Shalawat/Wirid

Asal-Usul Shalawat Ibrahimiyah

Rab, 28 Oktober 2020 | 09:00 WIB

Asal-Usul Shalawat Ibrahimiyah

Minimal 5 kali dalam sehari semalam umat Islam membaca shalawat Ibrahimiyah, yaitu di setiap melaksanakan shalat, tepatnya ketika tahiyat akhir.

Shalawat Ibrahimiyah adalah salah satu shalawat paling populer bagi umat Islam. Bagi Muslim yang taat, shalawat ini pasti sangat akrab dalam ibadah kesehariannya. Bunyi shalawat ini adalah sebagai berikut:
 

اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ و بَارِكْ عَلٰى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلٰى سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلٰى اٰلِ سَيِّدِنَا إِبْرَاهِيْمَ فِيْ الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ


Artinya: “Ya Allah, limpahkanlah rahmat kepada Nabi Muhammad dan kepada keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan rahmat kepada Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Ibrahim. Limpahkan pula keberkahan bagi Nabi Muhammad dan bagi keluarga Nabi Muhammad, sebagaimana telah Engkau limpahkan keberkahan bagi Nabi Ibrahim dan bagi keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya di alam semesta Engkau Maha Terpuji dan Maha Agung.”


Minimal 5 kali dalam sehari semalam umat Islam membaca shalawat Ibrahimiyah, yaitu di setiap melaksanakan shalat, tepatnya ketika tahiyat akhir. Shalawat ini juga banyak disampaikan oleh para ahli, baik lewat lisan maupun tulisan. Namun mereka lebih banyak menekankan pada aspek lafal dan keuatamaan membacanya.


Ternyata shalawat yang sangat fenomenal di tengah kaum Muslimin ini memiliki sejarah yang semestinya diketahui oleh setiap Muslim. Barangkali selama ini hanya menghafal dan melantunkan di setiap shalat dan dalam waktu-waktu tertentu. Tidak pernah terbesit mengapa nama Rasulullah Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam bersanding dengan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam, tidak nabi-nabi yang lain.


Terkait dengan hal ini, Syekh Nawawi dalam Murah Labib-Tafsir an-Nawawi menjelaskan, ada empat hal yang menjadi alasan mengapa Nabi Muhammad bersanding dengan Nabi Ibrahim;


أن ابراهيم دعا لمحمد بهذه الدعوة فأجرى الله ذكر إبراهيم على ألسنة أمة محمد إلى يوم القيامة أداء عن حق واجب على محمد لإبراهيم

الثاني أن إبراهيم سأل ربه بقوله واجعل لي لسان صدق في الأخرين أي ابق لي ثناء حسنا في أمة محمد صلى الله عليه وسلم فأجابه الله تعالى فقرن بين ذكرهما إبقاء للثناء الحسن على إبراهيم في أمة محمد صلى الله عليه وسلم 

ألثالث أن ابراهيم كان أبا الملة ومحمدا كان أبا الرحمة وجب لكل واحد منهما حق الأبوة من وجه قرن بين ذكرهما في باب الثناء والصلاة

ألرابعة أن إبراهيم منادي الشريعة في الحج ومحمدا كان منادي الإيمان فجمع الله تعالى بينهما في الذكر الجميل


Pertama, sesungguhnya Nabi Ibrahim alaihissalam berdoa teruntuk Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam dengan doa ini (shalawat Ibrahimiyah). Karena hal inilah Allah menggerakkan lisan umat Nabi Muhammad senantiasa menyebut nama Nabi Ibrahim sebagai bentuk balasan kebaikan teruntuk Nabi Ibrahim.


Kedua, Nabi Ibrahim pernah berdoa “Ya Allah jadikanlah untukku sebutan yang baik pada umat terakhir, yakni dari umat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wasallam.” Dan Allah mengabulkan doa tersebut, sehingga menyambung penyebutan Nabi Muhammad dan Nabi Ibrahim sebagai pujian yang baik dari umat Nabi Muhammad untuk Nabi Ibrahim.


Ketiga, sesungguhnya Nabi Ibrahim adalah bapak dari aspek agama (abu millah), sedangkan Nabi Muhammad adalah bapak dari aspek rahmat (abu rahmah). Maka wajib bagi setiap Muslim menjadikan mereka sebagai sifat bapak, dan menyebutnya secara bersama dalam setiap pujian dan shalat.


Keempat, Nabi Ibrahim mengajak umat melaksanakan ibadah haji, sedangkan Nabi Muhammad mengajak kepada iman. Maka Allah mengumpulkan keduanya dalam sebutan yang baik. (Syekh Nawawi, Murah Labid-Tafsir an-Nawawi, Surabaya: Darul Ilmi, hal. 35)


Empat alasan sebagaimana dijelaskan Syekh Nawawi menunjukkan adanya kedekatan secara  batin antara Nabi Ibrahim dengan Nabi Muhammad. Logis sekali karena Nabi Muhammad merupakan keturunan Nabi Ibrahim dari garis Sayyid Abdullah hingga Nabi Ismail ‘alaihissalam. 


Contoh lain persambungan antara Nabi Muhammad dengan Nabi Ibrahim adalah berlakunya sebagian syariat Nabi Ibrahim bagi umat Nabi Muhammad. Penjelasan ini dapat dilihat dalam tafsir an-Nawawi ayat 124 surah al-Baqarah:


وَإِذِ ابْتَلَى إِبْرَاهِيمَ رَبُّهُ بِكَلِمَاتٍ فَأَتَمَّهُنَّ (١٢٤)


“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan larangan), lalu Ibrahim menunaikannya” (QS Al-Baqarah[2]: 142).


Ibn Abbas mendefinisikan kata بِكَلِمَاتٍ (beberapa kalimat),


وهي عشر خصال كانت فرضا في شرعه وهي سنة في شرعنا


Yaitu 10 hal yang merupakan kewajiban bagi syariat Nabi Ibrahim, dan sunnah bagi syariat kita (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam). Sepuluh hal tersebut dibagi atas dua yaitu lima terdapat di kepada dan lima lainnya di badan. 


Lima di kepala meliputi; berkumur, menghirup air ke hidung, memakai siwak, mencukur jenggot, dan mencukur rambut kepala. Lima di badan meliputi; khitan (sunat), mencukur rambut kemaluan, mencabut bulu ketiak, memotong kuku,  dan cebok menggunakan air. (Syekh Nawawi, Murah Labid-Tafsir an-Nawawi, Surabaya: Darul Ilmi, hal. 33)


Disebutkan dalam kisah lain gambaran kekaguman Nabi Ibrahim kepada umat Nabi Muhammad. Syekh Nawawi dalam karyanya Qami’ at-Tughyan, menyebutkan


وكان يكنى أبا الضيفان وأراد أن يجعل لأمة محمد صلى الله عليه وسلم ضيافة إلى يوم القيامة 


Nabi Ibrahim ‘alaihissalam memiliki satu keinginan yaitu menjamu umat Nabi Muhammad shallAllahu ‘alaihi wasallam (menjadikannya tamu) hingga hari kiamat. (lihat: syekh Muhammad Nawawi Bin Umar, Qami’ at-Tughyan, Indonesia: Haramain, hal. 22).


Kekaguman Nabi Ibrahim terhadap Nabi Muhammad dan umatnya menjadikannya banyak memohon kepada Allah agar dapat memperoleh keutamaan dari nabi dan umat terakhir. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa Nabi Ibrahim selalu membaca shalawat Ibrahimiyah untuk Nabi Muhammad. Beliau juga memohon agar namanya tetap disebut oleh umat Nabi Muhammad hingga kiamat. Bahkan keinginannya menjamu umat Nabi Muhammad hingga hari kiamat pun dikabulkan oleh Allah.


Wallahu a’lam bish shawab.


Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta