Kepedulian Rakyat terhadap Penegakan Hukum, Kajian Hadits Agama adalah Nasihat
Sabtu, 14 September 2024 | 20:15 WIB
Muhammad Zainul Millah
Kolomnis
Kemerdekaan menyampaikan pendapat dalam bentuk unjuk rasa atau demonstrasi telah dijamin oleh Konstitusi, tepatnya pada Pasal 28 UUD 1945. Selain itu juga diatur dalam UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Beberapa waktu lalu situasi perpolitikan di Indonesia cukup menghangat, setelah Badan Legislasi (baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI memutuskan hal yang berbeda dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024.
Aksi protes atas putusan tersebut dilakukan melalui media sosial, dengan tersebarnya gambar garuda berlatar warna biru dengan tulisan "Peringatan Darurat". Selain itu, ribuan mahasiswa juga menggelar demo di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Aksi demo ini menambah deretan aksi demo menolak dominasi pemerintah yang terlalu berlebihan. Sebelumnya, sudah ada beberapa aksi demo yang dilakukan, mulai dari demo Pemilu 2019, demo tolak RUU KUHP, tolak RUU KPK, tolak RUU Cipta Kerja dan demo tolak Presiden 3 periode.
Dalam pandangan Islam, aksi demonstrasi merupakan hak dan kebebasan dalam bernegara. Rakyat berhak menyampaikan pendapatnya selama sesuai dengan batas-batas syariah dan moral. Aksi demonstrasi merupakan wadah untuk menyerukan kebaikan dan melaksanakan amar ma'ruf nahi munkar. Syekh Wahbah Az-Zuhaili menjelaskan:
لِكُلِّ إِنْسَانٍ الْحَقُّ فِي الدَّعْوَةِ بِالحِكْمَةِ إِلَى الْخَيْرِ وَالْأَمْرِ بِالْمَعْرُوْفِ وَالنَّهْيِ عَنِ الْمُنْكَرِ وَلَهُ أَنْ يَشْتَرِكَ مَعَ غَيْرِهِ مِنَ الْأَفْرَادِ وَالْجَمَاعَاتِ فِي مُمَارَسَةِ هَذَا الْحَقِّ وَالدِّفَاعِ عَنْهُ لِصَالِحِ الْمُجْتَمَعِ وَخَيْرِهِ
Artinya, “Setiap manusia berhak menyerukan kebaikan dengan hikmah, melakukan amar ma’ruf nahi munkar, serta berhak ikut serta bersama individu dan kelompok lain dalam melaksanakan dan memperjuangkan hak tersebut demi kemaslahatan dan kebaikan masyarakat.” (Al-Fiqhul Islami wa Adillatuhu, [Beirut, Darul Fikr: 2002], juz VIII, halaman 548).
Demonstrasi merupakan wujud kepedulian rakyat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Terlepas dari pro dan kontra yang ada, aksi demonstrasi menunjukkan bahwa masyarakat masih memiliki kepedulian terhadap bangsanya dengan menyampaikan kritik melalui aksinya.
Dalam salah satu hadits riwayat Tamim bin Aus Ad-Dari disebutkan bahwa pokok agama adalah nasihat kepada Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, dan juga kepada para pemimpin dan rakyat secara umum.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ
Artinya, “Nabi Muhammad saw bersabda: "Agama itu nasihat." Kami berkata: "Bagi siapa?" Nabi berkata: "Bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para pemimpin umat Islam, dan bagi orang-orang muslim secara umum.” (HR Muslim).
Menurut Syekh An-Nawawi, nasihat kepada para pemimpin diwujudkan dengan taat kepada pemerintah, mengingatkan kesalahan mereka dengan santun dan sesuai batas agama, serta tidak melakukan tindakan makar dengan menentang pemerintah.
وَأَمَّا النَّصِيْحَةُ لِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِيْنَ فَمُعَاوَنَتُهُمْ عَلَى الْحَقِّ وَطَاعَتُهُمْ فِيْهِ وَأَمْرُهُمْ بِهِ وَتَنْبِيْهُهُمُ وَتَذْكِيْرُهُمْ بِرِفْقٍ وَلُطْفٍ وَإِعْلَامُهُمْ بِمَا غَفَلُوا عَنْهُ وَلَمْ يَبْلُغْهُمْ مِنْ حُقُوْقِ الْمُسْلِمِيْنَ وَتَرْكُ الْخُرُوْجِ عَلَيْهِمْ وَتَأَلُّفُ قُلُوْبِ النَّاسِ لِطَاعَتِهِمْ
Artinya, “Adapun nasihat kepada para pemimpin kaum muslimin adalah dengan membantu mereka dalam kebenaran, menaati mereka dalam kebenaran, memerintahkan mereka untuk melakukan kebenaran, mengingatkan mereka dengan lembut dan santun, memberitahukan mereka tentang apa yang mereka lupakan dari kebenaran, dan yang belum sampai kepada mereka mengenai hak-hak kaum muslimin, menahan diri untuk tidak melakukan pemberontakan terhadap mereka, dan meluluhkan hati masyarakat agar menaati mereka.” (Syarah An-Nawawi ‘ala Muslim, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2017], juz I, halaman 33).
Nasihat kepada orang lain termasuk kepada pemerintah dengan menunjukkan kebenaran dan mengingatkan kesalahan adalah kewajiban bagi setiap muslim. Diam dari memberikan nasihat merupakan bentuk musibah lisan, karena orang telah diam dari menyampaikan kewajibannya.
Muhammad Al-Khadimi menyampaikan, di antara keburukan lisan ada dalam hal diam, seperti meninggalkan amar ma’ruf nahi munkar dan meninggalkan nasihat. Menurutnya nasihat itu wajib apabila seseorang yakin bahwa nasihat itu bermanfaat. (Al-Buraiqah Al-Mahmudiyah, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2011], juz IV, halaman 394).
Meski demikian, praktik demonstrasi sebagai bentuk nasihat juga harus memperhatikan norma-norma agama, jangan sampai tindakan yang semestinya dalam rangka mencegah kemunkaran, justru memuculkan kemunkaran lain yang lebih besar. (Khathib As-Syirbini, Mughnil Muhtaj, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2018], juz IV, halaman 243).
Menurut Imam Al-Ghazali, amar ma’ruf nahi munkar memiliki empat tingkatan:
- memberi tahu,
- menasehati,
- berkata kasar, dan
- bertindak keras.
Dari empat tahapan ini, yang dapat dilakukan kepada pemerintah adalah dua tahapan pertama, yaitu memberi tahu dan menasehati.
Untuk tahapan ke-4, yakni bertindak keras, hukumnya tidak diperbolehkan, karena tindakan kekerasan kepada pemerintah akan menimbulkan gejolak fitnah yang besar, dan tentu akan berdampak buruk melebihi dampak buruk dari kesalahan pemerintah.
Sedangkan untuk tahap ke-3, yakni berkata kasar, hukumnya dirinci sesuai dampak yang ditimbulkan. Jika dampaknya melebar kepada orang lain, maka hukumnya tidak diperbolehkan. Sedangkan jika dampaknya hanya kepada diri sendiri, maka hukumnya diperbolehkan bahkan dianjurkan.
وَالْجَائِزُ مِنْ جُمْلَةِ ذَلِكَ مَعَ السَّلَاطِيْنِ الرُّتْبَتَانِ الْأُوْلَيَانِ وَهُمَا التَّعْرِيْفُ وَالْوَعْظُ وَأَمَّا الْمَنْعُ بِالْقَهْرِ فَلَيْسِ ذَلِكَ لِآحَادِ الرَّعِيَّةِ مَعَ السُّلْطَانِ فَإِنَّ ذَلِكَ يُحَرِّكُ الْفِتْنَةَ وَيُهَيِّجُ الشَّرَّ وَيَكُوْنُ مَا يَتَوَلَّدُ مِنْهُ مِنَ الْمَحْذُوْرِ أَكْثَرَ وَأَمَّا التَّخْشِيْنُ فِي الْقَوْلِ كَقَوْلِهِ يَا ظَالِمُ يَا مَنْ لَا يَخَافُ اللهَ وَمَا يَجْرِي مَجْرَاهُ فَذَلِكَ إِنْ كَانَ يُحَرِّكُ فِتْنَةً يَتَعَدَّى شَرُّهَا إِلَى غَيْرِهِ لَمْ يَجُزْ وَإِنْ كَانَ لَا يَخَافُ إِلَّا عَلَى نَفْسِهِ فَهُوَ جَائِزٌ بَلْ مَنْدُوْبٌ إِلَيْهِ
Artinya, “ Yang boleh dilakukan kepada pemerintah dari empat tingkatan amar ma’ruf nahi munkar adalah dua tingkatan pertama, yaitu memberi tahu dan menasehati. Adapun mencegah dengan paksaan, itu bukan untuk rakyat kepada pemerintah, karena akan menimbulkan fitnah dan berdampak buruk, serta resiko yang diakibatkan akan lebih besar.
Adapun berkata kasar, seperti hai orang zalim, hai orang yang tidak bertakwa kepada Allah, dan semisalnya, maka jika dapat menimbulkan fitnah yang keburukannya berdampak kepada orang lain, maka tidak diperbolehkan. Dan jika ia hanya mengkhawatirkan dirinya sendiri maka ucapan kasar itu diperbolehkan dan bahkan dianjurkan.” (Ihya’ Ulumiddin, [Semarang, Thaha Putra: t.t.], juz II, halaman 337).
Demikian penjelasan tentang urgensi kepedulian rakyat terhadap penegakan hukum di Indonesia. Kepedulian rakyat yang diwujudkan dalam aksi unjuk rasa dan lainnya merupakan bentuk kepekaan dan nasihat rakyat kepada pemimpinnya yang diwajibkan dalam Islam.
Meski demikian, dalam penerapannya tentu harus memperhatikan norma-norma agama dan hukum positif negara, agar niat baik dari aksi demonstrasi dapat tersampaikan, serta tidak menimbulkan dampak yang lebih buruk. Wallahu a’lam.
Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pengasuh Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua