Syariah

Pembunuhan Tidak Sengaja dalam Perspektif Hukum Islam

Kam, 16 Februari 2023 | 07:00 WIB

Pembunuhan Tidak Sengaja dalam Perspektif Hukum Islam

Pembunuhan tidak sengaja. (Ilustrasi: rawpixel.com via freepik.com)

Dalam perspektif hukum Islam, pembunuhan bisa jadi dilakukan dengan tidak adanya unsur kesengajaan. Secara sederhana, misalkan seseorang menembak burung namun ternyata tembakannya meleset mengenai seseorang dan kemudian menyebabkan kematian. Pembunuhan semacam ini disebut sebagai pembunuhan khatha` (keliru) dalam kajian hukum fikih.


Setidaknya, ada tiga unsur yang mesti ada dalam putusan kasus pembunuhan tidak sengaja, yakni adanya perbuatan yang menyebabkan kematian seseorang yang dijaga darahnya (ma’shum), terjadinya tindakan tersebut murni karena kesalahan dan adanya keterkaitan antara perbuatan yang keliru tadi dengan kematian korban.


Meskipun dilakukan dengan tidak sengaja, namun tetap saja karena pembunuhan ini merupakan tindak pidana, maka tetap ada konsekuensi hukum yang mesti berlaku. Alquran surat an-Nisa: 92 secara khusus menjelaskan pembunuhan kategori tidak sengaja ini sebagai berikut:


وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ أَن يَقْتُلَ مُؤْمِنًا إِلَّا خَطَـًٔا ۚ وَمَن قَتَلَ مُؤْمِنًا خَطَـًٔا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ وَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦٓ إِلَّآ أَن يَصَّدَّقُوا۟ ۚ فَإِن كَانَ مِن قَوْمٍ عَدُوٍّ لَّكُمْ وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ وَإِن كَانَ مِن قَوْمٍۭ بَيْنَكُمْ وَبَيْنَهُم مِّيثَٰقٌ فَدِيَةٌ مُّسَلَّمَةٌ إِلَىٰٓ أَهْلِهِۦ وَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُّؤْمِنَةٍ ۖ فَمَن لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ تَوْبَةً مِّنَ ٱللَّهِ ۗ وَكَانَ ٱللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا


Artinya: “Dan tidak patut bagi seorang yang beriman membunuh seorang yang beriman (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja). Barangsiapa membunuh seorang yang beriman karena tersalah (hendaklah) dia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta (membayar) tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh itu), kecuali jika mereka (keluarga si terbunuh) membebaskan pembayaran. Jika dia (si terbunuh) dari kaum yang memusuhimu, padahal dia orang beriman, maka (hendaklah si pembunuh) memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Dan jika dia (si terbunuh) dari kaum (kafir) yang ada perjanjian (damai) antara mereka dengan kamu, maka (hendaklah si pembunuh) membayar tebusan yang diserahkan kepada keluarganya (si terbunuh) serta memerdekakan hamba sahaya yang beriman. Barangsiapa tidak mendapatkan (hamba sahaya), maka hendaklah dia (si pembunuh) berpuasa dua bulan berturut-turut sebagai tobat kepada Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana”.


Menyikapi ayat di atas, secara sistematis, dalam Kitab Ghayah al-Ikhtishar disebutkan bahwa definisi pembunuhan tidak sengaja ialah:


وَالْخَطَأ الْمَحْض هُوَ أَن يَرْمِي إِلَى شَيْء فَيُصِيب رجلا فيقتله وَلَا قَود عَلَيْهِ بل تجب دِيَة مُخَفّفَة على الْعَاقِلَة مُؤَجّلَة ثَلَاث سِنِين 


Artinya: “Pembunuhan khatha` (keliru) ialah semisal jika ia memanah pada sesuatu namun ternyata mengenai seseorang dan menyebabkan kematiannya, maka tidak ada balas bunuh dalam kasus ini dan yang diwajibkan ialah membayar diyat mukhaffafah (yang diringankan) bagi waris ‘aqilah dengan diangsur selama 3 tahun.”


Penjelasan dalam Kitab Ghayah di atas menjelaskan kepada kita bahwa dalam kasus pembunuhan yang tidak disengaja, tidak boleh dilakukan qishash atau balas bunuh, dan konsekuensi yang lahir ialah pembayaran diyat yang diringankan. Dalam Kitab Kifayah al-Akhyar yang mengomentari Kitab Ghayah, disebutkan bahwa maksud “diringankan” dalam pembayaran denda kasus pembunuhan tidak disengaja ini ialah:


1. Unta yang wajib dibayarkan berupa:


a. 20 ekor unta bintu makhadz (unta betina umur 1 tahun)


b. 20 ekor unta bintu labun (unta betina umur 2 tahun)


c. 20 ekor unta ibnu labun (unta jantan umur 2 tahun)


d. 20 ekor unta hiqqah (unta betina umur 3 tahun)


e. 20 ekor unta jadz’ah (unta betina umur 4 tahun)


2. Dibebankan kepada waris ‘aqilah; yakni ahli waris lelaki si pelaku yang memiliki potensi mendapatkan waris ‘ashabah pada bab waris. Artinya tidak mutlak dibebankan kepada si pelaku.


3. Boleh diangsur selama 3 tahun


Berikutnya, sebagai representasi dari rasa menyesal atau taubat si pelaku, ia juga diwajibkan membebaskan budak mukmin atau berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Demikian, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam bi shawab.


Ustadz Muhammad Ibnu Sahroji atau Ustadz Gaes