Ilmu Hadits

10 Hal yang Harus Diketahui tentang Ilmu Living Hadits

Sen, 8 Januari 2024 | 05:00 WIB

10 Hal yang Harus Diketahui tentang Ilmu Living Hadits

Ilustrasi kitab-kitab hadits. (Foto: NU Online/Freepik)

Ilmu Living Hadis dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mengkaji tentang gejala-gejala al-Quran dan hadits di tengah kehidupan umat manusia. (Ahmad‘Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-hadits: Ontologi, Epistemologi, dan Aksiologi, 1st ed. Ciputat: Maktabah Darus-Sunnah, 2019, h. 29).

 

Kajian living hadits tergolong baru dan cukup eksklusif sebab ia lebih dekat kepada praktik penelitian yang cenderung antropologis di kampus-kampus yang mengkaji bidang keislaman. Untuk mengetahui seluk beluk ilmu living hadits, ada sepuluh hal mendasar (mabadi ‘asyrah) yang harus diketahui.

 

Mabadi’ ‘Asyrah sendiri adalah sebagaimana diungkapkan oleh Muhammad bin ‘Ali Shabban dalam bait syairnya:

 

إِنَّ مَبادِئ كُلِّ ... فَنٍّ عَشَرَه ... الحَدُّ وَالموضُوعُ ثُمَّ الثَّمَرَه
وَنِسْبَةٌ وَفَضْلُهُ وَالوَاضِعْ ... وَالاِسْمُ الِاسْتِمْدَادُ حُكْمُ الشَّارِعْ
مَسَائِلٌ والبَعْضُ بِالبَعْضِ اكْتَفَى ... وَمَنْ دَرَى الجَمِيعَ حَازَ الشَّرَفَا

 

Artinya, “Sesungguhnya dasar setiap ilmu itu ada 10 yaitu Al-Hadd (definisi), Al-Maudhu’ (ruang lingkup bahasan), Ats-Tsamrah (manfaat ilmu), 

 

Nisbah (hubungan ilmu tersebut dengan ilmu lainnya), Fadhl (keutamaan ilmu), Wadhi’ (peletak dasar ilmu), Ism (nama ilmu), Al-Istimdad (sumber pengambilan ilmu), Hukmusy Syari’ (hukum mempelajari ilmu tersebut berdasarkan kacamata syariat),

 

dan Masail (persoalan yang dibahas oleh ilmu tersebut). Sebagian mabadi’ menjadi cukup dengan sebagian yang lain. Siapa yang yang menguasai dan memahami semua dasar pokok tersebut, maka akan mendapat kemuliaan.” (Ahmad ibn ’Umar Al-Hazimi, Fath Rabb Al-Bariyyah, [Mekkah: Maktabah al-Asadi, 2010], h. 3).

 

Merujuk kepada bait-bait tersebut, berikut adalah 10 dasar ilmu (mabadi` ‘asyrah) ilmu living hadits yang perlu diketahui orang-orang yang mempelajarinya, yaitu:

 

1. Definisi (hadd)

Definisi ilmu living hadits telah disebutkan di awal tulisan ini, namun Ahmad Ubaydi Hasbillah dalam bukunya Ilmu Living Quran-Hadis menyebutkan definisi lain, yaitu ilmu tentang  hadits-hadits yang hidup atau ilmu tentang menghidupkan hadis, baik secara material natural, praktikal personal, maupun praktikal-komunal. 

 

Artinya, ilmu living hadits mengkaji secara praktis bagaimana budaya dan kebiasaan di sekitar kita, atau bahkan peristiwa dan fenomena yang terjadi sebab adanya unsur hadits Nabi di dalamnya. Misal saja tradisi khitan perempuan yang mengakar di tengah masyarakat dan ternyata ia bersumber dari salah satu hadits.

 

2. Objek Kajian (maudhu’)

Objek kajian ilmu living hadits adalah ungkapan hadits yang berasal dari luar kitab-kitab hadits atau suatu gejala sosial budaya yang diinisiasi oleh hadits-hadist Nabi sebagai landasan.

 

3. Produk Keilmuan (tsamrah)
Produk dari ilmu living hadits yaitu pengetahuan tentang keragaman pengamalan hadits di tengah masyarakat dan pergeserannya dari masa ke masa. Seorang peneliti living hadits dapat mengetahui otoritas hadits pada suatu tradisi di tengah masyarakat.

 

4. Nisbat terhadap keilmuan lain (nisbah)

Ilmu living hadits termasuk ke dalam rumpun ilmu hadits layaknya ilmu mushthalah hadits, ilmu kritik hadits, ilmu matan hadits, ilmu syarah hadits dan lain sebagainya. living hadits juga digolongkan ke dalam ilmu kajian hadits non-teks dan non-naskah dan cenderung dibahas melalui kegiatan empiris, bukan normatif.

 

5. Keutamaan (fadhl)

Salah satu keistimewaan ilmu hadits adalah kemampuannya mengetahui bahwa suatu tradisi atau perilaku manusia memiliki nalar syariat, nalar keagamaan, sebagaimana uraian Ahmad Ubaydi Hasbillah. 
Pengetahuan ini sangat berguna untuk para dai atau sosiolog dan antropolog muslim yang menggeluti fenomena dan tradisi yang berkembang di tengah masyarakat muslim.

 

6. Pencetusnya (wadhi’)

Ilmu living hadits secara praktiknya dicetuskan oleh para para pendakwah Islam. Akan tetapi dalam tataran ilmiah, Malik bin Anas dapat disebut sebagai yang pertama mencetuskan ilmu living hadits dengan konsep unggulannya yaitu amal ahli madinah, di mana praktik masyarakat sangat didasarkan atas sabda-sabda Nabi, sehingga ‘amal ahli Madinah disebut sebagai hadits yang hidup. 

 

7. Nama ilmu (ism)

Ilmu ini bernama Ilmu Living Hadits, sebagaimana ditetapkan sebagai nama disiplin ilmu oleh para akademisi Al-Quran dan hadits di Universitas Islam Negeri Yogyakarta pada tahun 2005.

 

8. Sumber Pengetahuan (istimdad)

Sumber ilmu living hadits berasal dari gejala sosial layaknya tradisi, budaya, dan amalan kaum muslimin yang dipraktikkan dan terlihat perwujudannya. Praktiknya adalah dengan melakukan penelitian lapangan dan mencermati bagaimana tradisi di tengah masyarakat dibangun berlandaskan sabda Nabi.

 

9. Hukum mempelajarinya (hukmuhu)

Hukum mempelajari ilmu living hadits adalah fardu kifayah, sebagaimana dikutip dari Ilmu Living Hadis karya Ahmad Ubaydi Hasbillah. Alasannya adalah di saat dalam suatu wilayah yang diisi kaum muslimin tidak ada yang menguasai keilmuan tentang living hadits, atau konsep yang serupa dengan ilmu ini, maka  hadits tidak dapat diamalkan menjadi tradisi, sedangkan menjalankan kehidupan sesuai tuntutan sabda Nabi adalah bagian dari ketaatan kepada Nabi saw.

 

10. Kasus-kasus yang dapat dikaji (masa`iluhu)

Secara general persoalan yang dapat dikaji dan dibahas dalam ilmu living hadits adalah eksistensi hadits sebagai landasan dan motivasi dari budaya, tradisi dan amalan yang hidup di tengah masyarakat muslim. 
Dengan melacak persoalan seperti ini maka dapat terbukti bahwa hadits menjadi otoritas pada di tengah kehidupan kaum muslimin.

 

Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences