Syariah

Meneladani Para Sahabat Nabi: Tetap Semangat Belajar di Usia Tua

Jum, 7 Juli 2023 | 06:00 WIB

Meneladani Para Sahabat Nabi: Tetap Semangat Belajar di Usia Tua

Meneladani Para Sahabat Nabi: Tetap Semangat Belajar di Usia Tua (Foto ilustrasi: reviversgalleria.com)

Perkembangan Islam di masa awal tidak lepas dari peran dan kontribusi para sahabat nabi yang sangat ikhlas dalam berjuang untuk menyebarkan ajaran samawi itu. Mereka tidak hanya rela mengorbankan harta dan tenaga saja, bahkan nyawa rela mereka korbankan hanya demi kejayaan dan kesempurnaan Islam.


Masing-masing dari sahabat nabi memiliki peran yang sangat vital dalam perkembangan dan penyebaran Islam. Selain karena jumlah kaum Muslimin yang terbilang masih sangat sedikit di masa itu, juga penyebaran Islam yang masih berputar di semenanjung Arab saja, sehingga peran dari setiap sahabat sangat besar, baik di Arab sendiri maupun luar Arab.


Definisi dari sahabat nabi sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama adalah mereka yang pernah menjumpai nabi di masa hidupnya sekaligus iman terhadap ajaran yang dibawa oleh nabi. Karenanya, orang-orang yang hanya berjumpa dengannya namun tidak mengimaninya, mereka tidak disebut sebagai sahabat. Atau pun orang yang iman namun tidak pernah berjumpa dengannya juga tidak bisa disebut sebagai sahabat.


Hal-hal yang patut dicontoh dari para sahabat nabi sangat banyak macamnya, di antaranya adalah keteladanan dalam berucap yang selalu jujur, berperilaku sopan, adil, totalitas dalam membantu nabi. Dan yang paling penting serta menjadi pokok pembahasan dalam tulisan ini adalah semangat mereka dalam menuntut ilmu di usia yang sudah tua.


Datangnya Islam yang bersamaan dengan diutusnya Nabi Muhammad SAW di usia 40 tahun, tentu juga menjadi penyebab para sahabat “agak” lambat dalam mempelajari dan mengenal hakikat Islam serta aturan dan ketentuan di dalamnya. Karenanya, kisah ini sekali lagi akan menjadi teladan dan referensi bagi umat Islam bahwa belajar tidak mengenal usia, karena terdapat beberapa sahabat nabi justru belajar tentang Islam di usia yang sudah tidak muda.


Sebut saja sahabat Abu Bakar, salah seorang sahabat nabi yang paling setia menemani nabi dalam berdakwah. Siang dan malam selalu bersama dengannya, bahkan ia tidak tenang jika selama satu hari tidak melihat nabi. Kendati demikian, sahabat nabi yang memiliki julukan as-siddiq (orang yang sangat jujur atau orang yang selalu membenarkan nabi) ini masuk Islam di usianya yang sudah tidak lagi muda. Sehingga ia mengenal dan belajar tentang Islam pun juga di usianya yang sudah tua.


Ada juga sahabat Umar bin Khattab, salah seorang sahabat nabi yang sangat tegas dalam menganut ajaran Islam. Jika sudah benar, bagaimana pun rintangannya akan ia katakan benar. Begitu juga sebaliknya, jika sudah salah, ia tidak akan sekali-kali membenarkannya. Dari sinilah ia kemudian mendapatkan gelar al-Faruq, yang berarti pemisah antara kebenaran dan kebatilan. Sahabat yang satu ini juga memiliki nasib yang sama seperti Abu Bakar. Ia memeluk ajaran Islam di usia yang sudah tidak lagi muda, sehingga sehingga mengenal dan belajar tentang Islam pun juga di usianya yang sudah tua.


Ada juga sahabat Usman bin Affan, salah seorang sahabat nabi yang sangat dermawan dalam membantu perkembangan dan penyebaran Islam. Bahkan suatu saat semua harta yang dimilikinya, ia sedekahkan untuk Islam. Yang menarik dari sahabat yang satu adalah ia memeluk Islam di usianya yang sudah memasuki 30 tahun atas ajakan sahabat Abu Bakar. Tentu di usia tersebut ia masih awam tentang Islam, sehingga mengenal dan belajar tentang Islam pun juga di usianya yang sudah mendekati tua.


Ada juga sahabat Khalid bin Walid, salah seorang sahabat nabi yang merupakan pejuang sekaligus panglima perang kaum Muslimin. Saking hebatnya, ia tidak pernah kalah dalam setiap perang yang ia pimpin. Karenanya, Khalid bin Walid menyandang gelar Saifullah al-Maslul, yang berarti Pedang Allah yang terhunus. Kendati demikian, sahabat yang satu ini juga memiliki nasib yang sama sebagaimana sahabat sebelumnya, yaitu mulai belajar dan mengenal Islam di usianya yang sudah tua.


Ada juga sahabat Hamzah bin Abdul Muthalib, seorang sahabat sekaligus paman nabi yang memiliki gelar Asadullah, yang berarti singa Allah, karena kepahlawanannya saat membela Islam. Ia juga salah satu sahabat yang paling setia membantu nabi dalam penyebaran Islam. Jika ada orang Quraisy yang hendak menyakiti atau menghalangi nabi, maka ia adalah orang pertama yang akan menghalangi mereka. Dan, sahabat Hamzah juga bagian dari sekian banyak sahabat yang memulai belajar tentang Islam di usianya yang sudah tua.


Selain sahabat Abu Bakar as-Siddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin Affan, Khalid bin Walid, Hamzah bin Abdul Muthalib, masih banyak lagi sahabat nabi lainnya yang baru mengenal Islam di usia yang tidak lagi muda, seperti sahabat Talhah bin Ubaidillah, Abdullah bin Jahsyi, Zubair bin Awwam, Mus’ab bin Umair, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Haritsah, Abu Sinan bin Muhsin, Uthbah bin Ghazwan, Umair bin Abi Waqas, Amir bin Fuhairah, Abu Salamah bin Abu Asad, dan masih banyak lagi sahabat yang baru mengenal Islam di usia tua.


Berkaitan dengan hal ini, Sayyid Muhammad Abdul Hayyi al-Idrisi al-Husaini al-Fasi, menulis suatu bab secara khusus dalam salah satu karyanya yang berjudul Nizhamu al-Hukumah al-Islamiyah al-Musamma at-Tartibul Adariyah, perihal semangat para sahabat nabi dalam mempelajari Islam di usianya yang sudah tua (hirsu as-sahabah ‘ala at-ta’allum wa hum kibarun). Dalam karyanya ia mengatakan:


وَقَدْ تَعَلَّمَ أَصْحَابُ رَسُوْلِ اللهِ فِي كِبَرِ سَنِّهِمْ


Artinya, “Sungguh sahabat nabi belajar di usianya yang sudah tua.”


Dengan demikian, sudah seharusnya ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa tidak ada alasan untuk tidak belajar, sekalipun di usia tua. Sebab, para sahabat nabi saja yang dikenal sebagai paling baiknya masa juga banyak yang belajar di usianya yang tidak muda,


وَلَا يَقُوْلُ الْكَبِيْرُ: لَا أَتَعَلَّمُ لِأَنِّي لَا أَحْفَظُ، لِأَنَّ الصَّحَابَةَ تَعَلَّمُوْا وَهُمْ كِبَارٌ شُيُوْخٌ وَكهَالٌ


Artinya, “Tidak sepantasnya orang yang sudah tua berkata: Aku tidak mau belajar, karena aku sudah tidak bisa menghapal. Sebab, para sahabat banyak yang belajar di usia tua, sepuh, dan berumur antara 30-50 tahunan.” (Sayyid Muhammad Hayyi, Nizhamu al-Hukumah al-Islamiyah al-Musamma at-Tartibul Adariyah, [Maktabah Darul Qalam: tt], juz I, halaman 162).


Dengan menilik sejarah sahabat yang baru mengenal Islam di usia tua ini, maka sudah seharusnya menjadi sebuah pelajaran bagi semua umat Islam bahwa belajar memang tidak memiliki batas waktu, atau istilah masa kininya adalah long life learner. Sebab, sejarah sudah mencatat orang-orang hebat yang baru memulai belajar tentang Islam di usianya yang sudah mendekati senja, namun mendapatkan kesuksesan dari Allah perihal terbukanya hati untuk mengenal ilmu pengetahuan.


Sunnatullah, Pengajar di Pondok Pesantren Al-Hikmah Darussalam Durjan Kokop Bangkalan Jawa Timur