Sirah Nabawiyah

Fatimah binti al Aqra’, Perempuan Berpendidikan dan Multitalenta di Era Abbasiyah

Selasa, 25 Februari 2025 | 08:00 WIB

Fatimah binti al Aqra’, Perempuan Berpendidikan dan Multitalenta di Era Abbasiyah

Ilustrasi wanita sedang menulis kaligrafi. Gambar dibuat dengan AI Generator getimg.ai.

Fatimah binti al-Hasan bin Ali al-Baghdadi al-‘Attar, yang dikenal sebagai Bintul Aqra’, adalah seorang penulis dan kaligrafer ulung pada abad kelima hijriah (sekitar ke-11 Masehi). Tidak banyak sumber yang memuat informasi tentang Fatimah binti al Aqra’ secara detail.

 

Kendati demikian, namanya banyak disebut di beberapa literatur biografi seperti al-Muntazham fi Tarikhil Muluk wal Umam karya Ibnul Jauzi (w. 597 H), Mu’jamul Udaba’ Irsyadul Arib ila Ma’rifatil Adib karya Yaqut al Hamawi (w. 626 H), al-Kamil fit Tarikh karya Ibnul Atsir (w. 630 H), Siyar A’lamin Nubala karya adz-Dzahabi (w. 748 H), al-Bidayah wan Nihayah karya Ibnu Katsir (w. 774 H), dan lain sebagainya. 


Fatimah binti al-Aqra’ dikenal dengan keindahan tulisannya, hingga banyak orang yang mengagumi kualitas kaligrafinya. Ia mengikuti gaya penulisan Ibnu al Bawwab (w. 413 H), seorang kaligrafer Arab yang terkenal dengan inovasinya dalam menciptakan berbagai gaya dan teknik dalam seni kaligrafi, khususnya dalam gaya naskhi.

 

Diceritakan dalam satu riwayat dari Abu Bakar Muhammad bin ‘Abdil Baqi al -Bazzar, bahwa Fatimah binti al-Aqra’ pernah menulis surat kepada Al-Kunduri, Kepala Menteri Kesultanan Seljuk. Bahkan ia sendiri yang mengantarkan suratnya langsung dengan berjalan menyusuri wilayah pegunungan. Karena perjuangan dan kegigihannya itu, ia diberi upah sebanyak seribu dinar.


Keindahan tulisan tangan Fatimah binti al-Aqra’ tidak hanya memiliki nilai estetis, tetapi juga memiliki status resmi dan prestisius. Oleh sebab itu, ia dipercaya dan diandalkan pihak kekhalifahan untuk menjadi sekretaris istana.

 

Di antara tugas penting yang pernah dilakukannya ialah menulis surat perjanjian damai kepada penguasa Romawi atas nama kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan Fatimah binti al Aqra’ juga menjadi perumpamaan sebuah keindahan hingga disalin banyak orang pada masa itu. 


Salinan surat Fatimah binti al Aqra’ yang disebutkan Yaqut al-Hamawi di dalam Mu’jamul Udaba’ tertulis dalam bahasa Arab, dan berikut terjemahannya:


"Hamba perempuan sang penulis, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Aku beriman hanya kepada Allah. Aku tunduk kepada keagungan Majelis Tinggi yang adil, didukung, memperoleh kemenangan, ditolong, mulia, berbahagia, kokoh, penolong, agung, luhur, dan berpangkat. Semoga Allah memuliakan penolong-penolongnya, melipatgandakan kekuatannya sepanjang zaman, dan menjadikan segala urusan tunduk pada kehendaknya, menjadikan harapan para pemohon tertuju kepada pemberiannya, dan para pencari perlindungan datang ke pintunya. Tak ada seorang pun melainkan mendapat limpahan kebaikannya, tak ada lisan melainkan mengucap syukur atas karunianya, dan tak ada harapan kecuali yang tertuju kepadanya. Semoga Allah mengaruniakan kepadanya dan keluarganya cita-cita yang tak dapat dijangkau oleh pandangan dan tak dapat dideskripsikan.


Hingga panjinya berkibar sejauh perjalanan matahari
dan namanya yang luhur mengungguli cahaya bulan
hingga tanah seisinya dicap dengan segel kekuasaannya
dan perintahnya lebih tajam dari takdir itu sendiri.


Setelah itu, aku telah menulis dalam gulungan ini -semoga Allah memanjangkan usia Majelis Tinggi dan meneguhkan kekuasaannya- dengan gaya yang indah dan mengagumkan, sesuatu yang belum pernah didahului oleh para ahli terkemuka dalam bidang ini, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan. Aku menampilkan keajaiban dari orang yang lemah, dan kesempurnaan dari orang yang kurang, sebagaimana dikatakan oleh Qabus bin Washmukir, 'Kadang-kadang seorang peminum merasa segar dari sumber air asin, dan suara ringkikan terdengar merdu meskipun berasal dari keledai.'


Aku mencatat dalam tulisan ini untuk Majelis Tinggi -semoga Allah melipatgandakan kekuatannya sebagai pemimpin menuju jalan kebaikan, dan kekuasaannya sebagai penunjuk yang membimbing kepada kebenaran dan tujuan yang dikehendaki-. Aku tampilkan huruf-huruf dalam bentuk yang terpisah dan tersambung, yang tertutup dan terbuka, dalam bentuk terbaik dan paling indah. Ia tertata dengan rapi, seimbang dalam setiap bagiannya, lentur dalam lengkungan dan sambungannya, serasi antara bagian tengah dan ujungnya. Luarnya tampak tenang, namun bagian dalamnya bak debu yang dihamburkan.


Jika aku ditugaskan untuk suatu kepentingan, maka akan aku penuhi melebihi segala rancangan dalam urusan ini, baik yang telah lama maupun yang terkini. Dengan itu, aku berharap mendapat perhatian baik berkat pujian dan perlindungannya. Semoga Allah mendengar setiap doa yang dipanjatkan oleh sang penulis dan orang-orang yang bergantung kepadanya, baik itu bayi dan anak-anak, orang mulia maupun biasa, lansia yang berdoa, serta budak yang setia, karena ia telah mengenali tempat pengabdian dan keahliannya. Semoga Allah tidak mencabut naungan rahmat-Nya darinya dan dari seluruh makhluk.


Berbagai anugerah bertubi-tubi datang kepadanya, melalui tangan seorang syekh yang mulia, Sayyid Fakhr al-Kufah Abul Husain, semoga Allah senantiasa mengukuhkannya. Ia telah menganugerahkan kepadaku sesuatu yang tidak dapat diungkapkan oleh lidah orang yang berucap, dan tak dapat ditunaikan oleh rasa syukur orang yang berterima kasih. Jika ia berkenan memberikan perhatian sejenak terhadap pengabdian yang telah kupersembahkan dan berbuat baik karenanya meski hanya sekilas pandang, maka aku telah mencapai keberuntungan dan meraih harapan. Pandangannya yang luhur adalah saat di mana ia mengabulkan permohonanku dan menetapkanku di antara mereka yang dilimpahi kebaikan, termasuk para sastrawan, para pengiring, pelayan, dan hamba. Semoga keagungan dan kehormatannya tetap lestari dengan kehendak Allah Ta’ala."


Dalam surat di atas, Fatimah binti al Aqra’ menyebutkan nama Sayyid Fakhr al-Kufah Abul Husain yang merupakan seorang menteri Dinasti Buwaihi. Diketahui bahwa Fakhr al-Kufah menaruh perhatian besar terhadap bidang sastra. Ia juga menulis sebuah buku tentang biografi para penyair, serta memiliki beberapa syair yang indah. 


Ketika Fakhr al-Kufah wafat, Al-Qaim bi Amrillah yang saat itu menjadi khalifah Abbasiyah mengeluarkan tanda tangan dalam sebuah dokumen resmi yang ditulis oleh sekretaris istana sebagai bentuk penghormatan. Yaqut al-Hamawi menuliskan dalam catatan kaki biografi Fakhr al-Kufah, bahwa sekretaris istana yang dimaksud adalah Fatimah binti al-Aqra’. 


Jika ditelusuri, masa hidup Binti al-Aqra’ setidaknya mencakup pemerintahan beberapa khalifah Abbasiyah, di antaranya Al-Qadir Billah (991-1031 M / 381-422 H), Al-Qaim bi Amrillah (1031-1075 M / 422-467 H), dan Al-Muqtadi bi Amrillah (1075-1094 M / 467-487 H), yang berpusat di Baghdad, Irak.

 

Pada masa itu, kekhalifahan Abbasiyah berada dalam situasi politik yang kompleks, dengan pengaruh besar dari Dinasti Buwaihi (di awal abad ke-11) dan Dinasti Seljuk, yang mengendalikan urusan pemerintahan meskipun khalifah tetap menjadi simbol kekuasaan Islam.


Selain keahliannya dalam bidang sastra dan kaligrafi, Fatimah binti al-Aqra’ juga meriwayatkan hadits. Ia menjadi sumber riwayat bagi Abul Qasim as-Samarqandi, Qadhi al-Maristan, Abdul Wahhab al-Anmati, dan Abu Sa’d al-Baghdadi. Satu-satunya riwayat yang disebutkan Yaqut al Hamawi adalah sebagai berikut:


Dari Abul Barakat Abdul Wahhab bin al-Mubarak bin Ahmad al-Hafizh dengan hasil bacaanku kepadanya, dari Fatimah binti al-Hasan bin Ali al-‘Attar, dari Abu Umar Abdul Wahid bin Muhammad bin Abdillah bin Mahdi al-Farisi, dari Abu Abdillah al-Husain bin Ismail al-Mahamili, dari Abu Hisyam ar-Rifa’i, dari Ibnu Fudhail, dari al A’masy, dari Abdul Aziz bin Rafi’, dari Tamim bin Tharfah, dari ‘Ady bin Hatim r.a., ia berkata, Rasulullah SAW bersabda:


مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِيْنٍ فَرَأَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا فَلْيَأْتِ الَّذِيْ هُوَ خَيْرٌ وَلْيُكَفِّرْ عَنْ يَمِيْنِهِ


Artinya, Siapa saja yang bersumpah dengan suatu sumpah, kemudian melihat sesuatu yang lebih baik darinya, maka hendaklah ia melakukan yang lebih baik dan membayar kafarat atas sumpahnya.”


Fatimah binti al-Aqra’ merupakan representasi sosok perempuan Muslimah yang berpendidikan dan ahli di bidangnya. Ia mencerminkan perempuan teladan yang mampu berkonribusi di ruang publik, mendedikasikan diri dalam mengabdi untuk negeri. Kepiawaiannya dalam menulis dan bersastra membawanya kepada kedudukan yang tinggi di istana kekhalifahan. 


Meski demikian, aktivitasnya di lingkungan istana tidak melalaikan dirinya untuk tetap mempelajari ilmu agama dan meriwayatkan hadits. Bahkan ia menjadi sumber riwayat bagi beberapa ulama perawi yang lain, sebagaimana telah disebutkan.

 

Nama Fatimah binti al-Aqra’ yang menjadi kebanggaan perempuan Irak itu meninggalkan jejak yang jelas dalam sejarah sastra Arab dan Islam. Ia wafat pada hari Rabu, 21 Muharram 480 H (1087 M) dan dimakamkan di Bab Abraz (Beybers), Baghdad, Irak.

 

Qoriatus Shufiyah, Mahasantri Ma'had Aly Sa'iidusshiddiqiyah Jakarta dan Sahabat PCI Fatayat NU Maroko.