Tasawuf/Akhlak

Sejumlah Hak Bertetangga dalam Islam

Sen, 29 Agustus 2022 | 18:00 WIB

Sejumlah Hak Bertetangga dalam Islam

Hak bertetangga tersebut dalam berbagai litarur kitab-kitab agama. Pemenuhan hak bertetangga ini menjamin kehidupan yang harmonis.

Agama Islam sangat menjunjung tinggi budi pekerti yang luhur, termasuk dalam kehidupan bertetangga. Bahkan dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad Saw menegaskan bahwa beliau diutus semata-mata untuk menyempurnakan akhlak (HR. Imam Malik dalam kitab al-Muwatha).


Allah memuji Nabi di dalam al-Qur’an dengan sebutan penyandang perilaku yang agung. Allah berfirman:


وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ


Artinya, “Sungguh engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung” (Surat Al-Qalam ayat 4).


Islam mengajarkan akhlak dalam berbagai dimensi sosial, di antaranya berkaitan dengan hak bertetangga. Nabi Muhammad Saw bersabda:


مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ


Artinya, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka muliakanlah tetangganya,” (HR al-Bukhari dan Muslim).


Dalam riwayat lain disebutkan:


مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ باللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلا يُؤذِى جَارَهُ


Artinya, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka janganlah menyakiti tetangganya,” (HR. Muslim).


Dua hadits di atas memuat perintah memuliakan tetangga dan larangan menyakitinya. Dalam riwayat lain memakai redaksi:


فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ


Artinya, “Maka berbuat baiklah kepada tetangganya.”


Kombinasi tiga hadits tersebut menurut Syekh al-Qadli Iyadl bin Musa mengisyaratkan betapa hak bertetangga sangat dijunjung tinggi dan semestinya dijaga oleh orang beriman yang berpegang teguh terhadap syariat Islam. Al-Qadli Iyadl berkata:


مَعْنَى ذَلِكَ أَنَّ مَنِ الْتَزَمَ شَرَائِعَ الْإِسْلَامِ لَزِمَهُ إِكْرَامُ جَارِهِ وَبِرُّهُ وَأَمَر أَهْلَ الْإِيْمَانِ بِذَلِكَ وَكُلُّ ذَلِكَ تَعْرِيفٌ بِحَقِّ الْجَارِ وَحَضٌّ عَلَى حِفْظِهِ وَقَدْ أَوْصَى اللهُ تَعَالَى بِالْإِحْسَانِ إِلَيْهِ فِي كِتَابِهِ الْعَزِيزِ


Artinya, “Makna dari semua itu adalah bahwa orang yang menetapi syariat-syariat Islam semestinya memuliakan dan berbuat baiki kepada tetangganya. Nabi memerintah orang beriman untuk hal tersebut. Keseluruhannya mengenalkan terhadap hak bertetangga dan dorongan untuk menjaganya. Allah memberi wasiat untuk berbuat baik kepada tetangga dalam kitabNya yang agung,” (Syekh al-Qadli Iyadl bin Musa, Ikmal al-Mu’lim bi Fawaidi Muslim, juz I, halaman 284).


Imam al-Ghazali menegaskan bahwa Nabi mengklasifikasi hak bertetangga menjadi tiga golongan. Pertama, tetangga yang memiliki tiga hak, yaitu tetangga muslim yang memiliki hubungan kerabat, ia wajib dipenuhi haknya karena hubungan kekerabatan, persaudaraan Islam dan status bertetangga. Kedua, tetangga yang memiliki dua hak, yaitu tetangga muslim non kerabat, ia dipenuhi haknya sebagai muslim dan tetangga. Ketiga, tetangga yang memiliki satu hak, yaitu tetangga non muslim, ia wajib dipenuhi hak bertetangganya (al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, juz II, halaman 212).


Pengklasifikasian itu mengisyaratkan bahwa bertetangga menuntut hak di luar persaudaraan Islam, karena tetangga nonmuslim juga wajib dipenuhi haknya. Tetangga muslim berhak mendapat hak bertetangga dan tambahan atas nama persaudaraan Islam.


Hak bertetangga yang diperintah Islam untuk dipenuhi adalah mencegah dari segala hal yang dapat menyakitinya, berkorban menanggung cobaannya, bersifat ramah dan memberinya kebaikan dan kebajikan.


Al-Imam al-Ghazali menegaskan:


وَاعْلَمْ أَنَّهُ لَيْسَ حَقُّ الْجِوَارِ كَفَّ الْأَذَى فَقَطْ بَلْ احْتِمَالَ الْأَذَى فَإِنَّ الْجَارَ أَيْضاً قَدْ كَفَّ أَذَاهُ فَلَيْسَ فِيْ ذَلِكَ قَضَاءُ حَقٍّ وَلَا يَكْفِي احْتِمَالُ الْأَذَى بَلْ لَابُدَّ مِنَ الرِّفْقِ وَإِسْدَاءِ الْخَيْرِ وَالْمَعْرُوْفِ


Artinya, “Ketahuilah bahwa hak bertetangga tidak terbatas mencegah hal-hal yang menyakiti, namun juga menanggung penderitaannya, karena terkadang tetangga juga sudah berusaha mencegahnya, sehingga belum terpenuhi haknya. Tidak pula cukup menanggung penderitaan, namun juga harus bersikap ramah dan mendatangkan kebaikan”. (al-Ghazali, Ihya Ulum al-Din, juz II, hal.213).


Salah satu contoh sikap menjaga hak bertetangga adalah memulai menegurnya dengan ucapan salam, menjenguknya saat sakit, melayatnya saat tertimpa musibah, memberinya ucapan selamat saat mendapat keberuntungan, membantunya saat mengalami kesulitan, menutupi aibnya, mengampuni kesalahannya, berbagi, tidak mempersempit atau menutup jalan menuju rumahnya, tidak mengintipnya, tidak mencari-cari kesalahannya, menjaga kehormatan tetangga dan perempuan yang ada dalam naungannya, tidak mengganggu istirahatnya, tidak banyak kepo tentang urusannya dan perbuatan lain yang sekiranya dapat memastikan kenyamanan tetangga.


Demikian penjelasan mengenai hak bertetangga dalam pandangan Islam. Semoga bermanfaat.


Ustadz Mohammad Mubasysyarum Bih, Wakil Ketua LBM PWNU Jawa Barat dan Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran, Geyongan, Arjawinangun, Cirebon, Jawa Barat.