Ilmu Hadits

Kajian Hadits Menghormati Tetangga dalam Pandangan Islam

Sel, 9 Januari 2024 | 15:00 WIB

Kajian Hadits Menghormati Tetangga dalam Pandangan Islam

Ilustrasi tetangga. (Foto: NU Online/Freepik)

Islam memerintahkan keseimbangan hubungan seorang muslim, antara dirinya dengan Allah Swt dan juga dengan manusia. Salah satu hubungan dengan manusia yang harus dijaga adalah dengan para tetangga. Allah ta’ala berfirman di dalam Al-Quran surah An-Nisa’ayat 36:

 

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ

 

Artinya: “Beribadahlah kepada Allah dan janganlah menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Berbuat baiklah terhadap orang tua, kerabat dekat, anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat...” 

 

Terkait ayat ini, Syekh Wahbah az-Zuhaili menyebutkan yang dimaksud dengan tetangga dekat adalah orang yang dekat dengan kita baik secara tempat, nasab, atau agama. 

 

Sedangkan tetangga jauh adalah orang yang jauh tempat tinggalnya dengan kita atau orang yang tidak memiliki nasab dengan kita atau bukan termasuk keluarga (Wahbah az-Zuhaili, At-Tafsir Al-Munir, [Beirut: Darul Fikr, t.t.], jilid V, hal. 65). 

 

Berdasarkan penafsiran tersebut, dapat diketahui bahwa perintah berbuat baik kepada tetangga yang dimaksud dalam ayat yang dibaca tadi ialah kepada tetangga yang ada di sekitar rumah.

 

Rasulullah saw adalah orang yang sangat memuliakan tetangga sekaligus menganjurkan umatnya untuk menjaga keharmonisan hubungan dengan tetangga. Berikut adalah hadits-hadits terkait dengan sikap menghormati tetangga:

 

1. Wasiat Jibril

 

عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا زَالَ يُوصِينِي جِبْرِيلُ بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ. رواه البخاري

 

Artinya:  “Dari Aisyah ra, dari Nabi saw, Nabi bersabda, ‘Jibril terus mewasiatkanku perihal tetangga. Hingga aku menyangka bahwa tetangga akan menjadi ahli waris’.” (HR. Al-Bukhari).

 

Hadits di atas menjelaskan Nabi Muhammad Saw sering diberi wasiat oleh Jibril soal berhubungan baik dan membangun keharmonisan dengan tetangga. Seringnya wasiat Jibril membuat Nabi saw menganggap tetangga adalah seorang ahli waris sebagaimana sanak saudara yang sedarah dan satu nasab keluarga. (Ibnu Hajar Al-’Atsqallani, Fathul Bari [Beirut: Dar al-Fikr, t.t.], juz 10, halaman 441).

 

2. Larangan menyakiti tetangga

Islam melarang perbuatan yang dapat menyakiti dan mengganggu kenyamanan tetangga. Melakukan perbuatan yang demikian adalah tanda tidak sempurnanya iman. Rasulullah saw pernah bersabda:

 

وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بوَائِقَهُ

 

Artinya:  “Demi Allah, tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya, demi Allah tidak sempurna imannya. Rasulullah saw ditanya ‘Siapa yang tidak sempurna imannya wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Seseorang yang tetangganya tidak merasa aman atas kejahatannya’.” (HR Al-Bukhari).

 

Hadits di atas statusnya adalah muttafaq ‘alaih, atau diriwayatkan dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim sebagaimana disebutkan dalam al-Kȃsyif ‘an Haqȃiq al-Sunan. (Al-Husain ibn ’Abdillah Al-Thibbi, Al-Kasyif ’an Haqaiq Al-Sunan [Riyadh: Maktabah al-Mukarramah, 1997], jilid X, halaman 3182).

 

Kemudian, maksud dari menjaga rasa nyaman tetangga dari sikap kita adalah sebagaimana dideskripsikan oleh Ibnu Abi Jamrah yang dikutip penjelasannya oleh Ibnu Hajar dalam kitab Fathul Bari:

 

حفظ الجار من كمال الإيمان، وكان أهل الجاهلية يحافظون عليه، ويحصل امتثال الوصية به بإيصال ضروب الإحسان إليه بحسب الطاقة كالهدية، والسلام، وطلاقة الوجه عند لقائه، وتفقد حاله، ومعاونته فيما يحتاج إليه إلى غير ذلك. وكف أسباب الأذى عنه على اختلاف أنواعه حسية كانت أو معنوية.

 

Artinya:  “Menjaga [hubungan dengan] tetangga bagian dari kesempurnaan iman. Orang-orang di masa Jahiliyah menjaga tradisi tersebut, dan melaksanakan wasiat dengan memberi bagian keuntungan miliknya sesuai kemampuan. Praktiknya seperti memberi hadiah, mengucap salam, menemui mereka dengan wajah yang berseri, menolong mereka ketika butuh pertolongan, menghindari perilaku yang menyebabkan mereka tersakiti, baik secara fisik maupun non-fisik.” (Ibnu Hajar, Fathul Bari, jilid X, hal. 442).

 

Selanjutnya, makna dari ketidaksempurnaan atau ketiadaan iman bagi orang yang menyakiti tetangga merupakan bentuk mubalaghah atau ungkapan berlebih yang mengekspresikan larangan menyakiti atau mengganggu tetangga.

 

Ibnu Abi Jamrah berpendapat realitanya kadang ada perbedaan sikap ketika menghadapi tetangga yang baik dan tetangga yang memiliki perangai buruk.

 

Adapun pesan universal dalam hadits, menurutnya, harus diterapkan pada setiap jenis tetangga, baik tetangga yang baik akhlaknya maupun yang buruk perilakunya.Pesan-pesan tersebut di antaranya adalah berbuat kebaikan, memberi nasihat dengan baik, berdoa supaya diberi hidayah, tidak mencederai kecuali dalam posisi terdesak, baik dengan ucapan ataupun perkataan. (Ibnu Hajar, Fathul Bari, jilid X, hal. 442).

 

3. Balasan menyakiti tetangganya

Sebagaimana Nabi memberi label kurangnya iman terhadap orang yang mengganggu tetangganya, Nabi juga pernah ditanya soal dua orang, yang satu suka mengganggu tetangganya, dan satunya lagi tidak pernah menyakiti siapapun.

 

Kemudian Nabi memberi respons bahwa orang yang menyakiti tetangganya bisa masuk neraka, sedangkan yang tidak pernah menyakiti siapapun maka tempatnya di surga. Beliau bersabda:

 

عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ: قِيْلَ لِرَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: إِنَّ فُلاَنَةَ تُصَلِّي اللَّيْلَ وَتَصُومُ النَّهَارَ وَفِي لِسَانُهَا شَيْءٌ يُؤْذِي جِيرَانَهَا سَلِيطَةٌ قَالَ: لاَ خَيْرَ فِيهَا هِيَ فِي النَّارِ وَقِيلَ لَهُ: إِنَّ فُلاَنَةَ تُصَلِّي الْمَكْتُوبَةَ وَتَصُومُ رَمَضَانَ وَتَتَصَدَّقُ بِالأَثْوَارِ وَلَيْسَ لَهَا شَيْءٌ غَيْرُهُ وَلاَ تُؤْذِي أَحَدًا قَالَ: هِيَ فِي الْجَنَّةِ. رواه الحاكم.

 

Artinya:  “Dari Abu Hurairah ra berkata, ‘Disampaikan pada Rasulullah saw., ‘Wahai Rasulullah saw, Fulanah selalu salat malam dan puasa di siang harinya. Tetapi, ia sering mencela tetangganya.’ Rasulullah saw bersabda, ‘Ia tidak baik, ia masuk neraka.’ Disampaikan pada Rasulullah saw bahwa Fulanah hanya melaksanakan shalat wajib, puasa Ramadhan, dan bersedekah hanya secuil keju. Akan tetapi ia tidak pernah menyakiti seorang pun.’ Rasulullah saw bersabda, “Ia masuk surga.” (HR Al-Hakim)

 

4. Tetangga terdekat didahulukan

Saat ingin menjalin hubungan yang harmonis dengan tetangga, maka tidak perlu menunggu mereka berbuat baik. Perbuatan baik dapat dimulai dari diri sendiri. Misalnya dengan memberikan sesuatu kepada tetangga.

 

Memberi hadiah kepada tetangga tidak selalu harus kepada semuanya apabila sesuatu yang akan kita berikan tidak banyak. Rasulullah saw menyebut cukup tetangga terdekat saja:

 

عن عائشة، قالت: قلت يا رسول الله، إن لي جارين، فإلى أيهما أهدي؟ قال: إلى أقربهما منك بابا

 

Artinya:  “Dari Aisyah, ‘Aku bertanya, wahai Rasulullah saw, sesungguhnya aku punya dua tetangga, maka kepada siapa aku memberikan hadiah?’, Rasulullah saw menjawab, ‘Kepada yang lebih dekat dengan rumahmu’.” (HR Al-Bukhari).

 

Hadits di atas berkaitan juga dengan kasus menjual tanah dalam akad syuf’ah, tetangga yang dekat adalah yang lebih didahulukan untuk ditawarkan

 

عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه و سلم قال من كانت له أرض فأراد بيعها فليعرضها على جاره

 

Artinya:  “Dari Ibnu ‘Abbas, dari Nabi Saw beliau bersabda, ‘Siapa pun yang memiliki tanah, ia ingin menjualnya, maka hendaknya tawarkan dulu tetangganya’.” (HR Ibnu Majah).

 

Dua hadits di atas berisi anjuran Nabi untuk mendahulukan tetangga dekat dibanding tetangga jauh dalam beberapa urusan seperti akad syuf’ah, memberi makanan, memberi hadiah dan semacamnya. 

 

Mengutip dari kitab Syarhul Qashtallani ‘ala Shahih al-Bukhari, hikmah mengapa tetangga dekat lebih didahulukan adalah karena kita lebih mengetahui keadaan mereka, dan mereka juga yang kerap membantu saat kita dalam kesulitan (Al-Qashthallani, Irsyadus Sari Syarh Shahih al-Bukhari, [Mesir: al-Mathba’ah al-Kubra al-Amiriyah, t.t.], jilid IV, halaman 125).

 

Demikianlah hadits-hadits terkait memuliakan tetangga, semoga kita semua dapat mengikuti pesan dan mengamalkan sunnah Nabi dalam berbuat baik kepada mereka.

 

Amien Nurhakim, Musyrif Darus-Sunnah International Institute for Hadith Sciences