Hikmah

Nabi Muhammad Saw Rasul Tersibuk di Akhirat

Sel, 18 Oktober 2022 | 19:00 WIB

Nabi Muhammad Saw Rasul Tersibuk di Akhirat

Nabi Muhammad saw diberi anugerah besar berupa syafaat yang dapat menolong umatnya di akhirat.

Tatkala Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, dan Nabi Isa alaihimus salam angkat tangan saat dimintai syafaat oleh orang-orang mukmin di padang Mahsyar, Rasulullah saw justru menjadi satu-satunya nabi yang mampu memenuhinya.


Bahkan, ketika sudah berada di dalam surga sekalipun, beliau masih sibuk memikirkan umatnya, bahkan terus memohon kepada Allah agar bisa menolong mereka. Termasuk mereka yang sudah berada dalam siksa bara jahannam.


Demikian seperti yang digambarkan dalam hadits Rasulullah saw berikut ini: “Pada hari kiamat, orang-orang mukmin datang menemui Adam As dan berkata, ‘Allah telah memerintah para malaikat bersujud kepadamu, maka mintalah kepada Allah syafaat untuk kami. Namun, Adam meminta kami (orang-orang mukmin) beranjak dari tempat kami seraya berkata, ‘Di sini aku tak bisa memenuhi permintaan kalian. Maka pergilah kepada Nuh.’ Namun, Nabi Nuh As juga memberi jawaban yang sama, ‘Di sini aku tak mampu memenuhi permintaan kalian.’ Orang-orang mukmin tetap bertahan di sana hingga diperintahkan menemui Khalilullah Ibrahim As. Mereka lalu menemuinya. Namun Ibrahim As menjawab, ‘Di sini kami pun tak mampu memenuhi permintaan kalian. Maka datanglah kepada Nabi Isa As sebab ia adalah roh dan kalimat Allah.’ Mereka lalu menemui Nabi Isa As, namun ia berkata, ‘Di sini aku tidak mampu memenuhi permintaan kalian, maka datanglah kepada Nabi Muhammad Saw sebab ia telah diampuni doanya, baik dosa terdahulu maupun dosa yang akan datang,’” (HR Khuzaimah).


Namun hal itu bukan sesuatu yang kebetulan karena Rasulullah saw memang rasul yang memiliki perhatian besar terhadap keselamatan umatnya. Bahkan, tatkala diberi pilihan oleh Allah, antara memilih separuh umatnya masuk surga dengan syafaat, maka Rasulullah saw memilih syafaat. Sebab cakupan syafaat lebih luas dan menjadi hak setiap muslim yang beriman.


Demikian seperti yang diungkapkan dalam salah satu haditsnya, di mana beliau bersabda. “Apakah kalian tahu apa yang dipilihkan Tuhanku malam ini?” Para sahabat menjawab, “Allah dan rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau melanjutkan, “Sesungguhnya Dia memberi pilihan kepadaku antara separuh umatku masuk surga dengan  syafaat, maka aku memilih syafaat,” (HR ath-Thabrani).  


Bahkan, tiket doa mustajab Rasulullah saw dipersiapkan untuk mensyafaati umatnya di akhirat. Padahal, doa mustajab nabi-nabi yang lain sudah dipergunakan sewaktu di dunia, sebagaimana dalam hadits berikut: 


لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ يَدْعُو بِهَا، وَأُرِيدُ أَنْ أَخْتَبِئَ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي فِي الآخِرَةِ


Artinya, “Setiap nabi memiliki doa mustajab yang dapat dipergunakannya. Namun, aku ingin menyimpan doa (mustajab)-ku untuk memberi syafaat kepada umatku di akhirat,” (HR Al-Bukhari).


Pertanyaannya, siapakah umatnya yang kelak akan mendapatkan syafaatnya? Pertanyaan ini penting dijawab agar kita bersungguh-sungguh pada saat ini memperjuangkan tercapainya syafaat Rasulullah saw di akhirat kelak.


Secara umum, syarat utama mendapatkan syafaat Rasulullah saw. adalah tiga. Yang pertama adalah meninggal dalam keadaan tidak menyekutukan Allah. Hal itu seperti yang ditandaskan dalam sabdanya:


أُشْهِدُكُمْ أَنَّ شَفَاعَتِي لِكُلِّ مَنْ مَاتَ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا


Artinya, “Aku bersaksi kepada kalian bahwa syafaatku diperuntukan bagi setiap muslim yang meninggal tidak menyekutukan Allah dengan apapun,” (HR Abu Dawud).


Syarat yang kedua adalah meninggal dalam keadaan membawa keimanan walaupun hanya sebesar biji sawi. Hal itu seperti yang digambarkan dalam haditsnya:


أَقْرَعُ بَابَ الْجَنَّةِ فَيُفْتَحُ بَابٌ مِنْ ذَهَبٍ وَحِلَقُهُ مِنْ فِضَّةٍ، فَيَسْتَقْبِلُنِي النُّورُ الْأَكْبَرُ، فَأَخِرُّ سَاجِدًا، فَأُلْقِي مِنَ الثَّنَاءِ عَلَى اللَّهِ مَا لَمْ يُلْقِ أَحَدٌ قَبْلِي، فَيُقَالُ لِي: ارْفَعْ رَأْسَكَ، سَلْ تُعْطَهْ، وَقُلْ يُسْمَعْ، وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ، فَأَقُولُ: أُمَّتِي، فَيُقَالُ: لَكَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ شَعِيرَةٍ مِنْ إِيمَانٍ، قَالَ: ثُمَّ أَسْجُدُ الثَّانِيَةَ، ثُمَّ أُلْقِي مِثْلَ ذَلِكَ، وَيُقَالُ لِي: مِثْلُ ذَلِكَ، وَأَقُولُ: أُمَّتِي، فَيُقَالُ لِي: لَكَ مَنْ كَانَ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالُ خَرْدَلَةٍ مِنْ إِيمَانٍ، 


Artinya, “Aku mengundi pintu surga. Tiba-tiba dibukakan satu pintu dari emas dan lengkungnya dari perak. Kemudian aku disambut oleh cahaya yang agung. Aku pun langsung bersujud seraya menyampaikan pujian kepada Allah dengan pujian yang belum pernah disampaikan seorang pun sebelumku. Disampaikanlah kepadaku, ‘Angkatlah kepalamu. Mintalah, niscaya engkau akan diberi. Berkatalah, niscaya engkau akan didengar. Meminta syafaatlah, niscaya engkau akan diberi syafaat.’ Aku pun berkata, ‘Umatku...!’ Lantas dijawab, ‘Engkau berhak menolong orang yang dalam hatinya ada keimanan walau seberat biji gandum.’ Aku pun bersujud kedua kalinya dan menyampaikan pujian yang sama dan disampaikan lagi kepadaku jawaban yang sama. Lalu terus memohon lagi, ‘Umatku...!’ Disampaikan kepadaku, ‘Engkau berhak menolong orang yang dalam hatinya ada keimanan walaupun sekecil biji sawi.’”


Syarat yang ketiga adalah pernah mengucap kalimah thayyibah atau kalimah Lailahaillah dengan ikhlas, sebagaimana yang disampaikan dalam lanjutan hadits di atas:


ثُمَّ أَسْجُدُ الثَّالِثَةَ، فَيُقَالُ لِي: مِثْلُ ذَلِكَ، ثُمَّ أَرْفَعُ رَأْسِي فَأَقُولُ: أُمَّتِي، فَيُقَالُ لِي: لَكَ مَنْ قَالَ: لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصًا


Artinya, “Aku bersujud ketiga kalinya dan disampaikan kepadaku jawaban yang sama. Setelah itu, aku mengangkat kepala dan memohon lagi, ‘Umatku...!’ Lalu disampaikan kepadaku, ‘Engkau berhak menolong orang yang mengucap ‘Lā ilāha illallāh’ dengan ikhlas,’” (HR Abu Ya’la).


Itulah sepak terjang Rasulullah saw di akhirat. Sungguh beliau nabi yang paling sibuk di akhirat dan sangat peduli akan keselamatan umatnya. Beliau rela menyimpan doa terbaiknya demi bisa menolong umat dari prahara akhirat. Semoga kita termasuk umatnya yang mendapatkan syafaatnya kelak. Wallahu a’lam.


Ustadz Tatam Wijaya, alumnus Pondok Pesantren Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.