Sirah Nabawiyah

Kekhawatiran dan Harapan Nabi Muhammad terhadap Kehidupan Umatnya

Ahad, 30 Oktober 2022 | 11:30 WIB

Kekhawatiran dan Harapan Nabi Muhammad terhadap Kehidupan Umatnya

Nabi Muhammad senantiasa menghadirkan kebenaran Islam dalam akhlak mulianya sehingga Islam diterima oleh siapapun. (Foto: Ilustrasi/NU Online)

Nabi Muhammad saw sangat mengkhawatirkan umatnya tenggelam, binasa dalam kemewahan duniawai, dikarenakan sikap tamak dan rakus. Mereka mengeksploitasi alam dengan segala isinya untuk memperkaya diri, mengejar kemewahan dan kelezatan dunia.


Namun, Nabi Muhammad senantiasa menghadirkan kebenaran Islam dalam akhlak mulianya sehingga Islam diterima oleh siapa pun. Nabi dan para pengikutnya juga tidak berperang dan memerangi. Perang yang dilakukan oleh Nabi dan umatnya dilakukan karena terlebih dahulu diperangi sehingga mempertahankan diri dari serangan kaum musyrikin merupakan kewajiban agama.


Habib Luthfi bin Yahya Pekalongan dalam buku Secercah Tinta (2012) mengungkapkan kegelisahan dan harapan Nabi Muhammad kepada umatnya yang nukil dari sebuah ayat Al-Qur’an:


لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ 


Artinya: "Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (QS At-Taubah: 128)


Dari ayat di atas, Allah swt memperkenalkan dan menerangkan kedudukan Nabi Muhammad. Telah datang Rasul, utusan yang berasal dari manusia, bukan dari makhluk lain. Utusan Allah dari golongan manusia menunjukkan bahwa Muhammad bukanlah manusia sembarangan. Beliau adalah manusia pilihan yang luar biasa.


Lalu apa luar biasa atau keistimewaan yang dimiliki oleh Rasulullah SAW? Pertanyaan ini terjawab dalam beberapa kalimat selanjutnya. Pertama, azizun ‘alaih ma’anittum (berat terasa olehnya penderitaanmu). Karena sepanjang hayatnya, terutama yang dipikirkan oleh Nabi Muhammad adalah umatnya. Ia sama sekali tidak menginginkan umatnya menderita di hari kemudian.


Bahkan, beberapa riwayat menyebutkan ketika Malaikat Izrail mendatangi Nabi Muhammad untuk mencabut nyawanya. Tentu saja perintah Allah tersebut terasa berat bagi Izrail untuk mencabut manusia yang paling dicintai Allah. Di dalam obrolan sebelum mencabut nyawa Sang Nabi, Izrail memberikan kabar gembira tentang kesempurnaan dan kenikmatan surga bagi Rasulullah.


Bukan malah bergembira, Nabi Muhammad justru teramat sedih dan menderita sehingga membuat Izrail bertanya-tanya. Nabi Muhammad berkata, "Lalu, bagaimana dengan umatku?" Pertanyaan tersebut menunjukkan bahwa Nabi tidak akan pernah membiarkan umatnya menderita meski merekalah yang membuat sengsara dirinya sendiri. Kondisi ini membuat berat terasa oleh Nabi Muhammad atas penderitaan umatnya.


Kedua, harishun ‘alaikum (sangat menginginkan keimanan dan keselamatan bagimu). Ini merupakan ungkapan cinta, kasih sayang sekaligus harapan Nabi Muhammad saw kepada umatnya.


Ketiga, bil mu’minina raufur rahim (amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin). Beliau memiliki rasa kasih sayang teramat mendalam pada kaum beriman.


Tiga sifat itulah yang kemudian menopang keberhasilan dakwah Nabi Muhammad. Akhlak mulia, cinta, dan kasih sayang yang mewujud dalam penjelasan ayat di atas merupakan pondasi dakwah Nabi dengan mengedepankan akhlaqul karimah karena karena tersimpan harapan besar Nabi kepada umatnya.


KH Zakky Mubarak, penulis buku Riyadhul Mu’min menjelaskan bahwa Amru bin Auf al-anshari meriwayatkan suatu hadits yang menjelaskan kekhawatiran Nabi Muhammad saw. Kata Amru, Nabi Muhammad mengutus Abu Ubaidah ke Bahrain. Sekembalinya dari negeri itu, ia membawa harta benda yang banyak pulang ke Madinah.


Para sahabat Nabi segera saja mendengar berita yang menggembirakan itu. Pada waktu subuh mereka berdatangan ke Masjid shalat berjamaah dengan Nabi. Jamaah subuh waktu itu nampak lebih banyak dari biasanya. Setelah selesai shalat mereka menghadap pada Rasulullah. Rasulullah saw tersenyum melihat jamaah yang begitu banyak dan tidak seperti biasanya.


Sambil bercanda, Nabi bertanya pada mereka: "Aku menduga kalian semua telah mendengar kedatangan Abu Ubaidah dengan membawa harta yang banyak. “Secara terus terang para sahabat menjawab: “Benar wahai Rasulullah”. Nabi bersabda: “Terimalah khabar baik dan bersikap optimislah untuk mencapai segala harapanmu”. (HR Muslim)


Masih dalam rangkaian hadis itu Rasulullah saw selanjutnya bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya bukanlah kemiskinan yang aku khawatirkan atas kamu tetapi aku khawatir kalau terhampar luas rizki di dunia ini sebagaimaan telah dilimpahkan rizki kepada bangsa-bangsa sebelummu, kemudian kamu berlomba-lomba memperebutkan kemewahan dunia itu sebagaimana mereka berlomba. Maka binasalah kamu seperti umat-umat sebelummu mengalami kehancuran”. (HR Muslim)


Maksud dari kehancuran suatu umat karena tenggelam dalam sikap rakus dan tamak terhadap kemewahan duniawi, bisa dipahami dalam berbagai versi. Mereka bisa hancur oleh peperangan yang terjadi di antara mereka sendiri karena memperebutkan kemewahan itu.


Bisa juga mereka terbuai oleh kemewahan dan kelezatan dunia sehingga mengabaikan tugasnya sebagai khalifah Allah. Bisa juga mereka mengkhianati amanah suci yang dibebankan pada mereka karena sikap tamak dan rakus, sehingga mereka binasa. (Fathoni Ahmad)