Kisah Bullying yang Dialami Nabi Yusuf di Masa Kecil dalam Al-Quran
Rabu, 28 Februari 2024 | 19:15 WIB
Alwi Jamalulel Ubab
Kolomnis
Kisah bullying yang dialami Nabi Yusuf di masa kecil diabadikan secara lengkap oleh Allah swt dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran.
Kasus bullying kini tengah marak terjadi di Indonesia. Bullying atau perundungan sendiri dapat diartikan perilaku mengintimidasi, agresif yang seringkali muncul dan dilakukan oleh sekelompok orang atau bahkan individu yang kuat kepada orang lain yang cenderung lebih lemah. Perilaku bullying biasanya muncul sebab adanya pemicu. Di antara pemicu tersebut ialah kecemburuan sosial kepada korban perundungan.
Dalam sejarahnya, kasus bullying sudah ada sejak zaman dahulu. Di antara perilaku bullying yang terjadi dan masyhur tercatat dalam sejarah ialah Nabi Yusuf yang mendapatkan perundungan dari saudara-saudaranya. Bahkan kisah ini diabadikan secara lengkap oleh Allah swt dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran.
Nabi Yusuf merupakan anak dari Nabi Ya’qub as. Ibunya bernama Rahel wafat ketika Nabi Yusuf masih kecil. Nabi Yusuf memiliki 11 saudara yang terdiri dari 1 saudara kandung dan 10 lainnya ialah saudara tiri.
Dalam kasusnya, perundungan yang terjadi pada Nabi Yusuf oleh saudaranya itu disebabkan kecemburuan sosial. Sebab Nabi Ya’qub as dominan lebih mencintai Nabi Yusuf as dan adiknya Bunyamin. Padahal hal itu disebabkan antara lain karena Nabi Yusuf dan Bunyamin masih kecil dan telah ditinggal wafat oleh ibunya.
Ditambah saat itu Nabi Yusuf as bermimpi melihat bulan, matahari dan 11 bintang yang ditakwili merupakan keluarganya yang akan menghormatinya kelak. Hal ini menambah rasa cemburu bagi saudara-saudara tirinya kepada Nabi Yusuf hingga mengakibatkan perundungan.
Sebagaimana hal tersebut dikisahkan Allah dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 5 berikut:
إِذۡ قَالَ يُوسُفُ لِأَبِيهِ يَٰٓأَبَتِ إِنِّي رَأَيۡتُ أَحَدَ عَشَرَ كَوۡكَبٗا وَٱلشَّمۡسَ وَٱلۡقَمَرَ رَأَيۡتُهُمۡ لِي سَٰجِدِينَ
Artinya: “(Ingatlah) ketika Yusuf berkata kepada ayahnya (Ya’qub), “Wahai ayahku, sesungguhnya aku telah (bermimpi) melihat sebelas bintang, matahari dan bulan. Aku melihat semuanya sujud kepadaku”. (QS Yusuf: 5).
Setelah Nabi Yusuf kecil menceritakan mimpi yang dialaminya, ayahnya berpesan agar tidak menceritakan mimpinya itu kepada saudara-saudaranya. Sebab hal itu akan membuat saudara-saudaranya hasud dan mencoba membuat tipu daya untuknya. (Ibnu Katsir, Qashashul Anbiya, [Kairoو Dar Ibnul Jauzi: 2014], halaman 182).
Dalam riwayat Ibnul Atsir disebutkan, pada saat Nabi Yusuf menceritakan mimpinya kepada Nabi Ya’qub, ibu tirinya juga mendengar cerita tersebut. Nabi Ya’qub kemudian berpesan kepada istrinya itu untuk tidak menceritakan mimpi Yusuf kepada anak-anaknya.
Namun, pada saat anak-anaknya pulang dari menggembala, ia menceritakan mimpi Yusuf kepada mereka. Sehingga hal itu menambah sifat hasud dan benci mereka kepada Yusuf kecil.
Setelah mendengar cerita itu, saudara-saudara Yusuf kemudian berkata:
“Tidak ada maksud lain dari matahari selain ayah kami, bulan adalah ibu, dan bintang-bintang adalah kita, sungguh anak dari Rahel (Yusuf) ingin menguasai kita dan berkata bahwa ia adalah pemimpin kita”.
Kemudian dimulailah rencana mereka untuk memisahkan Yusuf kecil dengan Nabi Ya’qub. (Ibnul Atsir, Al-Kamil fi Tarikh, [Beirut, Darul Kitab Al-Arabi: 1997], juz I, halman 124).
Mereka melakukan musyawarah bagaimana cara menyingkirkan Nabi Yusuf. Beberapa pendapat dimunculkan. Ada yang berpendapat agar Nabi Yusuf dibunuh saja, namun ditentang oleh yang lain. Ada juga yang mengusulkan untuk dimasukkan ke dalam sumur agar nanti ditemukan oleh orang lain dan dijual sebagai budak. Keputusan dibuat dan menghasilkan kesepakatan untuk dibuang ke dalam sumur.
Terkait hal ini Allah mengisahkannya dalam Al-Qur’an surat Yusuf ayat 8-10 berikut:
إِذۡ قَالُواْ لَيُوسُفُ وَأَخُوهُ أَحَبُّ إِلَىٰٓ أَبِينَا مِنَّا وَنَحۡنُ عُصۡبَةٌ إِنَّ أَبَانَا لَفِي ضَلَٰلٖ مُّبِينٍ (٨) ٱقۡتُلُواْ يُوسُفَ أَوِ ٱطۡرَحُوهُ أَرۡضٗا يَخۡلُ لَكُمۡ وَجۡهُ أَبِيكُمۡ وَتَكُونُواْ مِنۢ بَعۡدِهِۦ قَوۡمٗا صَٰلِحِينَ (٩) قَالَ قَآئِلٞ مِّنۡهُمۡ لَا تَقۡتُلُواْ يُوسُفَ وَأَلۡقُوهُ فِي غَيَٰبَتِ ٱلۡجُبِّ يَلۡتَقِطۡهُ بَعۡضُ ٱلسَّيَّارَةِ إِن كُنتُمۡ فَٰعِلِينَ (١٠)
Artinya, "(Ingatlah) ketika mereka berkata, “Sesungguhnya Yusuf dan saudara (kandung)-nya lebih dicintai Ayah daripada kita, padahal kita adalah kumpulan (yang banyak). Sesungguhnya ayah kita dalam kekeliruan yang nyata.
Bunuhlah Yusuf atau buanglah dia ke suatu tempat agar perhatian Ayah tertumpah kepadamu dan setelah itu (bertobatlah sehingga) kamu akan menjadi kaum yang saleh.
Salah seorang di antara mereka berkata, “Janganlah kamu membunuh Yusuf, tetapi masukkan saja dia ke dasar sumur agar dia dipungut oleh sebagian musafir jika kamu hendak berbuat”. (QS Yusuf: 8-10).
Setelahnya, dimulailah tipu daya mereka untuk mengelabui Nabi Ya’qub. Mereka meminta Nabi Ya’qub mengizinkan membawa Yusuf kecil bersama mereka untuk ikut menggembala dan bermain bersama. Awalnya, Nabi Ya’qub tidak mengizinkan, ia khawatir akan terjadi sesuatu yang buruk kepada Yusuf. Namun, karena mereka meyakinkannya untuk menjaga Yusuf, Nabi Ya’qub akhirnya mengizinkan.
Nabi Yusuf kecil dibawa oleh saudara-saudaranya itu untuk menggembala dan bermain. Di tempat tersebut saudara-saudara Nabi Yusuf melakukan bullying. Mereka memukuli Nabi Yusuf hingga hampir membunuhnya. Kemudian salah satu saudara tiri Nabi Yusuf yang bernama Yahuda berkata: “Bukankah kita sepakat untuk tidak membunuhnya?”.
Mereka membawa Nabi Yusuf kecil ke sumur, melepas bajunya dan memasukkannya ke dalam sumur. Ketika mereka hendak memasukkan Yusuf ke dalam sumur melalui timba, mereka berkata: “Panggil matahari, bulan dan sebelas bintang untuk menyelamatkanmu!”. (Ibnul Atsir, 125).
Saudara-saudaranya pulang dan berpura-pura menangis dengan membawa baju Nabi Yusuf yang telah dilumuri darah palsu untuk mengelabui ayahnya bahwa Yusuf telah wafat dimakan serigala. Lihat juga kisahnya dalam surat Yusuf ayat 11-18.
Dari perundungan itu, Nabi Yusuf kemudian ditemukan oleh beberapa musafir yang pergi melewati sumur itu. Ia dijual sebagai hamba sahaya, dibeli oleh salah seorang mentri di Mesir dan diangkat menjadi anak.
Nabi Yusuf mengalami lika-liku kehidupan hingga ia kemudian dipercaya sebagai menteri ekonomi Mesir saat itu karena berhasil mengatasi paceklik pangan yang terjadi. Ia memaafkan saudara-saudaranya dan membawa keluarganya hijrah ke Mesir.
Kesimpulannya, peristiwa perundungan sudah ada sejak zaman dahulu. Perundungan yang terjadi pada Nabi Yusuf oleh saudara-saudaranya disebabkan karena kecemburuan mereka terhadap Nabi Ya’qub yang terlihat lebih sayang kepada Nabi Yusuf. Padahal pada kenyataannya, Nabi Yusuf lebih mendapatkan perhatian ayahnya disebabkan di antaranya karena ia masih kecil dan telah ditinggal oleh ibunya.
Kisah perundungan yang dialami Nabi Yusuf diabadikan dalam Al-Qur'an agar menjadi pelajaran bagi manusia sepanjang zaman. Wallahu a’lam.
Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek Cirebon dan Mahasantri Mahad Aly Saiidussiddiqiyah Jakarta
Terpopuler
1
Arus Komunikasi di Indonesia Terdampak Badai Magnet Kuat yang Terjang Bumi
2
PBNU Nonaktifkan Pengurus di Semua Tingkatan yang Jadi Peserta Aktif Pilkada 2024
3
Pergunu: Literasi di Medsos Perlu Diimbangi Narasi Positif tentang Pesantren
4
Kopdarnas 7 AIS Nusantara Berdayakan Peran Santri di Era Digital
5
Cerita Muhammad, Santri Programmer yang Raih Beasiswa Global dari Oracle
6
BWI Kelola Wakaf untuk Bantu Realisasi Program Pemerintah
Terkini
Lihat Semua