Nikah/Keluarga

Mendidik Anak via Dialog ala Sayidina Luqman al-Hakim (1)

Senin, 7 Maret 2022 | 18:00 WIB

Mendidik Anak via Dialog ala Sayidina Luqman al-Hakim (1)

Sungguh dialog yang sarat akan nasihat. Mencakup segala aspek, mulai dari aspek tauhid, ibadah, muamalah, dan akhlak. Disampaikan dengan bahasa yang mudah dicerna, runut, dan menarik simpati anak.

Masih banyak orang tua atau pendidik yang beranggapan bahwa dialog dengan anak hanya menyia-nyiakan waktu. Mereka berpikir lebih baik anak dibiarkan bermain sendiri  dengan mainan atau game kesukaannya daripada diajak dialog, terlebih dalam situasi kehidupan yang semakin sibuk seperti sekarang ini. 


Padahal sejatinya, dialog dengan anak memiliki urgensi dan manfaat yang luar biasa. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Dr. Ghadah Hasyad salah seorang konsultan pendidikan dan keluarga asal Mesir dalam bukunya (Lihat: al-Hiwâr ma’a al-Abnâ’ ‘Ilâj li Kulli Da’, [‘Ashir al-Kutub, Tahun 2021], halaman 97-98). Di antaranya adalah:  


Membangun simpati anak terhadap pendidik sekaligus merekatkan hubungan di antara keduanya;

 
  • Meningkatkan daya pikir anak;
 
  • Merangsang dan menumbuhkan kemampuan intelektual anak;
 
  • Meningkatkan pemerolehan bahasa dan pengetahuan anak;
 
  • Mengajari anak untuk  menghormati pendapat yang berbeda dan menghindari sikap fanatis berlebihan atas pendapat sendiri;
 
  • Mengenali potensi, keunggulan, dan kecenderungan anak, sehingga lebih mudah diarahkan;
 
  • Mengenalkan nilai-nilai moral pada anak;
 
  • Meluruskan keyakinan-keyakinannya dan memprogram kepribadiannya; 
 
  • Mengidentifikasi masalah yang dialami anak; 
 
  • Memberi perhatian dan kasih sayang pada anak, sehingga kondisi psikologisnya tetap terjaga dengan baik hingga dewasa.   


Lebih lanjut, Ghadah Hasyad mengemukakan, sesungguhnya mendidik anak dengan metode dialog sudah jauh-jauh hari diajarkan oleh Al-Quran. Di antaranya yang  pernah dilakukan oleh Sayidina Luqman al-Hakim terhadap putranya. Sekadar informasi, Sayidina Luqman al-Hakim adalah keponakan Nabi Ayub as. Berasal dari negeri Sudan yang merupakan negeri kenabian kala itu. Beliau hidup di sana dan pernah berguru kepada Nabi Dawud a.s. Darinya Sayidina Luqman menimba ilmu dan dikaruniai hikmah oleh Allah. (Ghadah Hasyad, 2021 M: 190).


Namun, Sayyidina Luqman bukan seorang nabi, sebagaimana sabda Nabi saw., “Luqman bukan seorang nabi, tetapi hamba yang banyak merenung, kuat keyakinannya, sangat cinta dan dicintai Allah, serta dikaruniai hikmah, hingga ia menjadi seorang yang bijaksana di tengah Bani Israil.” 


Lantas dialog seperti apa yang membawa kepada kesuksesan Sayyidina Luqman dalam mendidik anaknya? Tentu saja bukan sekadar dialog biasa yang hanya berisi perintah dan nasihat kosong, melainkan dialog yang dibarengi dengan hati yang tulus dan takut kepada Allah, penuh keteladanan dan rasa tanggung jawab terhadap amanah, sarat akan cinta dan kasih sayang, mengerti akan situasi, kemampuan, dan psikologis anak, menggunakan bahasa yang sederhana, lemah lembut, dan mengundang simpati anak, ditambah konsep dialog yang mengedepankan konsep kesetaraan pada anak, sehingga anak lebih terbuka untuk menerima apa yang disampaikan. Mungkin itu pula yang berhasil mengharumkan dan mengabadikan namanya sebagai salah satu surah dalam Al-Quran.   


Berikut ini marilah kita simak dengan seksama ayat-ayat yang menggambarkan jalannya dialog antara Sayidina Luqman al-Hakim dengan putranya saat menyampaikan nasihat, sebagaimana terekam  dalam surah Luqman ayat 12-19:   


Allah berfirman:


Sungguh, Kami benar-benar telah memberikan hikmah kepada Luqman, yaitu, “Bersyukurlah kepada Allah! Siapa yang bersyukur, sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri. Siapa yang kufur (tidak bersyukur), sesungguhnya Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji.” 


(Ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, saat dia menasihatinya, “Wahai anakku, janganlah mempersekutukan Allah! Sesungguhnya menyekutukan (Allah) itu benar-benar kezaliman yang besar.”  


Kami mewasiatkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah dan menyapihnya dalam dua tahun. (Wasiat Kami,) “Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.” Hanya kepada-Ku (kamu) kembali. 


Jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan-Ku dengan sesuatu yang engkau tidak punya ilmu tentang itu, janganlah patuhi keduanya, (tetapi) pergaulilah keduanya di dunia dengan baik dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku. Kemudian, hanya kepada-Ku kamu kembali, lalu Aku beri tahukan kepadamu apa yang biasa kamu kerjakan. 


(Luqman berkata,) “Wahai anakku, sesungguhnya jika ada (suatu perbuatan) seberat biji sawi dan berada dalam batu, di langit, atau di bumi, niscaya Allah akan menghadirkannya (untuk diberi balasan). Sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Mahateliti. 


Wahai anakku, tegakkanlah salat dan suruhlah (manusia) berbuat yang ma'ruf dan cegahlah (mereka) dari yang mungkar serta bersabarlah terhadap apa yang menimpamu. Sungguh yang demikian itu termasuk urusan yang (harus) diutamakan. 


Janganlah memalingkan wajahmu dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi sangat membanggakan diri. 


Berlakulah wajar dalam berjalan dan lembutkanlah suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai,” (Surat Luqman ayat 12-19).


Setelah memperhatikan serangkaian ayat di atas, dapat disarikan bahwa poin-poin nasihat yang disampaikan Sayidina Luqman al-Hakim terhadap putranya adalah: {1) menjaga diri agar tidak pernah menyekutukan Allah, (2) berbakti kepada orang tua, (3) memelihara dan menjaga hak-hak Allah, 4) mendirikan shalat, (5) memerintah kepada yang ma'ruf dan melarang kepada yang mungkar, (6) bersabar dan bersikap baik dalam berinteraksi dengan sesama, (7) tidak sikap sombong dan tidak merugikan orang lain, (8) selalu sikap tawadhu’, (9) memperhatikan etika berbicara.  


Sungguh dialog yang sarat akan nasihat. Mencakup segala aspek, mulai dari aspek tauhid, ibadah, muamalah, dan akhlak. Disampaikan dengan bahasa yang mudah dicerna, runut, dan menarik simpati anak. Mendahulukan aspek yang lebih prioritas sesuai dengan etika seorang ayah yang layak diteladani sang anak. 


Ustadz M. Tatam Wijaya, alumnus PP Raudhatul Hafizhiyyah Sukaraja-Sukabumi, Pengasuh Majelis Taklim “Syubbanul Muttaqin” Sukanagara-Cianjur, Jawa Barat.