Ilmu Hadits

Kajian Hadits: Join Live Cek Khadam Tidak Diterima Shalatnya 40 Malam?

Rabu, 3 Juli 2024 | 20:00 WIB

Kajian Hadits: Join Live Cek Khadam Tidak Diterima Shalatnya 40 Malam?

Kajian Hadits tentang join live cek khadam (freepik).

Ramai di media sosial live streaming atau siaran langsung yang menyediakan jasa cek khadam gratis dengan hanya mengetik nama saja di kolom komentar. Sontak fenomena ini menjadi tren dan respons orang-orang pun beragam. Ada yang menanggapinya secara serius, ada pula yang menganggapnya sebatas keasyikan belaka atau momen pemilik akun untuk meraup banyak follower di media sosial.
 

Cek khadam melalui siarang langsung di media sosial yang diminati banyak orang memang selaras dengan karakter masyarakat Indonesia yang percaya pada hal-hal mistis. Kepercayaan mistis yang paling umum dan berkembang di Indonesia mencakup dukun, penerawang, benda keramat, mitos, dan ritual. 
 

Kepercayaan-kepercayaan yang disebutkan dapat terus bertahan karena penyebarannya yang bersifat menjaring dari orang ke orang. Terlebih lagi kini ada media sosial yang dapat menjadi sarana untuk menyebarkan informasi-informasi yang bersifat mistis. (Felicia Justine, dkk, Budaya Mengaitkan Berbagai Peristiwa dengan Hal Mistis oleh Masyarakat Indonesia, [Jurnal Kewarganegaraan, 2021], halaman 604).
 

Dengan media sosial sebagai sarana penyebaran informasi yang berbau mistis, tidak heran apabila sebagian content creator membuat konten yang memuat unsur-unsur mistis seperti cerita mistis, terawang hal-hal gaib hingga cek khadam sebagaimana ramai saat ini.
 

Di antara respons-respons masyarakat terhadap live cek khadam yang beredar di media sosial, terdapat respons yang mengatakan bahwa mengikuti siaran langsung cek khadam di media sosial menyebabkan shalat tidak diterima selama 40 malam, hingga akibatnya adalah masuk neraka Jahanam.
 

Respons di atas sangat tajam dan juga menakutkan. Terlebih apabila tidak disertai penjelasan yang detail. Pasalnya, tidak setiap orang yang mengikuti siaran langsung cek khadam memercayainya. Boleh jadi tayangan tersebut sekadar hiburan dan iseng-iseng saja.
 

Pada hakikatnya, respons tersebut bersumber dari  hadits Rasulullah saw yaitu:
 

من أتى عرافا فسأله عن شيء لم تقبل له صلاة أربعين ليلة
 

Artinya, “Siapa pun yang mendatangi peramal dan menanyakan sesuatu kepadanya maka shalatnya tidak diterima selama 40 malam.” (HR Muslim).
 

Riwayat Muslim di atas menegaskan secara gamblang bahwa mendatangi peramal dan bertanya kepadanya terkait sesuatu maka shalatnya tidak diterima, baik jawaban yang diberikannya dipercaya atau tidak. 
 

Meskipun demikian, kita mesti mencari riwayat serupa yang lebih detail. Ahmad bin Hanbal meriwayatkan hadits tersebut dalam Musnad-nya dengan tambahan keterangan ‘dan memercayainya’. Teksnya sebagai berikut:
 

من أتى عرافا فصدقه بما يقول لم يقبل له صلاة أربعين يوما
 

Artinya, “Siapa pun yang mendatangi peramal untuk menanyakannya tentang sesuatu, lalu dia memercayainya, maka shalatnya tidak diterima selama empat puluh hari.” (HR Ahmad).
 

Dengan adanya riwayat Ahmad, maka sudah tentu alasan shalat tidak diterima ketika mendatangi peramal adalah karena memercayainya. Kemudian pada riwayat lain yang substansinya serupa, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak meriwayatkan:
 

مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ كَاهِنًا فَصَدَّقَهُ فِيمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
 

Artinya, “Siapa pun yang mendatangi peramal atau dukun, lalu memercayai apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw.” (HR Al-Hakim).
 

Berdasarkan hadits di atas, Al-Munawi menjelaskan bahwa orang yang mendatangi dukun dan peramal lalu memercayainya, maka ia tetap diwajibkan shalat tanpa terkecuali. Meskipun kewajiban shalat lima waktu dilaksanakan, dirinya tidak mendapatkan pahala atau lebih tegas lagi shalatnya tidak diterima di sisi Allah. (Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Beirut,Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1994], jilid III, halaman 56).
 

Menurut An-Nawawi, tidak diterimanya shalat dalam konteks hadits di atas berarti tidak ada pahala dalam shalat yang dilaksanakannya, meskipun shalat tersebut cukup untuk menggugurkan kewajiban dan tidak perlu diulang di kemudian hari. (An-Nawawi, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj, [Beirut, Dar Ihya' At-Turats Al-Arabi: 1392], jilid XIV, halaman 227).
 

Berbeda dengan kalangan Khawarij yang memandang bahwa seseorang yang mendatangi peramal atau dukun lalu memercayainya maka kafir keluar dari Islam, menurut para ulama, yang dimaksud adalah kufur nikmat (Al-Munawi, VI/24).
 

Selanjutnya, dukun atau peramal yang dimaksud dalam hadits adalah mereka yang mengklaim memiliki koneksi dengan jin, memiliki kemampuan mengetahui di mana letak barang yang dicuri dengan ilmu gaib, hingga mengaku mengetahui peristiwa atau kejadian yang akan terjadi di masa depan. (Ibnu Ruslan, Syarh Sunan Abi Dawud, [Mesir, Darul Falah: 2016], jilid V, halaman 155).
 

Dengan demikian apabila realita yang terjadi dalam konteks siaran langsung cek khadam bukan dilakukan oleh seorang dukun atau peramal, melainkan seseorang yang hanya memanfaatkan momen untuk sebuah keviralan, tampaknya hukuman dalam hadits ini bukan ditujukan kepada mereka.
 

Selain itu, apabila seseorang mengikuti siaran langsung cek khadam mengetikkan namanya di kolom komentar belum tentu dia memercayainya, sehingga justifikasi shalat tidak diterima selama 40 hari tidak perlu disematkan padanya.
 

Alasannya, orang yang mengikuti tren ini tanpa keyakinan mistis, alias memiliki motif seperti sekadar hiburan, penasaran, atau bahkan menguji kebenaran maka tidak termasuk golongan yang disebut dalam hadits sebagai ‘Orang yang mendatangi peramal atau dukun’. Al-Mula Al-Qari menegaskan:
 

فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ، أَيْ عَلَى وَجْهِ التَّصْدِيقِ بِخِلَافِ مَنْ سَأَلَهُ عَلَى وَجْهِ الِاسْتِهْزَاءِ أَوِ التَّكْذِيبِ، وَأُطْلِقَ مُبَالِغَةً فِي التَّنْفِيرِ عَنْهُ، وَالْجُمْلَةُ احْتِرَازٌ عَمَّنْ أَتَاهُ لِحَاجَةٍ أُخْرَى
 

Artinya, “Teks hadits ‘Lalu menanyakan sesuatu kepada dukun/peramal', yaitu dengan maksud memercayai, berbeda dengan orang yang menanyakan dengan maksud mengejek atau tidak percaya. Kalimat ini digunakan untuk memberikan peringatan keras agar menjauhi hal tersebut dan juga pengecualian bagi orang yang mendatanginya untuk keperluan lain." (Al-Mula al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarhu Misykatil Mashabih, [Beirut, Darul Fikr: 2002], jilid VII, halaman 2905).
 

Meski orang yang mengikuti siaran langsung cek khadam tanpa meyakininya tidak termasuk golongan yang shalatnya tidak diterima, tetap saja menghabiskan waktu untuk menontonnya hendaknya tidak dilakukan. Selain menghabiskan waktu, tampaknya tren mistifikasi dalam media sosial tidak lain tujuannya hanya sebatas mencari follower. Wallahu a’lam.


Ustadz Amien Nurhakim, Musyrif PP Darussunnah Jakarta