Ilmu Al-Qur'an

Ini Hikmah Turun Al-Qur'an secara Bertahap

Sel, 27 Desember 2022 | 16:00 WIB

Ini Hikmah Turun Al-Qur'an secara Bertahap

Penurunan Al-Qur'an secara bertahap mengandung hikmah. (Ilustrasi: NU Online/freepik)

Allah menurunkan Al-Qur'an kepada Rasulullah melalui malaikat Jibril berlangsung secara bertahap selama kurang lebih 23 tahun. Hal tersebut mengandung hikmah tersendiri sebagaimana diungkap oleh Syekh Ali Ash-Shabuni dalam Kitab Attibyan fi Ulumil Qur'an (Karachi-Pakistan, 2010, h. 20-27).


Dalam kitab tersebut, Syekh Ali menjelaskan bahwa setidaknya ada 6 hikmah diturunkannya Al-Quran secara bertahap atau berangsur-angsur.


1. Meneguhkan hati Rasulullah

Ketika wahyu Allah diturunkan kepada Nabi Muhammad, golongan musyrik menolaknya sebab teknis diturunkannya Al-Qur'an berbeda dengan kitab suci sebelumnya yang diturunkan dengan sekaligus. Hal ini kemudian dijawab oleh Allah sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Furqon ayat 23:


كَذٰلِكَ ۛ لِنُثَبِّتَ بِهٖ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنٰهُ تَرْتِيْلًا


Artinya: “Demikianlah, agar Kami memperteguh hatimu (Muhammad) dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (berangsur-angsur, perlahan dan benar).”


Diturunkannya Al-Qur'an secara bertahap, bisa menjadi sebuah bimbingan Allah kepada Rasulullah dalam menghadapi orang-orang yang menentang dan memusuhinya sesuai situasi dan kondisi yang terjadi. Ketika orang-orang kafir dan musyrik mendzolimi Rasulullah, turunlah ayat yang bisa meneguhkan hati dan meringankan bebannya, misalnya pada Surat Al-An'am ayat 34:


وَلَقَدْ كُذِّبَتْ رُسُلٌ مِّنْ قَبْلِكَ فَصَبَرُوْا عَلٰى مَا كُذِّبُوْا وَاُوْذُوْا حَتّٰٓى اَتٰىهُمْ نَصْرُنَاۚ وَلَا مُبَدِّلَ لِكَلِمٰتِ اللّٰهِۚ وَلَقَدْ جَاۤءَكَ مِنْ نَّبَإِ۟ى الْمُرْسَلِيْنَ


Artinya: “Sungguh rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan, lalu mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. Tidak ada yang dapat mengubah kalimāt Allah. Sungguh, telah datang kepadamu sebagian berita rasul-rasul itu.”


Selain itu, ada sejumlah ayat lain yang menjelaskan hal serupa seperti pada Surat Al-Ahqaf ayat 35, Ath-Thur ayat 48, Hud ayat 12, Al-Fath ayat 3, Ash-Shaffat ayat 171-173, Al-Qamar ayat 45, dan Ali Imran ayat 12.


2. Melatih hati Rasulullah

Dengan diturunkannya Al-Qur`an secara bertahap bisa melatih kelembutan dan keteguhan hati Rasulullah agar bisa 'satu frekuensi' dengan Al-Qur'an. Sebagaimana diketahui Al-Qur'an adalah mu'jizat agung yang mengandung kekuatan yang sangat dahsyat sebagaimana ditegaskan dalam Surat Al-Muzammil ayat 5:


اِنَّا سَنُلْقِيْ عَلَيْكَ قَوْلًا ثَقِيْلًا


Artinya: “Sesungguhnya Kami akan menurunkan perkataan yang berat kepadamu.”


Energi hebat dalam Al-Qur'an itu disebutkan dalam Surat Al-Hasyr ayat 21:


لَوْ اَنْزَلْنَا هٰذَا الْقُرْاٰنَ عَلٰى جَبَلٍ لَّرَاَيْتَهٗ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ


Artinya: “Seandainya Kami turunkan Al-Qur’an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah karena takut kepada Allah.”


Selain itu, Sayyidah Aisyah menggambarkan kondisi Rasulullah saat menerima wahyu dengan kondisi cuaca yang sangat dingin sampai Rasulullah mengucurkan keringat dari dahinya. Dengan demikian, diturunkannya Al-Qur'an secara bertahap bisa membuat Rasulullah semakin terbiasa dengan 'energi' Al-Qur'an.


3. Menerapkan syariat Islam secara perlahan

Sebagaimana diketahui, untuk mengubah keyakinan dan tatanan kehidupan masyarakat Arab yang saat itu berada dalam kehidupan jahiliyah, Rasulullah melakukan dakwah Islam secara perlahan.


Salah satu contohnya dalam hal minuman keras (khamr), Rasulullah tidak melarang sekaligus melainkan secara bertahap sesuai dengan turunnya wahyu. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Al-Qur'an Surat An-Nahl ayat 67:


وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ


Artinya: “Dari buah kurma dan anggur, kamu membuat minuman yang memabukkan dan rezeki yang baik. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.”


Beberapa saat kemudian turun wahyu berikutnya yang menjelaskan bahwa dalam khamr lebih banyak madlaratnya daripada manfaatnya, Allah berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 219:


يَسْـَٔلُوْنَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِۗ قُلْ فِيْهِمَآ اِثْمٌ كَبِيْرٌ وَّمَنَافِعُ لِلنَّاسِۖ وَاِثْمُهُمَآ اَكْبَرُ مِنْ نَّفْعِهِمَاۗ وَيَسْـَٔلُوْنَكَ مَاذَا يُنْفِقُوْنَ ەۗ قُلِ الْعَفْوَۗ  كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمُ الْاٰيٰتِ لَعَلَّكُمْ تَتَفَكَّرُوْنَۙ


Artinya: “Mereka bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang khamar dan judi. Katakanlah, ‘Pada keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia. (Akan tetapi,) dosa keduanya lebih besar daripada manfaatnya.’ Mereka (juga) bertanya kepadamu (tentang) apa yang mereka infakkan. Katakanlah, ‘(Yang diinfakkan adalah) kelebihan (dari apa yang diperlukan).’ Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar kamu berpikir.”


Tahap berikutnya turun wahyu yang melarang khamr, namun larangan itu hanya ketika melaksanakan shalat, sebagaimana tercantum dalam Surat An-Nisa ayat 43:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَقْرَبُوا الصَّلٰوةَ وَاَنْتُمْ سُكٰرٰى حَتّٰى تَعْلَمُوْا مَا تَقُوْلُوْنَ 


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah mendekati shalat, sedangkan kamu dalam keadaan mabuk sampai kamu sadar akan apa yang kamu ucapkan.”


Pada tahap berikutnya baru ada ketegasan tentang larangan khamr, sebagaimana termaktub dalam Surat Al-Ma'idah ayat 90-91:


يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالْاَنْصَابُ وَالْاَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطٰنِ فَاجْتَنِبُوْهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ، اِنَّمَا يُرِيْدُ الشَّيْطٰنُ اَنْ يُّوْقِعَ بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاۤءَ فِى الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ وَعَنِ الصَّلٰوةِ فَهَلْ اَنْتُمْ مُّنْتَهُوْنَ.


Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji (dan) termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah (perbuatan-perbuatan) itu agar kamu beruntung (90).


Sesungguhnya setan hanya bermaksud menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu melalui minuman keras dan judi serta (bermaksud) menghalangi kamu dari mengingat Allah dan (melaksanakan) salat, maka tidakkah kamu mau berhenti?” (91).


Dengan diturunkannya Al-Qur'an secara bertahap ajaran-ajaran Islam bisa diterima oleh masyarakat Arab. Pola dakwah secara perlahan ini juga ditiru oleh Wali Songo saat menyebarkan agama Islam di Nusantara, khususnya Jawa.


4. Memudahkan hafalan

Dengan diturunkannya Al-Qur`an secara bertahap memudahkan sahabat Nabi untuk menghafal, memahami dan menghayati Al-Qur'an. Sebagaimana diketahui, saat itu masyarakat Arab lebih banyak mengarahkan perhatiannya pada hafalan daripada menulis dan membaca sehingga banyak melahirkan hafizh-hafizhah. Allah berfirman dalam Surat Al-Jumu'ah ayat 2:


هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍۙ


Artinya: “Dialah yang mengutus seorang Rasul (Nabi Muhammad) kepada kaum yang buta huruf dari (kalangan) mereka sendiri, yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, menyucikan (jiwa) mereka, serta mengajarkan kepada mereka Kitab (Al-Qur’an) dan Hikmah (Sunah), meskipun sebelumnya mereka benar-benar dalam kesesatan yang nyata.”


Dengan demikian, diturunkannya Al-Qur'an secara berangsur-angsur bisa memudahkan dan meringankan hafalan umat Islam.


5. Sesuai dengan konteks 

Ketika terjadi kesalahan yang dilakukan oleh umat Islam atau menemukan kasus baru yang belum ditemukan jalan keluarnya, Allah langsung menurunkan firman-Nya untuk meluruskan sesuai konteks peristiwa tersebut sehingga umat Islam dapat mengambil pelajaran secara praktis.


Misalnya saat terjadi perang Hunain, umat Islam saat itu merasa sombong dan merasa akan menang mengingat pasukannya lebih banyak dari musuh. Tapi kenyataan berbicara lain, pasukan muslim kalah di awal pertempuran, seolah jumlah yang banyak sama sekali tidak berguna. Dalam kondisi ini Allah langsung menurunkan firman-Nya: 


لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللّٰهُ فِيْ مَوَاطِنَ كَثِيْرَةٍۙ وَّيَوْمَ حُنَيْنٍۙ اِذْ اَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْـًٔا وَّضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الْاَرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُّدْبِرِيْنَۚ 


Artinya: “Sungguh, Allah benar-benar telah menolong kamu (orang-orang mukmin) di medan peperangan yang banyak dan pada hari (perang) Hunain ketika banyaknya jumlahmu menakjubkanmu (sehingga membuatmu lengah). Maka, jumlah kamu yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun dan bumi yang luas itu terasa sempit bagimu kemudian kamu lari berbalik ke belakang (bercerai-berai).” (At-Taubah ayat 25).


Kasus lain adalah teguran Allah soal harta rampasan pada perang Badar sebagaimana tercantum pada Surat Al-Anfal ayat 67:


مَاكَانَ لِنَبِيٍّ اَنْ يَّكُوْنَ لَهٗٓ اَسْرٰى حَتّٰى يُثْخِنَ فِى الْاَرْضِۗ تُرِيْدُوْنَ عَرَضَ الدُّنْيَاۖ وَاللّٰهُ يُرِيْدُ الْاٰخِرَةَۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌحَكِيْمٌ


Artinya: “Tidaklah (sepatutnya) bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum dia dapat melumpuhkan musuhnya di bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.”


6. Petunjuk bahwa Al-Qur`an adalah kalam Ilahi

Al-Qur`an diturunkan secara bertahap menjadi salah satu petunjuk bahwa kitab suci tersebut merupakan wahyu Allah, bukan karangan Nabi Muhammad. Turunnya secara bertahap, namun satu sama lain saling berkaitan. Allah berfirman dalam Surat An-Nisa ayat 82:


وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللّٰهِ لَوَجَدُوْا فِيْهِ اخْتِلَافًا كَثِيْرًا


Artinya: “Seandainya (Al-Qur’an) itu tidak datang dari sisi Allah, tentulah mereka menemukan banyak pertentangan di dalamnya.”


Syekh Abdul Azhim Az-Zarqani dalam Kitab Manahilul Irfan mengungkapkan bahwa ia membaca Al-Qur`an dari awal hingga khatam. Menurutnya, rangkaian kata-kata Al-Qur`an begitu teratur, susunan bahasanya begitu kuat, saling berhubungan satu sama lain baik surat, ayat dan juga seluruh isinya, huruf dan kalimatnya tersusun secara sistematis. Mulai dari huruf alif hingga ya mengandung “darah mu`jizat” yang menjadi satu gumpalan tak terpisahkan. Allah berfirman dalam Surat Hud ayat 1:


كِتٰبٌ اُحْكِمَتْ اٰيٰتُهٗ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَّدُنْ حَكِيْمٍ خَبِيْرٍۙ


Artinya: “(Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya telah disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci (dan diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Maha bijaksana lagi Maha teliti.” Wallahu a’lam.


Ustadz Aiz Luthfi, Redaktur NU Online