Ketika Nabi Muhammad Menegur Keras Usamah bin Zaid
-
Fathoni Ahmad
- Jumat, 23 Juli 2021 | 13:45 WIB
Ada suatu riwayat ketika perang usai, tiba-tiba menyelinap seorang musuh ingin memasuki wilayah kekuasaan prajurit Muslim. Usama bin Zaid bin Haritsah yang dikenal sebagai Panglima Angkatan Perang Nabi yang usianya masih muda memergoki dan mengejarnya.
Musuh tersebut terjebak di sebuah tebing dan jurang sehingga tidak ada lagi jalan keluar. Tiba-tiba saja musuh tersebut meneriakkan dua kalimat syahadat di hadapan Usamah. Panglima Perang Nabi tersebut terperanjat. Namun dia dan pasukannya tidak ingin terkecoh dengan strategi musuh tersebut sehingga akhirnya Usamah tetap menghunus pedangnya dan membunuh orang itu.
Salah seorang sahabat yang menyaksikan peristiwa tersebut melaporkan kepada Nabi Muhammad bahwa Usamah Sang Panglima Angkatan Perang telah membunuh musuh yang sudah bersyahadat. Mendengar dan menanggapi laporan tersebut, Nabi Muhammad marah hingga terlihat urat di dahinya begitu jelas melintang. Nabi pun menegur keras Usamah.
Usamah dipanggil oleh Nabi Muhammad kemudian ditanya kenapa membunuh orang yang sudah bersyahadat? Usamah menjawab bahwa tindakan musuh tersebut hanya sebuah taktik belaka. Ia membawa senjata yang sewaktu-waktu bisa mencelakakan pasukan Muslim. Ia dibunuh karena diduga syahadatnya palsu.
Mendengar secara seksama alasan Usamah membunuh musuh yang sudah bersyahadat, maka Nabi Muhammad mengeluarkan sabda: nahnu nahkum bi al-dhawahir, wa Allah yatawalla al-sarair (kita hanya menghukum apa yang tampak dan Allah SWT yang menghukum apa yang tersimpan di hati orang). (KH Nasaruddin Umar, Khutbah-khutbah Imam Besar, 2018)
Jawaban ini menunjukkan betapa tidak bolehnya memvonis keyakinan dan kepercayaan orang lain apalagi dengan mengafirkannya. Saling mengafirkan inilah yang menjadi fenomena umat Islam di zaman kini. Bahkan fenomena yang dilakukan oleh kelompok tertentu itu tidak hanya ditujukan kepada umat lain, tetapi juga ditujukan kepada sesama Muslim hanya karena perbedaan pandangan, dan lain-lain.
Jika seseorang secara formal telah mempersaksikan syahadatnya dengan terbuka, maka umat Islam tidak boleh lagi mengusiknya. Hal ini bukan berarti ketika dia masih kafir lalu umat Islam boleh mengusiknya. Umat Islam tetap harus menghargai dan menghormati keyakinan dan kepercayaan orang lain dengan terus berperilaku dan berdakwah dengan cara sebaik-baiknya.
Soal ada pelanggaran lain, biarkan hukum formal yang akan menyelesaikannya. Atas langkah yang diambilnya itu, Usamah pun langsung memohon maaf kepada Rasulullah dan berjanji akan berhati-hati jika menemui peristiwa serupa di kemudian hari. Karena jika seseorang dieksekusi dengan tuduhan tertentu, maka yang turut menjadi korban adalah keluarga dekat orang tersebut.
Penulis: Fathoni Ahmad
Editor: Muchlishon
Download segera! NU Online Super App, aplikasi keislaman terlengkap. Aplikasi yang memberikan layanan informasi serta pendukung aktivitas ibadah sehari-hari masyarakat Muslim di Indonesia.
Terkait
Sirah Nabawiyah Lainnya
Rekomendasi
topik
Berita Lainnya
-
Kesehatan Mental Dasar Wujudkan Keluarga Maslahah
- Daerah | Ahad, 28 Mei 2023
-
Bersepeda di Kota yang Beku
- Cerpen | Ahad, 28 Mei 2023
-
5 Tips Akhir Pekan Berkualitas di Penghujung Bulan
- Nasional | Ahad, 28 Mei 2023
-
Ini Wilayah di Indonesia yang Bisa dan Tidak Bisa Amati Rashdul Qiblat
- Nasional | Ahad, 28 Mei 2023
-
Hari Ke-5 Operasional Haji 2023: 1 Jamaah Wafat, 21 Dirawat
- Nasional | Ahad, 28 Mei 2023
-
Tak Perlu Daftar, Masuk Raudhah Kini Dikoordinir oleh Petugas Haji
- Nasional | Ahad, 28 Mei 2023
-
Hukum Memakai Celana Dalam Ihram
- Syariah | Ahad, 28 Mei 2023
-
Menaker Imbau Masyarakat Lebih Selektif Memilih Informasi Kerja di Luar Negeri
- Ketenagakerjaan | Ahad, 28 Mei 2023
-
Rahasia Khilma Anis Sukses Jual Buku Hati Suhita hingga 90 Ribu Eksemplar
- Nasional | Ahad, 28 Mei 2023