Syariah

Adakah Harta Gono-Gini dalam Islam?

Rab, 22 November 2023 | 14:30 WIB

Adakah Harta Gono-Gini dalam Islam?

Harta gono-gini. (Foto ilustrasi: NU Online/Freepik)


Beberapa waktu lalu, salah satu artis Indonesia yang memenangkan gugatan cerai dengan suaminya membawa sorotan di tengah masyarakat dan membuat sejarah baru dalam Hukum Islam di Indonesia. Pasalnya, salah satu tuntutan harta bersama yang dikabulkan oleh hakim adalah royalti lagu.


Bagaimana Islam memandang harta gono-gini?

Para kiai Nadhlatul Ulama pernah merumuskan persoalan harta gono-gini layaknya Syirkah Abdan. Sebagaimana Keputusan Muktamar Nahdlatul Ulama ke-1 terkait memberi harta gono-gini atau harta hasil usaha suami istri adalah boleh, baik masing-masing punya andil kapital ataupun tidak, dan harta tersebut sudah bercampur menjadi satu. Keterangan tersebut diperkuat dengan keterangan dalam Hamisy kitab Syarqawi:


إذا حصل اشتراك في لمة... إن كان لكل متاع أو لم يكن لأحدهما متاع واكتسبا فإن تميّزا فلكل كسبه وإلا اصطلحا فإن كان النعماء من ملك أحدهما من هذه الحالة فالكل له وللباقين الأجرة، ولو بالغن لوجود الإشتراك


Artinya, “Jika pernah terjadi persekutuan dalam sejumlah harta, .... maka jika masing-masing punya harta atau salah satunya tidak punya harta dan keduanya melakukan usaha bersama, jika memang bisa dibedakan maka masing-masing memperoleh bagian sesuai dengan usahanya, dan jika tidak bisa dibedakan maka keduanya berdamai. Jika perkembangan terjadi dari harta milik salah satu dari keduanya, maka semua harta menjadi miliknya dan pihak lain berhak mendapatkan upah, meskipun terjadi kerugian, karena adanya persekutuan.” (Musthafa adz-Dzahabi, Taqrir Mushtafa adz-Dzahabi, Hasyiyah asy-Syarqawi, [Beirut: Darul Kutub al-Islamiyah, 1226H), jilid II, h. 109).


Syirkah Abdan sendiri adalah persekutuan antara dua pihak dalam satu usaha, baik kinerjanya sama atau beda beserta kesesuaian pekerjaannya. Sebagaimana Syekh Zakariya al-Anshori menjelaskan dalam Fathul Wahab:


شركة أبدان بأن يشتركا أي اثنان ليكون بينهما كسبهما ببدنهما متساويا كان أو متفاوتا مع اتفاق الحرفة


Artinya: “Syirkah abdan adalah bilamana terdapat dua pihak yang saling bersekutu untuk menjalankan roda usaha, baik dengan jalan pembagian yang sama atau berbeda dari segi profesi fisiknya, beserta kesesuaian job deskripsi.” (Syekh Zakaria Al-Anshory, Fathul Wahab, Penerbit: Daru al-Fikr: 1/255).


Kemudian dalam jenis syirkah yang seperti ini, apabila kedua belah pihak memutuskan untuk tidak melanjutkan perserikatannya, maka hasil usahanya perlu dibagi secara merata apabila bisa. Namun apabila tidak bisa, maka dibagi sesuai dengan kebiasaan yang terjadi di daerah tersebut. Syekh Syihabuddin ar-Ramli menyatakan dalam Fathurrahman syarah Zubad ibn Ruslan:


فإذا اكتسبا وانفردا .. فلكل كسبه، وإلا .. قسم الحاصل على قدرة أجرة المثل.


Artinya, “Apabila dua orang terlibat dalam satu usaha, kemudian berpisah, maka bagi keuntungan hasil usaha dibagi ke masing-masing dari keduanya [secara merata], namun apabila tidak bisa, maka hasil usaha dibagi sesuai kadar upah yang ada di daerah tersebut.” (Syekh Syihabuddin ar-Ramli, Fathurrahman syarah Zubad Ibn Ruslan, [Beirut: Darul Minhaj, 2009], jilid I, hal. 624).


Pembagian harta perkawinan berdasarkan Kompilasi Hukum Islam

Sedangkan apabila merujuk kepada Pasal 85 – Pasal 97 dalam Kompilasi Hukum Islam, disebut bahwa harta perkawinan dapat dibagi atas:

  1. Harta bawaan suami, yaitu harta yang dibawa suami sejak sebelum perkawinan;
  2. Harta bawaan istri, yaitu harta yang dibawanya sejak sebelum perkawinan;
  3. Harta bersama suami istri, yaitu harta benda yang diperoleh selama perkawinan yang menjadi harta bersama suami istri;
  4. Harta hasil dari hadiah, hibah, waris, dan sedekah suami, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan;
  5. Harta hasil hadiah, hibah, waris, dan sedekah istri, yaitu harta yang diperolehnya sebagai hadiah atau warisan.


Kesimpulannya, harta gono-gini dalam Islam dianalogikan dengan konsep syirkah, ia merupakan konsekuensi dari adanya hubungan perkawinan antara seorang pria dan wanita yang kemudian dalam perjalanan bahtera rumah tangga menghasilkan harta yang diusahakan bersama-sama. Wallahu a'lam.


Ustadz Amien Nurhakim, Musyrif Pesantren Ilmu Hadits Darus-Sunnah