Syariah

Tingginya Angka Bunuh Diri, Ini Pandangan Islam

Sen, 30 Oktober 2023 | 06:00 WIB

Tingginya Angka Bunuh Diri, Ini Pandangan Islam

Foto ilustrasi: NU Online/Freepik

Bunuh diri merupakan salah satu masalah kesehatan mental yang serius. Data dari World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa bunuh diri merupakan penyebab kematian ke-10 tertinggi di dunia, dan merupakan penyebab kematian ke-3 tertinggi di kalangan anak muda berusia 15-29 tahun.  Pun pada tahun 2015, WHO juga pernah memuat laporan angka bunuh diri di Indonesia sebesar 2,9 kasus dari 100 ribu populasi. Angka tersebut lebih rendah dari Thailand yang sebanyak 16 kasus dari 100 ribu populasi.


Sementara itu, menurut data Kepolisian RI (Polri), sebagaimana dikutip dari Katadata.co.id  sejak Januari sampai Juni 2023 terdapat 585 laporan kasus bunuh diri di seluruh Indonesia, dan mayoritas terjadi di Jawa Tengah.


Lantas siapa saja korban yang rawan jadi korban bunuh diri? Jawabannya adalah anak muda dan remaja yang berusia 14-17 tahun. Dalam catatan, Hermin Mallo dan Daniel Ronda dalam Jurnal berjudul Analis Faktor Penyebab Utama Kecenderungan Bunuh Diri di Kalangan Remaja Berusia 15-17 tahun di Makassar, bahwa bunuh diri menjadi penyebab kematian nomor tiga di kalangan remaja, dan meningkat 30 kali lipat dalam kurun 30 tahun terakhir. Tak main-main, sekitar 73 persen remaja pernah berpikir untuk melakukan bunuh diri. Sedangkan sebanyak 27 persen sudah pernah mencoba melakukan bunuh diri.


Kemudian apa yang menyebabkan remaja atau anak muda rawan menjadi korban bunuh diri? Ada banyak faktor yang mendorong orang untuk melakukan bunuh. Pertama adalah depresi. Secara singkat, depresi adalah gangguan mental yang ditandai dengan perasaan sedih, murung, dan hilangnya minat atau kesenangan dalam melakukan aktivitas sehari-hari. 


Depresi dapat menyebabkan berbagai masalah dalam kehidupan, termasuk kesulitan dalam bekerja, sekolah, hubungan interpersonal, dan aktivitas sehari-hari lainnya. Dalam beberapa kasus, depresi dapat menyebabkan seseorang berpikir untuk bunuh diri. Dari data Kementerian Kesehatan sebanyak 55% orang dengan depresi memiliki ide bunuh diri.


Depresi ditandai dengan perasaan tidak berguna, tidak ada harapan, atau putus asa merupakan faktor risiko bunuh diri. Orang dengan depresi sering kali merasa bahwa mereka tidak berguna, tidak berharga, dan tidak ada harapan. Mereka mungkin merasa bahwa hidup ini tidak layak untuk dijalani.


Selain itu, dampak negatif dari depresi menyebabkan perubahan dalam pola pikir dan perilaku seseorang. Orang dengan depresi mungkin mengalami distorsi kognitif, seperti mengkritik diri sendiri, timbul rasa menyalahkan diri sendiri, perasaan tidak berharga, kepercayaan diri turun, pesimis, dan putus asa.


Kedua, perundungan yang menyebabkan bunuh diri. Perundungan atau bullying, masuk kategori masalah sosial yang marak terjadi di Indonesia, terutama di lingkungan sekolah. Menurut Keith Sullivan dalam buku The Anti-Bullying, perundungan dapat diartikan sebagai perilaku agresif yang dilakukan secara berulang-ulang oleh seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau sekelompok orang lain dengan tujuan untuk menyakiti, mengintimidasi, atau merendahkan martabat korban.


Sejatinya, terdapat ragam bentuk perundungan yang dapat terjadi, baik secara fisik, verbal, maupun emosional. Perundungan fisik dapat berupa memukul, menendang, menjambak, atau merusak barang milik korban. Perundungan verbal dapat berupa menghina, mengejek, atau menyebarkan rumor buruk tentang korban. Perundungan emosional dapat berupa mengasingkan korban dari pergaulan, menyebarkan gosip tentang korban, atau mengancam korban.


Secara dampak, korban perundungan berdampak sangat besar bagi si korban, baik secara fisik maupun psikis. Orang yang sering dibully akan dapat menyebabkan korban mengalami cedera, luka, atau bahkan kematian. Sedangkan dari sisi psikis, korban perundungan dapat  mengalami stres, depresi, kecemasan, hingga gangguan mental lainnya.


Dalam riset yang diterbitkan Pusat Data Dan Analisa Tempo tentang Bunuh Diri Itu Tidak Tiba-Tiba, Kenali Gejalannya di Sekitar Kita halaman 47 mengungkapkan dalam beberapa kasus, perundungan di sekolah dapat menyebabkan korban merasa putus asa dan ingin mengakhiri hidupnya. Pasalnya, bunuh diri selalu didahului dengan proses, jarang ada yang impulsif. Perundungan dapat menjadi alasan untuk bunuh diri karena kesakitan, diskriminasi atau merasa tidak memiliki harapan di masa depan.


Ketiga, putus asa [ketidakberdayaan]. ketidakberdayaan merupakan faktor risiko yang kuat untuk perilaku bunuh diri. Ketidakberdayaan adalah perasaan bahwa seseorang tidak memiliki kendali atas situasi atau hidupnya. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti pengalaman trauma, pelecehan, atau kegagalan.


Menurut Tience Debora Valentina dan Avin Fadilla Helmi dalam Buletin Psikologi Vol. 24, No. 2, tahun 2016 yang berjudul Ketidakberdayaan dan Perilaku Bunuh Diri: Meta-Analisis, halaman 125 bahwa orang yang merasa tidak berdaya cenderung melihat dunia sebagai tempat yang tidak adil dan tidak dapat diprediksi. Mereka yang tidak berdaya merasa bahwa tidak dapat mengendalikan apa yang terjadi dan merasa tidak layak untuk bahagia. 


Perasaan putus asa ini dapat menyebabkan depresi, kecemasan, dan kemarahan, yang semuanya merupakan faktor risiko bunuh diri. Dalam konteks perilaku bunuh diri, Rutter dan Behrendt dalam Adolescent suicide risk: Four psychosocial factors halaman 295-302, menyatakan ketidakberdayaan dapat berperan dalam beberapa cara. Pertama, ketidakberdayaan dapat menyebabkan seseorang merasa bahwa mereka tidak memiliki pilihan lain selain mengakhiri hidup mereka. Kedua, ketidakberdayaan dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap impulsif dan bertindak tanpa berpikir. Ketiga, ketidakberdayaan dapat membuat seseorang merasa bahwa mereka tidak layak untuk hidup.


Pentingnya Kesehatan Mental
 
Lantas apa solusi agar korban bunuh diri tidak semakin bertambah? Salah satu solusi yang penting adalah menjaga kesehatan mental. Pasalnya, dengan keadaan mental yang baik, akan dapat membantu seseorang untuk mengatasi pikiran dan perasaan yang dapat mengarah pada bunuh diri. Henry Manampiring dalam buku Filosofi Teras; Filsafat Yunani-Romawi Kuno untuk Mental Tangguh Masa Kini [Jakarta; PT Kompas Media Nusantara, 2018], halaman 118 menyatakan ada satu tips dari stoisisme untuk memiliki mental yang kuat, yakni tidak membesar-besarkan masalah dan fokus pada solusi yang bisa dilakukan. 


Pasalnya, hidup ini memang penuh dengan ketidakpastian dan banyak masalah. Itu adalah fakta yang tidak bisa dibantah. Jika kita marah-marah dan sedih, terlebih putus asa untuk semua hal yang tidak enak dan tidak nyaman, itu sama konyolnya dengan seseorang yang mengunjungi bengkel tukang kayu, dan heran kenapa banyak sampah kayu di sana.


Sementara itu Syekh Musthafa al-Ghalayain dalam kitab Izhatun Nasyi’in; Kitab Akhlaq wa Adab wa Ijtima’, [Jakarta; PT Rene Turas Pustaka, 2022] halaman 8 menyebutkan bahwa anak muda yang bijak akan bersabar dalam menghadapi kesulitan dan menghadapi dengan mental yang pantang menyerah. Mental orang yang bijak memiliki tabiat yang tenang dan teguh. 


Mental yang bijak dan sabar adalah hal yang penting bagi anak muda, terutama dalam menghadapi tantangan di masa depan. Anak muda yang memiliki mental yang bijak dan sabar akan lebih mampu menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan hidup dengan tenang dan teguh.


Sebagai seorang Muslim, anak muda seyogianya memiliki mental yang bijak dan sabar. Hal ini karena Islam mengajarkan umatnya untuk bersikap sabar dan bijak dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Dalam Al-Qur'an, Allah swt berfirman:


وَاصْبِرْ فَاِنَّ اللّٰهَ لَا يُضِيْعُ اَجْرَ الْمُحْسِنِيْنَ


Artinya: "Bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak akan menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat kebaikan." (QS: Hud :115)


Terakhir, bunuh diri merupakan tindakan yang dilarang dalam Islam dengan alasan apapun. Dalam Islam, bunuh diri termasuk kegiatan pembunuhan atas diri sendiri, yang merupakan salah satu dosa besar. Larangan bunuh diri terdapat dalam hadits Rasulullah dalam riwayat Muslim:


 مَنْ قَتَلَ نَفْسَهُ بِحَدِيدَةٍ فَحَدِيدَتُهُ فِي يَدِهِ يَتَوَجَّأُ بِهَا فِي بَطْنِهِ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ شَرِبَ سَمًّا فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَحَسَّاهُ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا وَمَنْ تَرَدَّى مِنْ جَبَلٍ فَقَتَلَ نَفْسَهُ فَهُوَ يَتَرَدَّى فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدًا مُخَلَّدًا فِيهَا أَبَدًا 


Artinya: "Barangsiapa yang bunuh diri dengan besi, maka besi yang tergenggam di tangannya akan selalu ia arahkan untuk menikam perutnya dalam neraka Jahanam secara terus-menerus dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara meminum racun maka ia akan selalu menghirupnya di neraka Jahanam dan ia kekal di dalamnya. Barangsiapa yang bunuh diri dengan cara terjun dari atas gunung, maka ia akan selalu terjun ke neraka Jahanam dan dia kekal di dalamnya." (HR Muslim).  


Larangan bunuh diri dalam Islam didasarkan pada prinsip bahwa kehidupan manusia adalah anugerah dari Allah dan hanya Dia yang memiliki hak untuk mengambilnya. Bunuh diri dianggap sebagai tindakan mengabaikan atau menolak anugerah kehidupan yang diberikan oleh Allah, sehingga dianggap sebagai dosa besar.


Penting untuk diingat bahwa dalam Islam, penekanan diberikan pada belas kasihan, pengampunan, dan pertobatan. Jika seseorang memiliki pemikiran atau perasaan bunuh diri, sebaiknya mereka mencari bantuan profesional dan dukungan sosial, serta berbicara dengan ulama atau seorang konselor yang dapat memberikan panduan dan dukungan dalam situasi tersebut.


Zainuddin Lubis, Pegitan kajian tafsir, tinggal di Ciputat