M. Tatam Wijaya
Kolomnis
Di antara ketentuan rujuk adalah istri yang dirujuk masih berada dalam masa iddah talak raj‘i—yakni talak satu atau talak dua—bukan dari talak ba’in, baik bain sugra maupun bain kubra.
Karena itu, tidak sah rujuk setelah habis masa iddah sebab sudah bain sugra. Jika suami tetap ingin kembali kepada istrinya, maka ia harus melakukan akad baru, sebagaimana akad perkawinan pada umumnya.
وإذا طلق امرأته واحدة أو اثنتين فله مراجعتها ما لم تنقض عدتها فإن انقضت عدتها حل له نكاحها بعقد جديد
Artinya, “Jika seorang suami menalak istrinya dengan talak satu atau talak dua, maka ia berhak rujuk kepadanya selama masa iddahnya belum habis. Jika masa iddah telah habis maka sang suami boleh menikahinya dengan akad yang baru.” (Lihat: Abu Syuja, al-Ghayah wa al-Taqrib, Alamul-Kutub, tt., hal. 33).
Begitu pula jika talak yang dijatuhkan adalah talak tiga atau talak ba’in kubra. Walaupun masa iddah belum habis, maka sang suami tidak bisa langsung rujuk atau menikah dengannya kecuali setelah terpenuhi lima persyaratan.
فإن طلقها ثلاثا لم تحل له إلا بعد وجود خمس شرائط انقضاء عدتها منه وتزويجها بغيره ودخوله بها وإصابتها وبينونتها منه وانقضاء عدتها منه
Artinya, “Jika sang suami telah menalaknya dengan talak tiga, maka tidak boleh baginya (rujuk/nikah) kecuali setelah ada lima syarat: (1) sang istri sudah habis masa iddahnya darinya, (2) sang istri harus dinikah lebih dulu oleh laki-laki lain (muhallil), (3) si istri pernah bersenggama dan muhallil benar-benar penetrasi kepadanya, (4) si istri sudah berstatus talak ba’in dari muhallil, (5) masa iddah si istri dari muhallil telah habis,” (Lihat: Abu Syuja: 33).
Seperti halnya istri yang ditalak ba’in, istri yang ditalak dengan talak fasakh dan istri yang ditalak khulu‘ pun tidak bisa dirujuk. Sehingga sang suami yang ingin kembali kepadanya harus melakukan akad baru. Begitu pula yang ditalak tetapi belum pernah dicampuri, juga tidak bisa rujuk sebab ia tidak memiliki masa iddah.
Ketentuan lainnya, ungkapan yang dipergunakan untuk rujuk bisa ungkapan sharih (jelas dan tegas) atau ungkapan kinayah (sindiran) disertai dengan niat. Contoh ungkapan sharih, “Aku rujuk kepadamu,” atau “Engkau sudah dirujuk,” atau “Aku mengembalikanmu kepada pernikahanku.” Sedangkan ungkapan kinayah contohnya “Aku kawin lagi denganmu,” atau “Aku menikahimu lagi.”
Lebih lanjut, Syekh Ibrahim mempersyaratkan agar ungkapan rujuk di atas tidak diikuti dengan ta’liq atau batas waktu tertentu. Seperti ungkapan, “Aku rujuk kepadamu jika engkau mau,” meskipun istrinya menjawab, “Aku mau.” Atau ungkapan, “Aku rujuk kepadamu selama satu bulan.”
Kemudian, rujuk tidak cukup dilakukan dengan niat saja tanpa diucapkan. Pun tidak cukup hanya dilakukan dengan tindakan semata, seperti dengan hubungan badan suami-istri. Tetaplah harus diucapkan, bahkan sunnahnya, di hadapan dua saksi.
Tujuannya agar terhindar dari fitnah dan keluar dari wilayah perdebatan orang yang mewajibkannya. Kemudian, rujuk juga boleh dilakukan tanpa kerelaan istri. Namun demikian, perlu dipertimbangkan, mengingat salah satu tujuan pernikahan adalah mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan bersama. Jika kerelaan istri diabaikan, bukan mustahil tujuan itu tidak akan tercapai walaupun sudah rujuk.
Dari ulasan di atas, kiranya dapat ditarik poin-poin penting mengenai rujuk sebagai berikut:
1. Istri yang dirujuk masih dalam masa iddah talak raj’i, yakni setelah ditalak satu atau dua.
2. Istri yang sudah habis iddah dari talak raj’i alias sudah talak bain sugra tidak bisa dirujuk. Rujuknya harus dengan akad dan mahar baru.
3. Istri yang sudah talak talak tiga atau bain kubra, maka tidak bisa dirujuk kecuali istrinya sudah dinikahi laki-laki lain, kemudian berpisah dan habis masa iddahnya.
4. Istri yang ditalak fasakh dan ditalak khulu‘ juga tidak bisa dirujuk kecuali dengan akad baru dan mahar baru.
5. Pun tidak bisa dirujuk istri yang ditalak tetapi belum pernah dicampuri. Alasannya, ia tidak memiliki masa iddah.
6. Rujuk bisa dilakukan dengan redaksi sharih atau juga kinayah yang disertai dengan niat.
7. Contoh redaksi sharih “Aku rujuk kepadamu,” atau “Engkau sudah dirujuk.”
8. Contoh redaksi kinayah, “Aku kawin lagi denganmu,” atau “Aku menikahimu lagi.”
9. Rujuk tidak cukup dilakukan dengan niat saja tanpa diikrarkan.
10. Rujuk juga tidak cukup dengan tindakan, seperti memeluk istri atau berhubungan badan.
11. Sunnahnya, rujuk dilakukan di hadapan dua saksi. Tujuannya menghindari fitnah dan keluar dari perdebatan ulama yang mewajibkannya.
12. Rujuk sah dilakukan walaupun tanpa kerelaan istri yang dirujuk. Kendati demikian, kerelaannya tidak bisa diabaikan mengingat tujuan rujuk adalah memperbaiki ikatan pernikahan.
13. Di antara manfaat rujuk ialah memberi kesempatan bagi suami-istri untuk memperbaiki biduk rumah tangga yang sudah retak.
14. Manfaat lainnya ialah menghemat biaya akad dan mahar baru, serta biaya sidang ke Pengadilan Agama jika ingin menikah resmi dan mendapat akta dan surat nikah baru.
15. Manfaat berikutnya ialah terselamatkannya hubungan keluarga dan pengasuhan anak.
Demikian yang harus diperhatikan saat suami akan rujuk dengan istrinya. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
Ustadz M. Tatam Wijaya, Penyuluh dan Petugas KUA Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.
Terpopuler
1
PBNU Tunjuk Ali Masykur Musa Jadi Ketua Pelaksana Kongres JATMAN 2024
2
Ulama Sufi Dunia Syekh Muhammad Hisham Kabbani Wafat dalam Usia 79 Tahun
3
GP Ansor DIY Angkat Penjual Es Teh Sunhaji Jadi Anggota Kehormatan Banser
4
Ricuh Aksi Free West Papua, PWNU DIY Imbau Nahdliyin Tetap Tenang dan Tak Terprovokasi
5
Khutbah Jumat: Meraih Keselamatan Akhirat dengan Meninggalkan 6 Perkara
6
GP Ansor Jatim Ingin Berangkatkan Umrah Bapak Penjual Es Teh yang Viral dalam Pengajian Gus Miftah
Terkini
Lihat Semua