Hikmah

Obat Pandemi Prakarsa Imam Syafi’i Diuji untuk Covid-19

Sen, 31 Januari 2022 | 20:00 WIB

Obat Pandemi Prakarsa Imam Syafi’i Diuji untuk Covid-19

Obat Pandemi Prakarsa Imam Syafi’i Diuji untuk Covid-19

Dunia ilmiah saat ini diramaikan dengan penemuan obat atau pil untuk Covid-19.  Sebenarnya obat yang dimaksud itu bentuknya bukan pil, melainkan kapsul atau tablet. Namun, sebutan “pil” sudah akrab di telinga masyarakat untuk menggambarkan wujud obat. Obat untuk Covid-19 tidak hanya berefek antivirus, tetapi ada juga yang berkhasiat untuk mengatasi gejala penyakitnya yaitu dikenal dengan obat simtomatik. Kedua efek tersebut, baik efek antivirus maupun efek untuk mengurangi gejala infeksi Covid-19 sama pentingnya dalam kondisi pandemi saat ini.

 

Seiring dengan waktu, pengobatan pandemi Covid-19 terus mengalami kemajuan. Tidak hanya yang berbentuk tablet atau kapsul, peneliti juga mengembangkan obat yang berbentuk sirup. Seperti yang dilakukan oleh sekelompok peneliti dari Iran, mereka mengembangkan obat sirup dari bahan alami yang sedang diteliti efeknya untuk meringankan gejala-gejala Covid-19. Apabila penelitian ini memberikan hasil yang baik, tentu akan sangat membantu pasien anak-anak yang kesulitan menelan tablet atau kapsul. Apalagi, saat ini varian Omicron sudah terbukti banyak menyerang anak-anak.

 

Satu hal yang unik dalam penelitian obat sirup untuk Covid-19 ada pada sumber bahan alami yang digunakan. Peneliti di Iran menggunakan tanaman bunga violet atau yang dikenal sebagai Viola odorata untuk membuat sirup itu. Berdasarkan namanya, warna bunga tanaman itu adalah violet atau ungu. Menariknya, ternyata bunga violet sudah disebutkan oleh Imam asy-Syafi’i sebagai bahan alami berkhasiat obat yang sangat bermanfaat untuk mengatasi penyakit-penyakit pada masa pandemi.

 

Dalam kitab Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Thaun, Imam as-Suyuthi menuliskan:

 

“Ibnu Hajar berkata, pendapat yang paling terkenal dari asy-Syafi’i adalah pernyataan yang disampaikan oleh Ibnu Abi Hatim dan yang lainnya, yaitu: Menurut Saya, obat yang paling berkhasiat untuk wabah adalah al-Banafsaj (bunga Viola odorata), baik dibuat minyak untuk dioles maupun dijadikan minuman” (Imam Suyuthi, Ma Rawahu al-Waun fi Akhbar ath-Thaun, [Damaskus: Darul Qalam], tanpa tahun: 170).

 

Perkataan Imam asy-Syafi’i di atas menunjukkan bahwa Beliau memiliki prakarsa dan pendapat dalam bidang kedokteran, khususnya tentang obat pada masa wabah. Imam asy-Syafi’i selama ini dikenal oleh dunia Islam sebagai mujtahid dan imam mazhab. Namun, jarang yang mengetahui bahwa beliau juga ahli dalam bidang kedokteran. Pendapat-pendapatnya dalam dunia pengobatan jarang diketahui oleh umat Islam, bahkan yang bermazhab Syafi’i sekalipun.

  

Imam Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Manaqib Imam Syafi’i menyebutkan besarnya perhatian Imam asy-Syafi’i terhadap dunia ilmu pengobatan. Seorang dokter di Mesir bahkan pernah berdiskusi (mudzakarah) dengan Imam asy-Syafi’i tentang kedokteran sehingga dokter itu mengira bahwa Imam Syafi’i adalah pakar kedokteran. Ketika umat Islam melalaikan ilmu kedokteran, Imam asy-Syafi’i sangat menyesal karena ilmu itu akan jatuh ke tangan kaum Yahudi dan Nasrani.

 

“Al-Hasan bin Sufyan berkata: Harmalah menceritakan kepada kami dengan mengatakan: Asy-Syafi’i pernah menyesali karena kaum Muslim telah kehilangan kedokteran dan berkata: Mereka telah menyia-nyiakan sepertiga ilmu pengetahuan dan mewakilkannya kepada Yahudi dan Nasrani” (Imam Ibnu Hajar al-Asqalani, Manaqib Imam Syafi’i, terjemah dari Ma’ali at-Ta’sis fi Manaqib Ibnu Idris, terbitan Al-Amiriyah 1301 Hijriah, CV Cendekia Sentra Muslim, tahun 2001, Jakarta: 96-97).

 

Berdasarkan keahlian kedokterannya tersebut, Imam asy-Syafi’i merekomendasikan al-Banafsaj atau bunga violet untuk pengobatan wabah. Padahal, pada masa Imam asy-Syafi’i hidup, para ahli sejarah Islam menyatakan bahwa tidak ada pandemi apapun yang terjadi. Namun, bukan hal yang tidak mungkin Imam asy-Syafi’i yang terkenal sangat hati-hati itu merumuskan pendapatnya tentang bunga violet sebagai obat wabah berdasarkan pengalaman para ahli kedokteran di masa sebelumnya yang mengalami pandemi.

 

Pada masa pandemi Covid-19 ini, sekelompok peneliti kedokteran dan farmasi dari Universitas Teheran bekerja sama dengan Rumah Sakit Az-Zahra di Asfahan mengujikan sirup dari bunga violet untuk pasien Covid-19. Hasil penelitian ini masih belum dipublikasikan, tetapi rancangan percobaan yang dilakukan sangat menarik untuk diikuti. Para peneliti menguji 2 kelompok pasien yang terdiagnosis Covid-19 di Rumah Sakit Az-Zahra. Satu kelompok diberi sirup yang berisi ekstrak air bunga violet, daun, dan gula. Kelompok yang lain diberi sirup placebo, yaitu sirup yang dibuat mirip dengan obat tetapi tidak mengandung obat, hanya mengandung air, gula, dan pewarna makanan tanpa ekstrak bunga violet.

 

Penelitian itu akan menilai perkembangan gejala Covid-19 pada kedua kelompok, baik yang diberi sirup bunga violet maupun yang tidak. Efek yang diamati sebagi hasil penelitian tersebut adalah tingkat keparahan sesak napas dan pengukuran saturasi oksigen pada darah. Sebagaimana yang telah diketahui, gejala Covid-19 yang parah sering terjadi pada saluran napas berupa sesak dan turunnya saturasi oksigen darah.

 

Penelitian yang dilakukan oleh para ahli dari Iran itu bekerjasama dengan industri farmasi yang akan memproduksi sirup bunga violet. Penelitian ini termasuk uji klinik fase 3, yaitu uji obat pada pasien yang sedang sakit dan calon obatnya belum dipasarkan. Peserta uji klinik dalam penelitian ini merupakan 100 orang pasien rawat jalan yang terdiagnosis Covid-19 di rumah sakit, tetapi tidak dirawat di rumah sakit. Pasien tersebut sudah dicek di rumah sakit dengan tes PCR dan hasilnya positif Covid-19.

 

Iran merupakan salah satu negara di Asia yang terdampak parah oleh Covid-19 pada masa pandemi ini. Iran dulu dikenal dengan Persia, tempat para cendekiawan muslim pada zaman keemasan menghasilkan karya-karya besar. Negara ini mengadopsi sistem pengobatan Unani, yaitu sistem pengobatan tradisional khas Persia yang memiliki unsur islami, terutama dari pengaruh keilmuan Ibnu Sina, Bapak Ilmu Kedokteran yang terkenal itu. Meskipun mengadopsi sistem pengobatan tradisional, Iran juga mengakui dan menerapkan sistem kedokteran modern.

 

Terlepas dari kemungkinan hasil penelitian itu yang belum diumumkan, dasar-dasar upaya pengobatan pada masa pandemi ternyata telah dicetuskan oleh para ulama Islam. Imam asy-Syafi’i dan Ibnu Sina merupakan kebanggaan umat Islam dalam dunia ilmu pengetahuan. Meskipun bunga violet disebutkan oleh Ibnu Sina dalam Al-Qanun fit Thibb dan digunakan di Eropa sebagai obat untuk gejala infeksi pernapasan, belum ada ilmuwan kedokteran atau farmasi yang menyebutkan khasiatnya untuk pandemi. Imam Syafi’ilah yang pertama memprakarsai bunga violet untuk mengatasi gejala pandemi.

 

Tidak hanya di Iran, bunga violet ini juga bisa tumbuh di negara-negara muslim di Eropa, Afrika, bahkan Indonesia. Di Indonesia, bunga violet tercatat menjadi salah satu tanaman koleksi Kebun Raya Cibodas.  Kemuliaan Imam asy-Syafi’i dengan pengetahuan kedokteran ini berpotensi untuk meningkatkan kesehatan umat manusia di dunia. Sebagai negara dengan pengikut mazhab Syafi’i terbesar di dunia, sudah selayaknya kita sebagai bagian dari kaum muslimin di Indonesia mengenal keistimewaan Beliau agar dapat meneladaninya.

 

Yuhansyah Nurfauzi, apoteker dan peneliti di bidang Farmasi