Ramadhan

Haid saat Puasa, Bagaimana Ketentuan Qadhanya?

Jum, 22 Maret 2024 | 04:00 WIB

Haid saat Puasa, Bagaimana Ketentuan Qadhanya?

Ilustrasi haid saat puasa dan ketentuan qadhanya. (Freepik).

Wanita memiliki organ produksi berupa sel telur atau ovarium. Dalam siklus waktu tertentu, apabila sel telur tidak dibuahi maka akan berubah secara fisiologi menjadi darah yang bernama haid atau menstruasi.
 

Namun, tidak semua darah yang keluar dari rahim wanita disebut sebagai haid. Definisi haid adalah darah yang keluar dari rahim seorang wanita dalam keadaan sehat, tidak lantaran melahirkan atau sakit dalam siklus tertentu.
 

5 Warna Darah Haid

Dari segi warnanya, menurut fiqih Islam setidaknya terdapat lima warna. Urut berdasarkan pada kekuatannya yaitu: 

  1. hitam, 
  2. merah, 
  3. kuning, 
  4. abu, dan 
  5. keruh.

Dalam fiqih Islam, pembahasan seputar haid dikatakan urgen, sebab ketika seorang wanita mengalami haid akan banyak sekali peribadatan yang diharamkan. Termasuk ibadah puasa. 
 

Wanita Haid Haram Berpuasa

Keharaman puasa bagi wanita haid berdasarkan pada hadits riwayat Sayyidah Aisyah:
 

كنا نحيض على عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم ثم نطهر، فيأمرنا بقضاء الصيام ولا يأمرنا بقضاء الصلاة 
 

Artinya, “Kami haid di masa Rasulullah saw kemudian suci. Lalu beliau memerintahkan kami untuk mengqadha puasa, tidak memerintahkan kami mengqadha shalat.” (HR At-Tirmidzi).
 

Ketentuan Qadha Puasa bagi Wanita Haid

Faktanya, mengqadha puasa bagi wanita cukup kompleks, bergantung pada masa haid. Jika selama bertahun-tahun seorang wanita memiliki kebiasaan siklus haid yang sama, maka dia cukup mengqadha puasa selama dia haid. Akan tetapi, jika berbeda dengan kebiasaan siklus haidnya, harus ada perhitungan tersendiri.
 

Gambarannya, semisal seorang wanita pada tanggal satu Ramadhan mengalami haid saat pukul 03.00. Kemudian berhenti darah pada tanggal delapan Ramadhan pukul 03.00. Lalu darah keluar kembali pada tanggal 10 Ramadhan pukul 03.00. Dalam kasus ini tanggal delapan sampai sembilan gugur puasanya sebab masih dalam waktu maksimal haid, yakni 15 hari. Begitu seterusnya dengan acuan perhitungan haid terbanyak atau lima belas hari.
 

Pelaksanaan qadha atas puasa karena haid dapat dilaksanakan setelah tuntasnya pendarahan, seperti yang dikatakan Syekh Nawawi Al-Bantani:
 

ومن مبطلات الصوم الحيض والنفاس ويجب عليهما القضاء بعد انقضاء الدم
 

Artinya, “Termasuk hal yang membatalkan puasa adalah haid dan nifas. Wanita yang mengalami hadi dan nifas wajib mengqadha puasa setelah tuntasnya darah.” (Nawawi Al-Jawi, Nihayatuz Zain, halaman 188).
 

Andaikata haid terjadi pada saat pertengahan puasa, maka wajib langsung meninggalkan puasa menurut pendapat shahih.
 

وإذا بلغت المرأة سن الحيض، فرأت دما، لزمها ترك الصوم والصلاة والوطء بمجرد رؤية الدم على الصحيح
 

Artinya, “Ketika seorang wanita telah mencapai masa haid, kemudian melihat saat darah keluar, maka wajib meninggalkan puasa, sholat, bersenggama lantaran baru saja melihat darah menurut pendapat yang shahih “. (Abu Zakaria Muhyiddin An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Al-Maktab Al Islamy: 1991], juz II, halaman 142).  
 

Namun jika sebaliknya, wanita yang mulanya haid kemudian suci setelah terbit fajar, maka disunahkan untuk menghindari hal-hal yang membatalkan puasanya kendatipun puasa tersebut tetap terhitung batal. (Dariyah Athiyah, Fiqhul Ibadat di Madzhabis Syafi'i, juz II, halaman 34).
 

Sekian, gambaran umum bagi wanita haid saat menghadapi puasa. Wallahu a'lam.


Ustadz Shofi Mustajibullah, Alumni Az-Zahirul Falah Ploso, Mahasiswa Pesantren Kampus Ainul Yaqin Malang