Dalam kitab Tarรฎkh al-Islรขm wa Wafayรขt al-Masyรขhรฎr wa al-Aโlรขm, Imam Abu Abdullah al-Dzahabi memasukkan kisah Imam ats-Tsauri yang ditampar seseorang. Berikut kisahnya:
ููููุงูู ุตูุงููุญู ุจููู ุฃูุญูู
ูุฏู ุจููู ุนูุจูุฏู ุงูููููู ุงููุนูุฌููููููุ ุญูุฏููุซูููู ุฃูุจูู ููุงูู: ุฃูุฌููุฑู ุณูููููุงูู ููููุณููู ู
ููู ุฌูู
ููุงูู ุฅูููู ู
ููููุฉูุ ููุฃูู
ูุฑูููู ุฃููู ููุนูู
ููู ููู
ุฎุจุฒุฉ ููู
ุชุฌูุก ุฌููููุฏูุฉูุ ููุถูุฑูุจููู ุงููุฌูู
ููุงููุ ููููู
ููุง ููุฏูู
ููุง ู
ููููุฉู ุฏูุฎููู ุงููุฌูู
ููุงููุ ููุฑูุฃูู ุงููููุงุณู ุญููููู ุณูููููุงููุ ููุณูุฃููู ููููุงูููุง: ููุฐูุง ุณูููููุงูู ุงูุซููููุฑููููุ ููููู
ููุง ุงููููุถูู ุงููููุงุณูุ ุชูููุฏููู
ู ุงููุฌูู
ููุงูู ุฅูููู ุณูููููุงูู ููุงุนูุชูุฐูุฑูุ ููููุงูู: ู
ููู ููููุณูุฏู ุทุนุงู
ุงูููุงุณ ูุตุจู ุฃูุซุฑ ู
ู ุฐูู.
Shalih bin Ahmad bin Abdillah al-โIjliy berkata: โayahku bercerita kepadaku, ia berkata: โSufyan (ats-Tsauri) menyewa penuntun unta (ketika hendak pergi) ke Makkah. (Di perjalanan) penuntun unta tersebut menyuruhnya mencari roti (untuk dimakan), (setelah mencari-cari, Sufyan ats-Tsauri) tidak menemukan roti (makanan) yang baik, kemudian penuntun unta tersebut menamparnya.
Sesampainya di Makkah, si penuntun unta memasuki (masjid), ia melihat banyak orang mengelilingi Sufyan, kemudian ia bertanya (kepada mereka). Mereka menjawab: โBeliau adalah Sufyan ats-Tsauri.โ Ketika orang-orang tersebut bubar, penuntun unta itu menghadap Sufyan ats-Tsauri dan meminta maaf. Lalu Sufyan ats-Tsauri berkata: โBarangsiapa yang merusak (hidangan) makan orang lain (seperti yang aku lakukan kepadamu), ia akan tertimpa (keburukan) yang lebih besar.โ (Imam Abu Abdullah al-Dzahabi, Tarรฎkh al-Islรขm wa Wafayรขt al-Masyรขhรฎr wa al-Aโlรขm, Beirut: Darul Kutub al-Ilmiyyah, 2006, juz 4, h. 401-402)
****
Membicarakan para salafus shalih tidak akan ada habisnya. Hikmah yang mereka pancarkan, entah disengaja atau tidak, seumpama lautan yang tak pernah kering. Keteladanan bagi mereka seperti hidangan yang tersaji begitu gampang, dan begitu sukar bagi kita. Setiap kali kita membaca kisah-kisah mereka, bibir ini tak kuasa menahan โohโ yang keluar begitu saja. Kisah-kisah mereka membuat kita takjub sekaligus malu. Takjub karena cara berperilaku mereka yang kadang tidak terpikirkan oleh manusia pada umumnya. Malu karena di waktu yang sama menguliti kebebalan kita sebagai manusia.ย
Imam Sufyan ats-Tsauri (97-161 H) adalah seorang ahli fiqih, muhaddits, mufassir, dan mujtahid yang mendirikan Mazhab Tsauri. Ia banyak meriwayatkan hadits dan memiliki banyak murid, seperti Abdullah bin Mubarak (118-181 H), Abdurrazaq al-Shanโani (126-211 H), Sufyan bin โUyainah (107-198 H) dan lain sebagainya. Kedudukannya di kalangan ulama sangat tinggi, baik yang sezaman dengannya maupun yang tidak. Hampir semuanya memuji kualitas intelektual dan kesalehannya. Imam Yahya bin Said al-Qattan (w. 198 H) mengatakan: โSufyรขn ats-Tsauri fauq Mรขlik fรฎ kulli syaiโinโSufyan ats-Tsauri berada di atas Malik (bin Anas) di segala hal.โ (Imam al-Dzahabi, Siyar Aโlรขm al-Nubalรขโ, Beirut: Muassassah al-Risalah, 2001, juz 7, h. 247). Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan: โal-imรขm Sufyรขn ats-Tsauri lรข yataqaddamuhu ahadun fรฎ qalbรฎโImam Sufyan al-Tsauri, tidak ada seorang pun yang (kedudukannya) mendahuluinya di hatiku.โ (Imam al-Dzahabi, Siyar Aโlรขm al-Nubalรขโ, juz 7, h. 241). Dan masih banyak pujian ulama kepadanya.
Dalam kisah di atas, Imam Sufyan ats-Tsauri mengakrabkan kita pada keteladanan yang mudah dicerna; keteladanan yang sederhana tapi tak terlintas pikiran kita. Ia mempersembahkan dirinya sebagaimana yang dipelajarinya. Citra dirinya adalah pengetahuannya. Sebagai pembelajar, ia belajar hingga nafas meninggalkannya. Berpindah dari satu guru ke guru lainnya; mendengar dari satu syekh ke syekh lainnya. Jumlah gurunya sangat banyak. Menurut pendapat yang masyhur lebih dari enam ratus syekh. Imam al-Dzahabi menulis:
ุฅู ุนุฏุฏ ุดููุฎู ุณุช ู
ุงุฆุฉ ุดูุฎุ ููุจุงุฑูู
ุงูุฐูู ุญุฏุซูู ุนู ุฃุจู ูุฑูุฑุฉุ ูุฌุฑูุฑ ุจู ุนุจุฏ ุงูููุ ูุงุจู ุนุจุงุณุ ูุฃู
ุซุงููู
โSesungguhnya jumlah guru-gurunya (sekitar) enam ratus syekh, dan guru-guru utamanya menyampaikan kepadanya (hadits) dari Abu Hurairah, Jarir bin Abdullah, (Abdullah) bin Abbas, dan lain sebagainya.โ (Imam al-Dzahabi, Siyar Aโlรขm al-Nubalรขโ, juz 7, h. 235)
Kisah di atas adalah citra dirinya, ia menerima tamparan sang penuntun unta dengan suka rela. Ia bahkan menganggapnya sebagai balasan yang pantas diterimanya. Baginya, orang yang merusak kenikmatan makan orang lain, akan mendapatkan musibah atau keburukan yang lebih besar, sehingga ia tidak merasakan sakit hati sedikit pun, meski ia seorang ulama besar, karena memang itulah yang diyakininya. Sebagai orang yang menghafal dan meriwayatkan banyak hadits, Imam Sufyan ats-Tsauri tentu tahu hadits nabi yang mengatakan (HR. Imam Abu Yaโla):
ููููุณู ุงููู
ูุคูู
ููู ุงูููุฐูู ููุดูุจูุนู ููุฌูุงุฑููู ุฌูุงุฆูุนู ุฅูููู ุฌูููุจููู
โBukanlah seorang mukmin (sejati), orang yang kenyang sementara tetangga di sampingnya kelaparan.โ (Imam al-Munawi, Faidl al-Qadรฎr Syarh al-Jรขmiโ al-Shaghรฎr, Beirut: Darul Maโrifah, tt, juz 5, 360)
Dan hadits yang mengatakan (HR. Imam Muslim):
ุฅูุฐูุง ุทูุจูุฎูุชู ู
ูุฑูููุง ููุฃูููุซูุฑู ู
ูุงุกูููุ ุซูู
ูู ุงููุธูุฑู ุฃููููู ุจูููุชู ู
ููู ุฌููุฑูุงููููุ ููุฃูุตูุจูููู
ู ู
ูููููุง ุจูู
ูุนูุฑูููู
โJika kau memasak, perbanyaklah kuahnya, lalu perhatikan penghuni rumah tetanggamu, dan berikan sebagian masakan itu kepada mereka dengan cara yang maโruf (santun).โ (Imam al-Nawawi, Syarh al-Nawawรฎ โalรข Muslim, Beirut: Darul Kitab al-Ilmiyyah, 2017, juz 15, h. 145)
Jika tetangga yang tidak dimintanya menjadi โtetanggaโ saja diberikan hak sedemikian rupa oleh Allah, bagaimana dengan orang yang dipekerjakannya? Sudah tentu ia berada di bawah tanggungannya. Dan ternyata, karena beberapa keadaan tertentuโmungkin tempat yang tidak mendukung atau sebagainyaโia tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya dengan sempurna, hingga ditampar oleh orang yang dipekerjakannya. Baginya itu wajar, karena penuntun unta itu memiliki haknya sebagai pekerja, meski tindakannya terbilang keterlaluan.
Lebih menarik lagi, ketika penuntun unta itu meminta maaf, Imam Sufyan ats-Tsauri tidak menjawabnya dengan, โaku memaafkanmu,โ tidak. Ia merasa tidak berhak dan pantas memberikan maaf. Ia merasa, ia lah yang lebih membutuhkan maaf karena tidak bisa memberikan makanan yang laik selama perjalanan ke Makkah. Ia menjawab, โBarangsiapa yang merusak (hidangan) makan orang lain (seperti yang aku lakukan kepadamu), ia akan tertimpa (keburukan) yang lebih banyak.โ Seakan-akan Imam Sufyan ats-Tsauri hendak mengatakan, โakulah yang salah, dan aku laik menerima tamparan itu.โ
Keluhuran pekerti semacam ini sukar dimengerti umumnya manusia, apalagi mengamalkannya. Dalam pandangan sederhana, Imam Sufyan ats-Tsauri telah memenuhi tanggung jawabnya dengan memberikan roti (makanan) terbaik yang tersedia waktu itu, tapi rupanya si penuntun unta tidak puas. Bagi orang-orang berjiwa lapang, tanggung jawab baru dianggap tertunaikan jika objeknya merasa puas dan menerima. Tentu ini sulit dan tidak adil bagi orang umum, karena memenuhi kepuasan orang lain tidak mungkin dilakukan tanpa batasan tertentu, apalagi jika bertemu dengan orang rakus, kadar kepuasannya sangat sukar untuk dipenuhi. Namun, bagi para nabi dan wali, bukan โfairโ atau โtidak fairโ yang dijadikan standarnya, karena mereka melakukannya sebagai bentuk pengabdian, hingga nyawa pun tak mereka pedulikan.
Orang-orang semacam ini tidak lahir dari ruang hampa. Mereka terdidik oleh ilmu pengetahuan, dan tercerahkan oleh keteladanan. Mereka menjumpai guru-guru yang berilmu sekaligus berteladan. Ilmu menjadikan mereka tahu. Teladan menjadikan mereka pengamal ilmu yang baik. Karena itu, salah satu ucapan Imam Sufyan ats-Tsauri yang paling terkenal adalah:
ุฒูููุง ุงูุนูู
ูุงูุญุฏูุซ ุจุฃููุณูู
ุ ููุง ุชุชุฒูููุง ุจู
โHiasilah ilmu dan hadits dengan diri kalian, dan jangan (jadikan) ilmu dan hadits penghias (diri) kalian.โ (Imam al-Dzahabi, Siyar Aโlรขm al-Nubalรขโ, juz 7, h. 245)
Maksudnya adalah, agar manusia menghiasi ilmu dan hadits dengan mengamalkannya, bukan untuk terlihat pintar; agar manusia menjadi pelayan ilmu, bukan menjadikan ilmu pelayannya; agar manusia berperilaku dengan ilmu, bukan memperlakukan ilmu untuk kemasyhurannya; agar manusia menjalani kehidupan dengan ilmu, bukan menjalankan ilmu untuk kepentingan kehidupannya.ย
Singkatnya, Imam Sufyan ats-Tsauri menghendaki manusia melayani ilmu dan tidak menjadikan ilmu dan hadits sebagai pelayannya. Kata kuncinya, mengutip perkataan Imam Ibrahim bin Adham:
ุฃุทูุจูุง ุงูุนูู
ููุนู
ู ูุฅู ุฃูุซุฑ ุงูููุงุณ ูุฏ ุบูุทูุง ุญุชู ุตุงุฑ ุนูู
ูู
ูุงูุฌุจุงู ูุนู
ููู
ูุงูุฐุฑ
โCarilah ilmu untuk diamalkan, karena kebanyakan manusia keliru, hingga menjadikan ilmunya setinggi gunung tapi amalnya sekecil debu.โ (Imam Abdul Wahhab al-Syaโrani, Thabaqรขt al-Kubrรข, Kairo: Maktabah al-Tsaqafah al-Diniyyah, 2005, h. 129)
Semoga kita bisa meneladaninya. Rabbi zidnรฎ โilma warzuqnรฎ fahma, amin. Wallahu aโlam bish shawwab..
Muhammad Afiq Zahara, alumni PP. Darussaโadah, Bulus, Kritig, Petanahan, Kebumen