Syariah

Tidak Mungkar, Ini Hukum Memainkan Rebana dalam Masjid

Ahad, 8 Oktober 2023 | 13:00 WIB

Tidak Mungkar, Ini Hukum Memainkan Rebana dalam Masjid

Hadrah di dalam masjid. (Foto: NU Online)

Pada tanggal 5 Oktober 2023, sebuah video viral di media sosial yang menampilkan seorang bapak-bapak marah pada anak-anak yang menabuh rebana di masjid. Video tersebut diambil di Masjid Al-Ikhlas Perumahan Palm Spring, Jambangan, Surabaya, Jawa Timur.


Dalam video tersebut, terlihat seorang bapak-bapak mengenakan baju koko menghampiri sekelompok anak-anak yang sedang menabuh rebana di dalam masjid. Bapak tersebut terlihat marah dan berteriak-teriak kepada anak-anak tersebut. Ia menyatakan bahwa memainkan rebana di masjid perbuatan mungkar, yang menodai ajaran Islam. 


Video tersebut mendapat berbagai tanggapan dari warganet. Ada yang mendukung bapak-bapak tersebut karena menganggap bahwa menabuh rebana di masjid adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan ajaran Islam dan bid'ah. Ada pula yang menyayangkan sikap bapak-bapak tersebut karena dianggap terlalu berlebihan dan tidak menghargai upaya anak-anak tersebut untuk mempelajari agama dan mempertahankan tradisi luhur.


Lantas bagaimana hukum main rebana di masjid?

Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab  al-Fatawa al-Kubro al-Fiqhiyyah juz 4, halaman 356, berpendapat bahwa memukul rebana di masjid hukumnya boleh, berdasarkan hadits dari Aisyah radhiyallahu anha yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad saw memerintahkan untuk mengumumkan pernikahan dengan memukul rebana. Hadits ini menunjukkan bahwa memukul rebana di masjid diperbolehkan untuk tujuan tertentu, yaitu mengumumkan pernikahan.


Adapun hadits yang dirujuk terkait kebolehan memukul rebana di masjid adalah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah. Nabi Muhammad SAW bersabda:


اعلنوا هذا النكاح، واجعلوه في المساجد، واضربوا عليه بالدفوف


Artinya: "Umumkanlah pernikahan ini, dan lakukanlah di masjid serta (ramaikanlah) dengan memukul duf (rebana)"


Hadits ini menunjukkan bahwa Nabi Muhammad saw menganjurkan untuk mengumumkan pernikahan, dan salah satu caranya adalah dengan memukul rebana di masjid. Hal ini bertujuan untuk meramaikan acara pernikahan dan sebagai bentuk syukur atas nikmat pernikahan.


Lebih lanjut, masih menurut Imam Ibnu Hajar, kebolehan memukul rebana di masjid ini didukung oleh pendapat para ulama salaf, yaitu Syaikh Izzuddin bin Abdissalam, Ibnu Daqiq al-‘Id, dan Abu Ishaq asy-Syairazi. Ketiga ulama ini merupakan ulama mujtahid yang wara’, sehingga pendapat mereka dapat dijadikan sebagai hujjah


وَفِيهِ إيمَاءٌ إلَى جَوَازِ ضَرْبِ الدُّفِّ فِي الْمَسَاجِدِ لِأَجْلِ ذَلِكَ فَعَلَى تَسْلِيمِهِ يُقَاسُ بِهِ غَيْرُهُ وَأَمَّا نَقْلُ ذَلِكَ عَنْ السَّلَفِ فَقَدْ قَالَ الْوَلِيُّ أَبُو زُرْعَةَ فِي تَحْرِيرِهِ صَحَّ عَنْ الشَّيْخِ عِزِّ الدِّينِ بْنِ عَبْدِ السَّلَامِ وَابْنِ دَقِيقِ الْعِيدِ وَهُمَا سَيِّدَا الْمُتَأَخِّرِينَ عِلْمًا وَوَرَعًا وَنَقَلَهُ بَعْضُهُمْ عَنْ الشَّيْخِ أَبِي إِسْحَاقَ الشِّيرَازِيِّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى وَكَفَاكَ بِهِ وَرِعًا مُجْتَهِدًا


Artinya: "Dalam hadits tersebut terdapat isyarat diperbolehkannya memukul rebana di masjid untuk tujuan tersebut. Maka, atas keabsahannya, yang lainnya dapat diukur dengannya. Adapun periwayatan itu dari salaf, maka al-Wali Abu Zur'ah dalam tahririh berkata: "Telah shahih dari Syaikh Izzuddin bin Abdul Salam dan Ibnu Daqiq al-'Id, dan keduanya adalah pemimpin para mutaakhirin dalam hal ilmu dan wara'. Sebagian mereka meriwayatkannya dari Syaikh Abu Ishaq al-Syirazi rahimahullah ta'ala, dan cukuplah dia sebagai orang yang wara' dan mujtahid"


Namun, perlu diperhatikan bahwa memukul rebana di masjid harus dilakukan dengan cara yang tidak mengganggu kekhusyukan ibadah. Selain itu, suara rebana juga harus disesuaikan dengan suasana masjid.


Lebih lanjut, Imam An-Nawawi, seorang ulama besar mazhab Syafi'i,  dalam kitab Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab, jilid II, halaman 192 menjelaskan bahwa diperbolehkan melakukan aktivitas duniawi di dalam masjid. Misalnya, berbicara di dalam masjid, baik itu berbicara tentang urusan dunia maupun urusan ibadah, selama pembicaraan tersebut tidak mengandung unsur haram [ghibah, gosip, dan adu domba].

Hal ini didasarkan pada hadits riwayat Jabir bin Samurah yang menceritakan bahwa Rasulullah saw dan para sahabatnya pernah berbincang-bincang di dalam masjid, termasuk membicarakan persoalan yang terjadi pada masa Jahiliyyah, dan mereka pun tertawa dan tersenyum.


يجوز التحدث بالحديث المباح في المسجد وبأمور الدنيا وغيرها من المباحات وإن حصل فيه ضحك ونحوه ما دام مباحا لحديث جابر بن سمرة رضي الله عنه قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم لا يقوم من مصلاه الذي صلى فيه الصبح حتى تطلع الشمس فإذا طلعت قام قال وكانوا يتحدثون فيأخذون في أمر الجاهلية فيضحكون ويتبسم


Artinya: "Dibolehkan berbicara hal-hal yang mubah di masjid, baik itu urusan duniawi maupun hal-hal lain yang mubah. Meskipun hal tersebut menimbulkan tawa dan sebagainya, selama hal tersebut masih mubah. Pendapat ini berdasarkan hadits Jabir bin Samurah radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:


“Rasulullah SAW tidak berdiri dari tempat beliau shalat subuh hingga matahari terbit. Jika matahari terbit, beliau pun berdiri. Jabir berkata; "Ketika itu mereka membicarakan banyak hal termasuk persoalan yang terjadi pada masa Jahiliyyah sehingga membuat mereka tertawa dan tersenyum."


Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam masjid diperbolehkan melakukan pelbagai aktivitas, selama tidak melakukan perbuatan yang terlarang, semisal membicarakan keburukan orang lain, ghibah dan lainnya. Pun dalam masjid di perbolehkan memainkan rebana, berdasarkan hadits Nabi dan pendapat Ibnu Hajar dalam kitab al-Fatawa al-Kubra al-Fiqhiyyah.


Zainuddin Lubis, pegiat kajian tafsir, tinggal di Ciputat