaum Bani Qabil dan golongan sejenisnya."(Syekh Nawawi Banten, Madarijush Shu'ud, [Surabaya, al-Haramain: t.t] halaman 40 -41). 

 

Peristiwa Isra' Mi'raj merupakan salah satu mukjizat besar yang sarat dengan pelajaran spiritual dan sejarah, termasuk pertemuan Nabi Muhammad dengan Nabi Idris di langit keempat. Kisah ini tidak hanya menyoroti kemuliaan Nabi Muhammad tetapi juga memberikan hikmah mendalam tentang perjuangan dakwah, keteguhan iman, dan keagungan hubungan para nabi. 


Melalui pertemuan ini, umat Islam diajak untuk memahami pentingnya ketaatan kepada Allah, kesabaran dalam menjalankan amanah, dan keyakinan bahwa setiap ujian mengandung hikmah yang besar. Wallahu a'lam.

 

Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo