Syariah

Palestina Menang, Kiamat Datang, Benarkah?

Sen, 6 November 2023 | 13:00 WIB

Palestina Menang, Kiamat Datang, Benarkah?

Bendera Palestina. (NU Online/Freepik)

Perang yang terjadi di Palestina adalah konflik kesekian kali yang terjadi antara Palestina dengan Israel. Umat Islam bahkan orang-orang di dunia mungkin bertanya-tanya kapankah perang tersebut berhenti, atau perang ini baru berhenti ketika hari kiamat tiba?


Banyak asumsi dan opini yang tersebar di tengah masyarakat Muslim bahwa apabila Palestina menang maka hari kiamat pun datang. Tentunya kabar seperti ini malah menciptakan ketakutan di tengah masyarakat. 


Dengan kabar tersebut, bisa jadi di hati kecil sebagian orang ada harapan agar perang ini tidak pernah selesai, karena jika selesai maka kiamat pun tiba. Tentunya klarifikasi dan pengecekan ulang terhadap informasi semacam harus dilakukan agar kesalahpahaman ini dapat dikoreksi.


Tampaknya informasi tersebut muncul dari hadits-hadits yang menceritakan kondisi akhir zaman dan juga bumi Syam, di mana saat ini wilayah tersebut dinamakan Palestina. Hadits-hadits tersebut umumnya bersifat futuristik dan berisi ramalan masa depan.


Misalnya Imam Muslim meriwayatkan sebuah hadits:


لَا تَزَالُ عِصَابَةٌ مِنْ أُمَّتِي يُقَاتِلُونَ عَلَى أَمْرِ اللَّهِ قَاهِرِينَ لِعَدُوِّهِمْ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ حَتَّى تَأْتِيَهُمُ السَّاعَةُ وَهُمْ عَلَى ذَلِكَ


Artinya, “Senantiasa ada sekelompok dari umatku berperang di atas perintah Allah, menang terhadap musuh mereka, orang yang menyelisihi mereka tidak membahayakan mereka hingga hari kiamat datang dan mereka masih dalam kondisi seperti itu.” (HR. Muslim)


Bahkan dalam riwayat Ahmad terdapat tambahan spesifik soal di mana wilayah kelompok tersebut, haditsnya yaitu:


لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ لَعَدُوِّهِمْ قَاهِرِينَ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ إِلَّا مَا أَصَابَهُمْ مِنْ لَأْوَاءَ حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَأَيْنَ هُمْ؟ قَالَ: بِبَيْتِ الْمَقْدِسِ وَأَكْنَافِ بَيْتِ الْمَقْدِسِ


Artinya, “Senantiasa ada kelompok dari umatku yang menang di atas kebenaran atas musuh mereka, orang yang menyelisihi mereka tidak membahayakan mereka kecuali apa yang menimpa mereka berupa kesulitan hidup sampai datang kepada mereka ketentuan Allah dan mereka demikian.” Mereka berkata, “Ya Rasulullah dan mereka di mana?” Beliau bersabda, “Baitul Maqdis dan sekitar nya.” (HR. Ahmad).


Ada perbedaan signifikan antara riwayat Muslim dan Ahmad, di mana Baitul Maqdis disebutkan dalam riwayat Ahmad. Dalam ilmu hadits, penambahan redaksi dalam redaksi hadits akan berimplikasi pada kualitas haditsnya.


Berkaitan dengan riwayat Ahmad, al-Haitsami mengomentari bahwa para perawi dalam riwayat Ahmad kredibel semuanya. Sedangkan al-Dzahabi dalam al-Mizan mengomentari satu orang dalam sanad tersebut, yaitu ‘Amrun bin ‘Abdullah al-Hadhrami, “Aku tidak mengetahui siapa saja yang meriwayatkan darinya kecuali Yahya bin Abi ‘Amrin.” (Nabil Manshur, Anis al-Sari, [Beirut: Muassasah al-Samahah, 2005], jilid XI, hal. 1545).


Artinya riwayat hadits spesifik mengenai informasi peperangan di Baitul Maqdis hingga akhir zaman belum mencapai derajat kebenaran mutlak kecuali realita sampai saat ini membenarkannya. Pasalnya hingga saat ini tiada satu pun manusia yang tahu kapan terjadinya kiamat.


Kemudian lebih spesifik lagi tanda-tanda kiamat yang berkaitan dengan menangnya Palestina dapat diindikasikan dari sebuah hadits yang barangkali belum dipahami secara utuh, yaitu sebuah hadits riwayat Abu Dawud dalam Sunan-nya:


قَالَ يَا ابْنَ حَوَالَةَ إِذَا رَأَيْتَ الْخِلَافَةَ قَدْ نَزَلَتْ أَرْضَ الْمُقَدَّسَةِ فَقَدْ دَنَتْ الزَّلَازِلُ وَالْبَلَابِلُ وَالْأُمُورُ الْعِظَامُ وَالسَّاعَةُ يَوْمَئِذٍ أَقْرَبُ مِنْ النَّاسِ مِنْ يَدِي هَذِهِ مِنْ رَأْسِكَ


Artinya, “Nabi saw bersabda, ‘Wahai anak Hawalah, apabila engkau melihat kekhilafahan telah turun di bumi yang disucikan maka sungguh telah dekat bencana gempa dan berbagai kesedihan serta perkara-perkara besar. Pada saat itu Hari Kiamat lebih dekat kepada orang-orang daripada tanganku ini dari kepalaku’.” (HR Abu Dawud).


Secara sekilas, kekhilifahan yang dimaksud adalah kedamaian yang ada di akhir zaman maka kiamat pun datang. Al-Khithabi menjelaskan:


وإنما أنذر أيام بني أمية وما حدث من الفتن في زمانهم


Artinya, “Nabi saw hanya memperingatkan tentang zaman Bani Umayyah dan kesengsaraan yang terjadi pada masa mereka.” (Al-‘Azhim Abadi, ‘Awnul Ma’bud, [Beirut: Darul Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.], jilid VII, hal. 150).


Penjelasan al-Khithabi terhadap hadits tersebut mungkin saja bentuk kontekstualisasi dari peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi sebelumnya di masa pemerintahan Bani Umayyah, di mana apabila melihat tahun lahirnya dengan keruntuhan dinasti tersebut selisih 180 tahunan.


Sepanjang perjalanan peradaban manusia, pasca wafatnya Nabi saw, kesedihan dan bencana serta perkara besar pun silih berganti terjadi. Artinya prediksi bahwa apabila Palestina menang sehingga menyebabkan kiamat belum tentu benar jika hanya berlandaskan hadits di atas.


Tidak ada yang mengetahui kapan kiamat terjadi. Apabila kita menilik Al-Quran maupun hadits, maka Rasulullah saw saja tidak mengetahui kapan terjadinya secara pasti. 


Informasi yang Rasulullah saw sampaikan hanya berupa cirinya saja, di mana ciri tersebut menjadi alamat umum yang realitanya terjadi dari masa ke masa sehingga kecil kemungkinan bagi kita menyimpulkan kiamat terjadi di waktu tertentu.


Apabila kita merujuk kepada Al-Quran surat Al-Ahzab ayat 63, Allah berfirman:


يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ ۖ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا


Artinya, “Orang-orang bertanya kepadamu (Nabi Muhammad) tentang hari Kiamat. Katakanlah bahwa pengetahuan tentang hal itu hanya ada di sisi Allah.” Tahukah engkau, boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat.” (QS Al-Ahzab [33]:63).


Sebagaimana ayat di atas, rasa penasaran manusia akan hari akhir akan terus ada, misalnya di masa Nabi saw pertanyaan tersebut sering dilontarkan, sebagian pertanyaan tak jarang disertai dengan pengingkaran.


Syekh Wahbah al-Zuhaili menafsirkan ayat “boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat” di atas sebagai ancaman pada orang yang menginginkan sesuatu secara instan dan buru-buru (al-musta’jalun) dan juga sebagai bungkaman terhadap orang-orang musyrik yang keras kepala. (Syekh Wahbah al-Zuhaili, al-Tafsir al-Munir, [Beirut: Dar al-Fikr, 1418], jilid XXII, hal. 115).


Kesimpulannya, ketentuan terjadinya kiamat ketika Palestina menang belum bisa dipastikan waktunya sebab keumuman hadits yang tidak menyebut waktu tertentu. Oleh sebab itu tidak perlu ada kekhawatiran dalam menolong saudara-saudara kita di Palestina dengan dukungan doa dan harta yang disalurkan pada lembaga resmi dan terpercaya.


Di sisi lain, persoalan terjadinya hari akhir hanya diketahui oleh Allah saja, Rasulullah saw pun tidak mengetahui waktu tepatnya kecuali hanya ciri dan alamatnya saja. Wallahu a’lam


Amien Nurhakim, Musyrif Pesantren Ilmu Hadits Darus-Sunnah