Toleransi Rasulullah pada Delegasi Nasrani Najran di Masjid Nabawi
Sabtu, 28 Desember 2024 | 07:00 WIB
Muhamad Iqbal Akmaludin
Kolomnis
Rasulullah SAW merupakan penutup para nabi yang membawa risalah Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Dalam menyebarkan dakwah Islam, Rasulullah adalah suri teladan terbaik yang memberikan contoh toleransi dan menghargai pemeluk-pemeluk agama lainnya, salah satunya adalah memberikan toleransi kepada masyarakat Arab yang memeluk agama Nasrani atau Kristen.
Menurut sejarawan Ibnu Hisyam, masyarakat Arab sudah mengenal agama Kristen sebelum datangnya Islam, terlebih bagi masyarakat Arab selatan, tepatnya di daerah Najran. Masyarakat Najran pada awalnya merupakan penganut paganisme, yaitu penyembah pohon kurma tinggi yang berada di tengah-tengah masyarakat serta memiliki hari raya tahunan. Mereka menyembah pohon kurma ini hingga kedatangan seseorang bernama Faymiyun. (Abdul Malik bin Hisyam, Sirah Nabawiyah libni Hisyam, [Mesir : Syirkah At Thaba’ah al Faniyah al-Muttahidah, 1431 H], Juz I, hal 26)
Ibnu Hisyam mengutip sebuah informasi dari Ibnu Ishaq yang bersumber dari Wahb bin Munabbih, bahwa Faymiyun merupakan penganut ajaran Isa bin Maryam yang lurus dan pemuda yang gigih serta zuhud. Faymiyun tertawan di Syam, kemudian dijual sebagai budak ke wilayah Najran. Ketika sampai di Najran, dia melihat masyarakat yang menyembah kurma, maka dia menyeru agar mereka menyembah Allah SWT. Setelah Faymiyun berdoa, Allah mengirimkan angin kencang dan membuat pohon kurma yang disembah mereka menjadi tumbang. Sejak saat itu, mereka mengikuti ajaran Kristen sebagaimana yang diajarkan Faymiyun. (Juz I/27)
Dalam kitab yang sama (Juz II/159), Ibnu Hisyam menyebut bahwa ratusan tahun setelah Faymiyun menyebarkan ajaran Kristen, masyarakat Kristen Najran banyak melakukan penyimpangan hingga Allah mengutus Rasulullah membawa risalah Islam di jazirah Arab. Kabar datangnya Rasulullah sebagai penutup para nabi yang telah disebutkan dalam kitab Injil membuat Raja Najran mengutus delegasi yang terdiri dari empat belas orang tersebut untuk menemui Rasulullah di Madinah. Keempat belas delegasi Najran tersebut dicatat oleh Ibnu Hisyam, yaitu: Al-Aqib Abdul Masih, As-Sayyid Al-Aiham, Abu Haritsah bin Alqamah saudara Bani Bakr bin Wail, Aus, Al-Harits, Zaid, Qais, Yazid, Nabaih, Khuwailid, Amr, Khalid, Abdullah, Johannes.
Ketika pertama kali datang ke Madinah, mereka langsung menemui Rasulullah di kediaman beliau di sekitar Masjid Nabawi. Kedatangan mereka bertepatan dengan waktu Ashar yang menjadi waktu mereka untuk beribadah. Mereka kemudian berdiri lalu menghadap ke timur dan memulai ibadahnya. Rasulullah yang menyambut langsung kedatangan mereka membiarkannya melaksanakan ibadah di Masjid Nabawi hingga selesai.
Kedatangan para delegasi ini bertujuan untuk melakukan dialog dan ingin mengenal Islam lebih dalam. Mereka kemudian bertanya berbagai hal, khususnya mengenai Allah dan Nabi Isa al-Masih dalam Al-Quran. Dalam dialog ini, Allah menurunkan surat Ali Imran ayat pertama hingga ke delapan puluhan yang menjelaskan tentang hakikat keesaan Allah, Nabi Isa al-Masih sebagai utusan Allah, dan berbagai pandangan lainnya yang berbeda dari mereka. (Juz II/hal 160)
Dengan landasan wahyu yang Allah turunkan, Nabi Muhammad menyampaikan agar mereka menyembah Allah dan mengakui Nabi Muhammad sebagai utusan-Nya, namun mereka masih ragu untuk memeluk Islam pada waktu itu. Mereka meminta tenggat waktu untuk belajar Islam dan meminta dikirimkan sahabat Nabi untuk mengajarkan Islam kepada mereka. Maka Nabi Muhammad memerintahkan sahabat Abu Ubaidah bin al-Jarrah untuk pergi bersama mereka dan mengajarkan Islam di sana. (Juz II/hal 166)
Sebelum mereka pergi, Rasulullah SAW memberikan perjanjian dengan orang Kristen Najran, sebagaimana berikut:
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad sebagai Nabi kepada Uskup Abul Harits, uskup-uskup Najran, para pendeta, para rahib, dan semua orang yang ada di bawah kuasa mereka sedikit maupun banyak. Perlindungan Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada seorang pun uskup, rahib, atau pendeta yang diganti, dan juga tidak ada satu pun hak dan kekuasaan mereka yang akan diganti, dan tidak juga yang sudah menjadi kebiasaan mereka. Perlindungan Allah dan rasul-Nya selamanya, selama mereka berdamai dan jujur serta tidak berlaku zalim.”
Demikian isi perjanjian Nabi Muhammad dengan orang-orang Kristen Najran. Perjanjian ini berjalan damai hingga wafatnya Rasulullah, dan berhasil menghadirkan wajah Islam yang damai, moderat, penuh toleransi.
Dari sejarah pertemuan delegasi Najran yang beragama Nasrani di Madinah, terlihat jelas akhlak mulia Nabi Muhammad saat menerima tamu non-Muslim. Nabi tidak memaksa mereka untuk memeluk Islam. Sebaliknya, beliau justru mempersilakan mereka beribadah sesuai dengan keyakinan masing-masing dan menjamu mereka dengan penuh penghormatan. Sikap toleran Nabi ini bisa menjadi teladan bagi setiap Muslim agar pilar persatuan dan perdamaian yang berlangsung di tengah masyarakat bisa tetap terjaga dengan baik. Wallahu a'lam.
Muhamad Iqbal Akmaludin, Alumni Darus-Sunnah International Institute For Hadith Sciences dan UIN Jakarta.
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua