Syariah

Penjelasan Ulama tentang Silaturahim Digital

NU Online  ·  Kamis, 3 April 2025 | 17:00 WIB

Penjelasan Ulama tentang Silaturahim Digital

Ilustrasi silaturahim digital. (Foto: NU Online)

Jauh sebelum datangnya era digital, praktik silaturahim identik dengan kunjungan fisik, bertatap muka, dan saling berjabat tangan. Namun zaman terus berkembang, teknologi telah masuk ke setiap sudut kehidupan, termasuk dalam cara melakukan silaturahim melalui aplikasi, misalnya WhatsApp (WA) atau media sosial lainnya. 

 

Di tengah arus modernisasi, silaturahim digital bukan lagi sekadar pilihan, tetapi sebuah keniscayaan. Bahkan, teknologi dapat menjadi sarana yang efektif untuk memperkuat tali persaudaraan tanpa terhalang oleh jarak dan waktu.

 

Silaturahim merupakan salah satu amalan yang sangat dianjurkan dalam Islam. Rasulullah saw bersabda:

 

مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُبْسَطَ لَهُ فِي رِزْقِهِ أَوْ يُنْسَأَ لَهُ فِي أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ

 

Artinya: “Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya atau dipanjangkan umurnya, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” (HR. Bukhari dan Muslim)

 

Di era digitalisasi ini, silaturahim tentu juga dapat dilakukan secara digital, terutama untuk kerabat yang berada dalam jarak yang jauh, asalkan sesuai dengan prinsip syariat dalam menjalankan silaturahim. 

 

Abu Zakaria Muhyiddin An-Nawawi menjelaskan bahwa silaturahim tidak terikat dengan cara tertentu. Prinsipnya adalah melakukan hal apapun yang dianggap dapat menyambung tali persaudaraan, baik dengan berkunjung, memberi hadiah, maupun memberikan bantuan.

 

An-Nawawi juga menjelaskan bahwa bagi kerabat yang berada pada jarak yang jauh, silaturahim dapat dilakukan dengan cara berkirim surat, berkirim salam, dan semisalnya.   

 

وَأَمَّا صِلَةُ الرَّحِمِ فَفِعْلُكَ مَعَ قَرِيْبِكَ مَا تُعَدُّ بِهِ وَاصِلًا غَيْرَ مُنَافِرٍ وَمُقَاطِعٍ لَهُ وَيَحْصُلُ ذَلِكَ تَارَةً بِالْمَالِ وَتَارَةً بِقَضَاءِ حَاجَتِهِ أَوْ خِدْمَتِهِ أَوْ زِيَارَتِهِ  وَفِي حَقِّ الْغَائِبِ بِنَحْوِ هَذَا وَبِالْمُكَاتَبَةِ وَإِرْسَالِ السَّلَامِ عَلَيْهِ وَنَحْوِ ذَلِكَ

 

Artinya "Adapun silaturahim, yaitu perbuatanmu terhadap kerabatmu yang dianggap sebagai bentuk menyambung tali persaudaraan, bukan menjauhi dan memutus hubungan dengannya. Hal ini dapat terwujud terkadang dengan harta, terkadang dengan memenuhi kebutuhannya atau melayaninya atau mengunjunginya. Dan dalam hal kerabat yang jauh, (silaturahim dapat dilakukan) dengan cara yang serupa, atau dengan surat-menyurat, mengirim salam kepadanya, dan lain sebagainya." (Raudhatut Thalibin [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2013] juz IV, Halaman 451)

 

Ibnu Shalah pernah ditanya mengenai batasan silaturahim, dan apakah wajib bagi orang yang memiliki hubungan kerabat untuk berkirim surat jika ia tidak mampu untuk mendatanginya?

 

Ibnu Shalah menjawab bahwa silaturahim adalah engkau berinteraksi dengan kerabat dan sanak saudaramu sedemikian rupa sehingga engkau dianggap sebagai orang yang menyambung hubungan dengan mereka, menjauhi hal-hal yang menyebabkan permusuhan dan pemutusan hubungan. 

 

Kemudian beliau menjelaskan terkait kewajiban silaturahim bagi kerabat yang ada pada jarak yang jauh, menurutnya Jika prinsip silaturahim itu terwujud dengan surat-menyurat kepada orang yang jauh, maka itu sudah cukup. (Fatawi Ibni Shalah, juz I, halaman 399)

 

Imam Sulaiman al-Bujairimi menegaskan bahwa silaturahim dengan kerabat jauh dapat dilakukan melalui surat-menyurat sebagai bentuk pemenuhan kewajiban. Namun, beliau menekankan bahwa pertemuan langsung tetap lebih utama bagi yang mampu melakukannya. Ia mengungkapkan:

 

فَالْوَاجِبُ صِلَةُ الرَّحِمِ بِالزِّيَارَةِ وَالْهَدِيَّةِ فَإِنْ لَمْ يَقْدِرْ عَلَى الصِّلَةِ بِالْمَالِ فَلْيَصِلْهُمْ بِالزِّيَارَةِ وَبِالْإِعَانَةِ فِي أَعْمَالِهِمْ إِنْ احْتَاجُوا إِلَيْهِ وَإِنْ كَانَ غَائِبًا يَصِلُهُمْ بِالْكِتَابِ فَإِنْ قَدَرَ عَلَى السَّيْرِ إلَيْهِمْ كَانَ أَفْضَلَ .

 

Artinya: "Maka yang wajib adalah silaturahim dengan kunjungan dan pemberian hadiah. Jika seseorang tidak mampu bersilaturahim dengan harta, maka hendaknya ia bersilaturahim dengan kunjungan dan dengan membantu pekerjaan mereka jika mereka membutuhkannya. Dan jika ia berada di tempat yang jauh, hendaknya ia bersilaturahim dengan berkirim surat. Jika ia mampu melakukan perjalanan kepada mereka, maka itu lebih utama." (Hasyiyah Al-Bujairimi Alal Khathib [Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyah, 2015] juz III, halaman 655)

 

Berdasarkan penjelasan di atas, silaturahim tetap sah dilakukan secara jarak jauh melalui berbagai cara yang dapat mempererat hubungan persaudaraan, termasuk memanfaatkan sarana digital di era modern. Namun, pertemuan langsung tetap lebih utama ketika memungkinkan. Dengan menggunakan teknologi secara bijak, kita dapat menjaga dan memperluas jalinan silaturahim tanpa terbatas ruang dan waktu. Wallahu a'lam.

 

Muhammad Zainul Millah, Wakil Katib PCNU Kabupaten Blitar.