Hikmah

Kisah Inspiratif Murid Imam Ahmad: Jadi Pengemis Pun Dilakukan agar Tetap Bisa Belajar

Rab, 21 September 2022 | 20:00 WIB

Kisah Inspiratif Murid Imam Ahmad: Jadi Pengemis Pun Dilakukan agar Tetap Bisa Belajar

Kisah inspiratif murid Imam Ahmad.

Pria itu datang jauh dari Andalusia ke Baghdad dengan susah payah berjalan kaki untuk belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal. Sesampainya di negeri tujuan, ia selalu menyamar menjadi pengemis setiap hendak belajar kepada guru yang dicarinya. Ia khawatir, jika identitasnya terbongkar, nyawa gurunya akan terancam. Bagaimana kisah lengkapnya?
 

Memiliki nama lengkap Abu Abdurrahman Baqi bin Makhlad al-Qurthubi, ulama kelahiran Andalusia ini dikisahkan memiliki etos belajar yang kuat. Kondisi ekonominya yang serba kekurangan tidak menyurutkan tekadnya untuk berkelana dari satu negeri ke negeri lain demi menimba ilmu ke sejumlah ulama. Di antara negara-negara yang pernah ia singgahi adalah Andalusia, Maroko, Aljazair, Tunis, Libia, Mesir, Palestina, dan Yordania. 
 

Salah satu kisah pengembaraan Baqi dalam menuntut ilmu dikisahkan oleh Syamsuddin adz-Dzahabi ketika ulama mulitidispliner ini hendak menimba ilmu hadits kepada Imam Ahmad bin Hambal. 
 

Dikisahkan, sekali waktu Baqi melakukan perjalanan jauh dari Makkah ke Baghdad, tujuan utamanya adalah untuk menuntut ilmu. Jika sudah sampai di negara tujuan, ia berencana berguru hadits kepada Imam Ahmad bin Hambal. Begitu hampir tiba di tujuan, ia mendengar kabar buruk bahwa ulama yang hendak dijadikan gurunya itu sedang dicekal, dilarang mengadakan kegiatan belajar-mengajar dengan murid-muridnya sebagaimana biasanya.
 

Kabar itu tidak menyurutkan Baqi untuk melanjutkan niatnya berguru kepada ulama yang sangat dihormatinya. Sesampai di Baghdad, ia menyewa tempat untuk menginap. Saat ke masjid, ia melihat ada halaqah seorang ulama yang tampak sedang mengajar murid-muridnya. Pengajar itu ternyata Yahya bin Ma’in, teman seperguruan Ahmad bin Hambal. 
 

Kesempatan ini dimanfaatkan Baqi untuk bertanya banyak hal kepada Yahya. Ia bertanya tentang guru-guru yang pernah ia temui untuk dinilai kredibilitasnya sebagai seorang perawi. Terakhir, ia bertanya tantang Ahmad bin Hambal. Yahya menjawab, “Bagaimana kami berani menilai Ahmad bin Hambal! Beliau adalah imam kaum muslimin, orang terbaik dan paling utama.” 
 

Selesai bertanya tentang banyak hal, Baqi meminta alamat rumah Imam Ahmad. Setelah berhasil mendapatkan alamat rumah dan berjumpa di kediamannya, ia kemudian berkata kepada Imam Ahmad, “Wahai Abu Abdillah, aku datang dari jauh. Ini merupakan pertama kali aku datang ke negeri ini. Tujuanku satu, ingin belajar hadits kepada tuan.” 

“Masuklah, jangan sampai ada orang yang melihatmu,” kata Imam Ahmad. 

“Dari mana sebenarnya asalmu?” 

“Dari ujung barat? 

“Afrika?” 

“Lebih jauh dari Afrika. Untuk pergi dari negeri hingga ke Afrika harus mengarungi lautan. Aku berasal dari Andalusia.” 
 

“Jauh sekali negerimu. Aku sangat senang sekali jika bisa membantumu. Hanya saja aku sedang mendapat ujian, aku tidak diperbolehkan membuka majelis ilmu. Kau mungkin sudah mendengarnya.” 
 

“Benar, aku tahu itu. Jika tuan mengizinkan, aku akan tetap rutin datang ke sini untuk belajar hadits. Agar tidak ada yang curiga, aku akan menyamar menjadi pengemis setiap kali ke sini. Nanti, jika aku sudah sampai di pintu, tuan bersikap kepada saya layaknya menemui pengemis. Jika setiap hari tuan bisa menyampaikan satu hadis saja untukku, itu sudah cukup.” 
 

“Boleh, syaratnya kedatanganmu tidak diketahui olah orang lain, sekalipun oleh para muhaddits (ahli hadits.” 

“Baik, aku setuju dengan syarat tuan.” 
 

Esoknya, Baqi datang ke rumah Imam Ahmad dengan memegang sebuah tongkat dan menutup kepalanya menggunakan kain kotor. Ia pun berkata layaknya seorang pengemis. “Semoga Allah memberi balasan kebaikan kepada tuan, semoga Allah memberikan rahmat kepada tuan, orang yang meminta sudah berada di dekat rumahmu.” 
 

Kemudian Imam Ahmad menemuinya dan menyampaikan dua sampai tiga hadits. Hal ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. 

Hingga akhirnya Imam Ahmad diizinkan kembali untuk membuka pengajaran. Karena sudah mengetahui kesabaran Baqi dalam menuntut ilmu, ia menempatkannya di tempat khusus di dalam majelisnya. Ia juga sering menyampaikan kisah teladan kesungguhan pria Andalusia ini kepada murid-murid di pengajiannya. (Syamsuddin adz-Dzahabi, Siyaru A’lamin Nubala, juz XVI, halaman 26).
 

Diketahui, Imam Ahmad bin Hambal memiliki julukan Pimpinan Ahlusunnah wal Jama’ah. Panggilan kehormatan ini tidak disematkan kepada tiga imam madzhab lainnya, Imam Hanafi, Malik, dan Syafi’i, padahal Ahmad bin Hambal lahir paling terakhir setelah mereka. Alasannya, Ahmad bin Hambal dinilai sebagai ulama pejuang Ahlusunnah wal Jama’ah yang andal. Ia sempat mengalami cobaan berat untuk memperjuangkannya.
 

Muhammad Ismail al-Muqaddam menegaskan:
 

والإمام أحمد يلقب بإمام أهل السنة، مع أنه آخر الأئمة الأربعة، ولم يقل ذلك في حق الإمام الشافعي أو الإمام مالك أو أبي حنيفة؛ لأنهم لم يدركوا المحنة، فالأئمة الثلاثة ما أدركوا هذه المحنة، وإنما أدركها الإمام أحمد بن حنبل، وثبت فيها، فمن ثمَّ أطبقت الأمة على اعتباره إماماً لأهل السنة؛ لصبره الشديد في هذه المحنة
 

Artinya, "Imam Ahmad dijuluki sebagai Imam Ahlusunnah wal Jama’ah. Gelar ini tidak dimiliki oleh tiga imam lainnya, padahal ia lahir setelah mereka. Alasannya, semasa hidupnya Ahmad bin Hambal sangat gigih memperjuangkan ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah ini. Ia banyak mengalami ujian berat untuk mempertahankan prinsipnya.” (Muhammad Ismail al-Muqaddam, Silsilatu Uluwwil Himmah, juz IV, halaman 12). Wallahu a’lam.
 

 

Ustadz Muhamad Abror, penulis keislaman NU Online, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Ma'had Aly Saidusshiddiqiyah Jakarta