Syariah

Hukum Menggunakan Softlens

Kam, 2 November 2023 | 19:00 WIB

Hukum Menggunakan Softlens

Softlens. (Foto: NU Online/Freepik)

Softlens atau lensa kontak bukan benda yang asing lagi di tengah-tengah kita. Biasanya softlens digunakan untuk tujuan kesehatan supaya meningkatkan kualitas penglihatan karena minus, silinder, dan keratokonus atau perubahan bentuk pada kornea.


Apabila ditinjau dari bahannya, softlens terbuat dari plastik atau sylicone hydrogel yang dikombinasikan dengan air supaya oksigen dapat mengalir melalui lensa menuju kornea mata. 


Terkait dengan penggunaannya, dalam Islam, memakai barang-barang tertentu yang ditempelkan ke salah satu anggota tubuh hukumnya mubah atau dibolehkan selama tidak ada sesuatu yang menyatakannya haram. 


Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh al-Bazzar dan al-Thabrani melalui jalur Abu Darda dengan kualitas sanad yang hasan:


ما أحل الله فهو حلال وما حرم فهو حرام وما سكت عنه فهو عفو فاقبلوا من الله عافيته فإن الله لم يكن لينسى شيئا


Artinya, “Apa saja yang Allah halalkan dalam Al-Quran, maka itu halal, dan apa saja yang Ia haramkan, maka itu haram; sedang apa yang Ia diamkan, maka dibolehkan (dimaafkan). Oleh karena itu terimalah pengampunan dari Allah, sebab sesungguhnya Allah tidak akan lupa sedikitpun. Kemudian Rasulullah membaca ayat: dan Tuhanmu tidak lupa.” (HR. Al-Bazzar dan Al-Thabrani).


Softlens sendiri bukanlah suatu alat atau benda yang tujuannya untuk mengubah ciptaan Allah secara permanen. 


Mengutip suatu pendapat dalam Tafsir Al-Qurthubi, bahwa pengubahan yang bersifat temporal tidaklah dilarang, misalnya dengan tujuan memperbagus dan memperbaiki. Beliau menyebutkan dalam al-Jami’ li Ahkam Al-Quran:


الْمَنْهِيُّ عَنْهُ إِنَّمَا هُوَ فِيمَا يَكُونُ بَاقِيًا، لِأَنَّهُ مِنْ بَابِ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ تَعَالَى، فَأَمَّا مالا يَكُونُ بَاقِيًا كَالْكُحْلِ وَالتَّزَيُّنِ بِهِ لِلنِّسَاءِ فَقَدْ أَجَازَ الْعُلَمَاءُ ذَلِكَ مَالِكٌ وَغَيْرُهُ


Artinya, “Larangan dalam [mengubah] hanyalah yang bersifat selamanya karena termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah. Adapun yang bersifat temporal, seperti celak dan hiasan bagi manusia, para ulama termasuk Imam Malik dan lain-lain membolehkannya.” (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, [Kairo: Dar al-Kutub al-Mishriyyah, 1964], jilid V, hal. 393).


Kemudian mengutip penjelasan dari tafsir karya ats-Tsa'labi, al-Jawahir al-Hassan, ketika menafsirkan ayat 119 surat Al-Nisa tentang mengubah ciptaan Allah, beliau mengatakan:


﴿وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللهِ﴾: اختلف المتأولون في معنى تغيير خلق الله، وملاك تفسير هذه الآية أن كل تغيير ضار فهو داخل في الآية، وكل تغيير نافع فهو مباح


Artinya, “(Dan Aku akan memerintahkan mereka untuk mengubah ciptaan Tuhan)” [An-Nisa:119]: Para penafsir berbeda pendapat tentang makna mengubah ciptaan Tuhan. Penafsiran ayat ini adalah bahwa setiap perubahan yang merugikan maka ia termasuk dalam ayat tersebut, sedangkan setiap perubahan yang bermanfaat maka hukumnya boleh.” (Al-Tsa’labi, al-Jawahir al-Hassan fi Tafsir aAl-Quran,[Beirut: Dar Ihya al-Turats al-‘Arabi, 1997], jilid III, hal. 287).


Perubahan yang membawa kebaikan justru tidak masuk ke dalam istilah mengubah ciptaan Allah yang dilarang. Thahir bin 'Asyur dalam Tahrir wa Tanwir:


وَلَيْسَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ التَّصَرُّفُ فِي الْمَخْلُوقَاتِ بِمَا أَذِنَ اللَّهُ فِيهِ وَلَا مَا يَدْخُلُ فِي مَعْنَى الْحُسْنِ فَإِنَّ الْخِتَانَ مِنْ تَغْيِيرِ خَلْقِ اللَّهِ وَلَكِنَّهُ لِفَوَائِدَ صِحِّيَّةٍ، وَكَذَلِكَ حَلْقُ الشَّعْرِ لِفَائِدَةِ دَفْعِ بَعْضِ الْأَضْرَارِ، وَتَقْلِيمُ الْأَظْفَارِ لِفَائِدَةِ تَيْسِيرِ الْعَمَلِ بِالْأَيْدِي، وَكَذَلِكَ ثَقْبُ الْآذَانِ لِلنِّسَاءِ لِوَضْعِ الْأَقْرَاطِ وَالتَّزَيُّنِ.


Artinya: “Tindakan pada ciptaan Allah yang diizinkan juga yang ditujukan untuk kebaikan tidak termasuk dalam kategori mengubah ciptaan Allah. Praktik sunat merupakan pengubahan terhadap ciptaan Allah, namun membawa manfaat bagi kesehatan, begitu pula mencukur rambut untuk kepentingan menangkal penyakit, memotong kuku untuk kepentingan memperlancar pekerjaan yang melibatkan tangan, dan juga tindik telinga perempuan untuk dipakaikan anting dan berhias” (Muhammad Thahir bin ‘Asyur, al-Tahrir wa al-Tanwir, [Tunis, al-Dar al-Tunisiyah lil Nasyr, 1984]. Jilid V, hal. 205).


Kesimpulannya, menggunakan softlens hukumnya boleh sebab bukan termasuk kategori mengubah ciptaan Allah. Tujuan penggunaan softlens pun adalah untuk kemaslahatan dan kebaikan seperti memperbaiki kualitas penglihatan sebagaimana halnya kacamata. Wallahu a’lam.


Amien Nurhakim, Musyrif Pesantren Ilmu Hadits Darus-Sunnah