Moh Soleh Shofier
Kolomnis
Pernahkah Anda mengalami atau melihat seseorang yang mengambil kredit motor atau mobil, tetapi di tengah jalan tidak mampu melanjutkan pembayaran angsurannya? Sebagai solusi, mereka kemudian memindahkan kewajiban utangnya kepada orang lain melalui mekanisme yang dikenal sebagai over kredit.
Over kredit adalah istilah yang merujuk pada proses pemindahan kepemilikan kendaraan, baik motor maupun mobil, yang masih dalam masa kredit. Pada dasarnya, over kredit terjadi ketika seseorang yang sebelumnya mengambil kredit kendaraan tidak lagi mampu membayar angsuran bulanannya kepada pihak leasing atau bank. Dalam kondisi ini, pihak pertama memindahkan kewajiban pembayaran kredit tersebut kepada pihak kedua, yang kemudian mendapatkan hak kepemilikan atas kendaraan tersebut.
Secara sederhana, over kredit adalah proses alih fasilitas kredit dari satu orang ke orang lain. Biasanya, prosedur ini menjadi pilihan ketika pembeli pertama tidak lagi mampu melunasi kewajibannya, sementara pembeli kedua ingin memiliki kendaraan dengan harga yang lebih terjangkau, sesuai kemampuan finansialnya. Dengan mekanisme ini, over kredit sering dianggap sebagai solusi yang menguntungkan bagi kedua belah pihak, asalkan dilakukan sesuai prosedur yang sah dan transparan.
Dalam Islam praktik seperti itu sama dengan akad hawalah atau pemindahan utang lantaran tidak mampu membayar. Syekh Khatib asy-Syarbini dalam kitab Al-Iqna’ (Beirut: Darul Fikr, t.t: 309) mendefinisikan pemindahan hutang sebagai berikut:
وَهِي … لُغَة التَّحَوُّل والانتقال وَشرعا عقد يَقْتَضِي نقل دين من ذمَّة إِلَى ذمَّة أُخْرَى
Artinya, “Hawalah secara bahasa adalah mengalihkan atau memindahkan. Secara syariat, ia adalah transaksi yang menghendaki berpindahnya utang dari tanggungan seseorang kepada tanggungan orang lain.”
Secara syariat, status transaksi over kredit sah karena memenuhi rukun berikut syarat-syarat dalam pengalihan utang. Pertama, muhtal yaitu pihak leasing atau bank. Kedua, muhil adalah orang yang mengambil kredit pertama kali.
Ketiga, muhal ‘alaihi yaitu pihak kedua yang menalangi atau menggantikan peran untuk melanjutkan pembayaran tanggungan kredit. Keempat, utang berupa cicilan atau angsuran tiap bulan yang wajib disetor ke pihak bank. Kelima dan keenam, sighat yaitu ijab dan qabul yang dilakukan oleh pihak leasing dan orang yang mengkredit pertama kali.
Syekh Zakariya al-Anshari dalam Fathul Wahhab Jilid I (Beirut, Darul Fikr, 1994: 250) menjelaskan bahwa unsur-unsur hiwalah ada enam:
أَرْكَانُهَا " سِتَّةٌ " مُحِيلٌ وَمُحْتَالٌ وَمُحَالٌ عَلَيْهِ وَدَيْنَانِ دَيْنٌ لِلْمُحْتَالِ عَلَى الْمُحِيلِ وَدَيْنٌ لِلْمُحِيلِ عَلَى الْمُحَالِ عَلَيْهِ وَصِيغَةٌ
Artinya, “Adapun rukun-rukunnya hiwalah yaitu ada enam. Muhil, muhtal, muhal ‘alaih, dua hutang. Hutang muhtal atas muhil dan hutang muhil atas muhal ‘alahi dan sighat (ijab dan qabul).”
Selain rukun, syarat pengalihan utang juga terpenuhi dalam over kredit. Antara lain kerelaan orang yang mengambil kredit dan persetujuan dari pihak leasing. Syekh Khatib asy-Syarbini menjelaskan syarat-syarat keabsahan pengalihan utang, yaitu relanya orang yang mengalihkan utang serta persetujuan dari pihak yang memiliki hak piutang. Selain itu, nominal dan sifat utang juga harus dijelaskan secara jelas kepada setiap pihak yang terkait (Al-Iqna’, hal. 310).
Ketika muhil (orang yang melakukan kredit) tidak sanggup lagi membayar cicilan kepada pihak bank, ia wajib mendatangi leasing untuk melakukan konfirmasi terkait pengalihan utang atau pembayaran cicilan yang dilimpahkan kepada orang lain.
Artinya, transaksi ini harus dilakukan langsung di tempat leasing atau bank tempat motor tersebut terdaftar dengan membawa semua persyaratan yang dibutuhkan. Proses ini bertujuan untuk memberi tahu perusahaan leasing secara resmi bahwa cicilan kredit motor tersebut akan dialihkan kepada pihak lain, yang nantinya bertanggung jawab melunasi sisa cicilan.
Dalam proses ini, harus dijelaskan secara rinci mengenai identitas kendaraan, jumlah cicilan, hingga ketentuan pembayaran per bulannya. Dengan demikian, transaksi over kredit sah secara syariat sebagai bentuk transaksi hawalah, yaitu solusi yang ditawarkan syariat untuk mengatasi kebuntuan dalam aktivitas perekonomian. Wallahu A’lam.
Ustadz Moh Soleh Shofier, Alumni Ma'had Aly Situbondo
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua