Sirah Nabawiyah

3 Fondasi Rasulullah Bangun Madinah sebagai Negara Berdaulat

Jumat, 18 Oktober 2024 | 08:00 WIB

3 Fondasi Rasulullah Bangun Madinah sebagai Negara Berdaulat

Pondasi Rasulullah saw dalam membangun Negara Madinah (freepik).

Nabi Muhammad saw merupakan seorang nabi dan rasul terakhir yang diutus oleh Allah swt. Sepanjang hidupnya telah memberikan banyak nilai-nilai kehidupan dan senantiasa bermanfaat sepanjang zaman. Mulai dari dasar-dasar keagamaan, sosial, politik, ekonomi dan lain sebagainya, beliau memberikan contoh yang nyata dan dapat diterapkan dalam lintas zaman.
 

Salah satunya adalah menyusun strategi membangun masyarakat Islam sebelum dan setelah hijrah. Sebelum hijrah, Nabi Muhammad saw mulai meletakkan pondasi pembangunan masyarakat Islam, dengan adanya Bai’at Aqabah pertama dan kedua.
 

Sehingga pada saat Rasulullah saw hijrah dari Makkah ke Madinah pada tahun ke-13 kenabian, beliau tinggal melanjutkan apa yang telah dilakukan dalam upaya membangun masyarakat Islam. 
 

Tidak hanya itu, setelah kedatangannya di Madinah Rasulullah saw melanjutkan pembangunan bukan terbatas kepada masyarakat Islam, namun melanjutkan dengan upaya membangun Madinah sebagai poros sebuah negara yang berdaulat. 
 

Apa saja fondasi yang diletakkan oleh Rasulullah saw dalam membangun Madinah sebagai sebuah negara Islam yang berdaulat? 
 

Membangun Fondasi Madinah Sebagai sebuah Negara

Ketika sampai di Madinah, Rasulullah saw langsung melanjutkan perjuangan dalam mendakwahkan agama Islam. Walaupun sebelumnya mengalami pengejaran dari Kaum Kafir Quraisy dalam proses hijrahnya.
 

Syekh Sa’id Ramadhan Al-Buthi (wafat 1434H) dalam kitabnya, Fiqhussirah An-Nabawiyah, menjelaskan bahwa hal yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad saw untuk membangun Islam adalah meletakkan fondasi yang kuat.
 

Syekh Al-Buthi menyampaikan:
 

"Demikian, bahwa hal yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah saw, yakni membangun pondasi penting untuk sebuah negara Islam. Pondasi ini dibangun dengan 3 dasar berikut ini:
 

Pertama, membangun masjid; kedua, mempersaudarakan kaum muslimin secara umum dan kaum Muhajirin dan Anshar secara khusus; dan ketiga, menulis peratuan perundang-undangan (konstitusi) yang membatasi aturan kehidupan kaum muslimin, sekaligus mempertegas hubungan dengan selain masyarakat Islam secara umum dan umat Yahudi secara khusus." ([Damaskus, Darul Fikr: 2005], halaman 142).
 

Jadi, hal yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah saw untuk menciptakan masyarakat Islam yang baru sekaligus negara dimulai dengan membangun masjid, mempersaudarakan kaum muslimin, lalu membuat peraturan perundang-undangan.
 

1. Membangun Masjid

Syekh Ibnu Habib Al-Halabi (wafat 779 H) dalam kitab sirah nabawiyahnya, Al-Muqtafi min Siratil Musthafa, menjelaskan bahwa sesampai Rasulullah saw di Madinah, beliau langsung membeli sebuah lahan milik dua anak yatim dari kalangan Bani Najjar. Kemudian beliau memulai pembangunan masjid yang dibantu oleh para sahabat. 
 

Al-Halabi menjelaskan:
 

"Sesungguhnya Rasulullah saw membeli sebidang tanah, lalu memerintahkan untuk mengeluarkan apa saja yang terkubur di dalamnya. Seperti, kuburan, pohon kurma dan tanaman liar. Beliau membeli tanah tersebut seharga sepuluh dinar dari dua orang anak yatim dari kalangan Bani Najjar.
 

Setelahnya, Nabi Muhammad saw mengintruksikan agar pembangunan masjid yang didasari atas ketakwaan dimulai, dibantu oleh para sahabatnya yang memiliki sifat pekerja keras dan selalu membantu.
 

Material pembangunan masjid tersebut menggunakan batu bata, batu dan kemudian memolesnya dengan sesuatu yang nyaman dipandang. Lalu menghadapkan masjid tersebut ke arah Baitul Maqdis sebagai kiblatnya." ([Kairo, Darul Hadits: 1996], halaman 77).
 

Sementara Syekh Sa’id Ramadhan Al-Buthi dalam Fiqih Sirah menerangkan tujuan pembangunan masjid dalam upaya membangun kedaulatan. Menurutnya sebelum terbentuknya sebuah masyarakat yang baru, maka perlu adanya pondasi yang kuat dalam diri setiap muslim dan harus berpegang teguh pada aturan syariat, akidah, dan prinsip moral Islam. Semua hal tersebut merupakan fungsi pembangunan spiritual yang hanya ada di masjid.
 

Selain itu juga, dengan adanya masjid, diharapkan terwujudnya persaudaraan antara kaum muslimin secara umum, karena sering berinteraksi dalam satu majelis yang sama.
 

Syekh Al-Buthi menguraikan lebih lanjut:
 

"Karena pendirian masjid merupakan hal utama dan terpenting dalam pembangunan masyarakat Islam. Sebab, masyarakat Islam yang kuat harus mematuhi dan berpegang teguh kepada aturan syariat, akidah dan moral Islam. Semuanya tersebut bersumber pada potensi spiritual yang hanya ada pada masjid. 
 

Kemudian, unsur penting dalam membangun masyarakat Islam adalah terwujudnya persaudaraan dan kasih sayang antara kaum muslimin. Namun, perlu disadari bahwa hal tersebut hanya bisa terjadi di masjid." (Al-Buthi, 144).

 

Dalam bagian yang sama Al-Buthi juga menyebutkan, fungsi pendirian masjid adalah untuk membangun semangat kesetaraan dan keadilan dalam masyarakat Islam. Tidak terbatas dengan status sosial dan sebagainya. Karena dengan adanya masjid, kaum muslimin akan bertemu dan berinteraksi setiap hari.
 

2. Mempersaudarakan Kaum Muslimin

Selanjutnya, konsep dasar yang diletakkan oleh Rasulullah saw untuk membangun negara Islam yang berdaulat adalah mempersatukan kaum muslimin. Syekh Muhammad bin Yusuf As-Syami (wafat 942H.) dalam kitab sirahnya, Subulul Huda war Rasyad fi Sirati Khairil ‘Ibad, menyebutkan bahwa ulama hadits sepakat, ketika datang ke Madinah Rasulullah lalu membangun masjid. Setelahnya beliau mempersaudarakan kaum muslimin, khususnya kaum Muhajirin dan Anshar.
 

As-Syami menjelaskan:
 

"Ulama hadits mengatakan, ketika Rasulullah saw datang ke Madinah, beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar. Mempersaudarakan mereka berlandaskan kebenaran dan pertolongan. Kemudian, saling mewarisi setelah kematian tanpa adanya hubungan kekerabatan." ([Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyah: 1993], juz III, halaman 363).
 

Menurut Al-Buthi, tujuan Rasulullah saw mempersaudarakan kaum muslimin ini adalah untuk menciptakan persatuan, persaudaraan dan kerja sama di tengah mereka:
 

Artinya: "Sesungguhnya sebuah negara tidak mungkin berdiri kecuali dengan berlandaskan persatuan dan kesatuan umat. Begitu juga, tidak mungkin dalam setiap persatuan dan kesatuan akan terwujud sempurna tanpa adanya persaudaraan dan kasih sayang antar sesama.
 

Setiap masyarakat yang tidak dibangun dengan tali persaudaraan, maka mustahil untuk menyelaraskan pandangan. Dan ketika tidak ada persatuan dan kesatuan dalam masyarakat, maka tidak mungkin membangun negara yang kuat." (Al-Buthi, 148).
 

3. Membuat Peraturan Perundang-undangan (Piagam Madinah)

Setelah membangun masjid dan mempersaudarakan kaum muslimin, Rasulullah saw membuat peraturan perundang-undangan yang mengatur batasan-batasan kehidupan antara kaum muslimin dan nonmuslim. Bagian ini merupakan sesuatu yang paling penting untuk membangun masyarakat dalam sebuah negara majemuk.
 

Al-Buthi menjelaskan:
 

"Fondasi ini adalah bagian terpenting yang diusung oleh Rasulullah saw sebab memiliki hubungan dengan konstitusi sebuah negara. Ibnu Hisyam meriwayatkan, bahwa belum lama sesampai di Madinah, Rasulullah saw mengumpulkan kaum muslimin secara umum. Ketika itu, seluruh kaum Anshar telah memeluk Islam. Kecuali beberapa kalangan dari suku Aus.
 

Kemudian setelah itu Rasulullah saw menuliskan sebuah peraturan antara kaum Muhajirin, Anshar dan Yahudi serta menetapkan perjanjian mereka. Dalam tulisan tersebut, Rasulullah mengesahkan agama yang mereka anut, hak atas harta mereka dan beberapa hal lainnya." (Al-Buthi, 150).
 

Selanjutnya Syekh Al-Buthi menjelaskan titik penting dari penulisan peraturan tersebut, salah satunya adalah untuk menciptakan keadilan di tengah kaum muslimin dan pemeluk agama Yahudi yang kala itu hidup berdampingan:
 

"Sesungguhnya peraturan tersebut menunjukkan keadilan yang menggambarkan sikap Rasulullah saw kepada kaum Yahudi. Sebetulnya, peraturan ini dapat membuahkan hasil yang baik antara kalangan kaum muslimin dan Yahudi, jika seandainya kaum Yahudi berhenti melakukan kebiasaan makar, penghianatan dan tipuan-tipuannya. Namun, tidak lama setelah peresmian perjanjian dan pemberlakuannya, kaum Yahudi justru berkhianat kepada Rasulullah dan kaum muslimin." (Al-Buthi, 153).
 

Sebagaimana dijelaskan oleh Al-Buthi di atas, seandainya saja kaum Yahudi taat terhadap perjanjian atau perundang-undangan, maka akan tercipta kerukunan dan kemaslahatan di tengah masyarakat, khususnya kaum muslimin dan Yahudi yang menjadi penduduk Madinah.
 

Demikian tiga fondasi yang dibangun oleh Rasulullah saw untuk membangun Madinah menjadi sebuah negara berdaulat.
 

Diawali dengan membangun masjid untuk mewujudkan interaksi sosial dalam internal umat Islam, kemudian mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar sebagai upaya menciptakan persatuan dan kesatuan, dan terakhir merancang konstitusi berupa peraturan perundang-undangan untuk mengatur keadilan sesuai kebutuhan di tengah masyarakat majemuk. Wallahu a’lam.
 

 

Ustadz Muhaimin Yasin, Alumnus Pondok Pesantren Ishlahul Muslimin Lombok Barat dan Pegiat Kajian Keislaman