Tafsir

Tafsir Al-Baqarah 187: Perubahan Jadwal Puasa Sesuai Kemampuan Manusia

Sel, 14 Maret 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Al-Baqarah 187: Perubahan Jadwal Puasa Sesuai Kemampuan Manusia

Ilustrasi: Puasa (NU Online).

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, sababun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 187: 
 

اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عٰكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
 


Uḫilla lakum lailatash-shiyāmir-rafatsu ilā nisā'ikum, hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn, ‘alimallāhu annakum kuntum takhtānūna anfusakum fa tāba ‘alaikum wa ‘afā ‘angkum, fal-āna bāsyirūhunna wabtaghū mā kataballāhu lakum, wa kulū wasyrabū ḫattā yatabayyana lakumul-khaithul-abyadlu minal-khaithil-aswadi minal-fajr, tsumma atimmush-shiyāma ilal-laīl, wa lā tubāsyirūhunna wa antum ‘ākifūna fil-masājid, tilka ḫudūdullāhi fa lā taqrabūhā, kadzālika yubayyinullāhu āyātihī lin-nāsi la‘allahum yattaqūn. 
 

Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Maka, sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Akan tetapi, jangan campuri mereka ketika kamu (dalam keadaan) beriktikaf di masjid. Itulah batas-batas (ketentuan) Allah. Maka, janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka bertakwa”.
 

 

Sababun Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 187

Abu Hayyan dalam tafsirnya menyebutkan sababun nuzul surat Al-Baqarah ayat 187. Sebab turun ayat ini sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Al-Barra’: “Ketika perintah puasa Ramadhan turun secara penuh pada saat itu banyak orang-orang yang terfitnah oleh dirinya sendiri (dengan melanggar larangan), kemudian turunlah ayat ini.
 

Dikatakan pada saat itu ketika masuk waktu sore (berbuka) maka halal bagi seseorang untuk makan, minum dan mencampuri istrinya hanya sampai ia shalat Isya atau tidur. Jika seseorang telah melakukan shalat Isya atau tidur dan belum berbuka, maka haram baginya sesuatu yang sebelumnya halal (karena telah masuk waktu puasa selanjutnya). Hingga kemudian Umar dan Ka’ab Al-Anshari serta segolongan sahabat banyak yang mencampuri istrinya setelah melakukan shalat Isya. Juga ada Qais bin Sharmah Al-Anshari yang tidur sebelum sempat berbuka dan bangun dalam keadaan berpuasa, ia pingsan di pertengahan siang. Kemudian hal tersebut disampaikan kepada Nabi saw. Lalu turunlah ayat ini. (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith, juz II, halaman 210).

 

Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 187

Ayat ini merupakan jawaban sekaligus turun sebagai rukhsah bagi umat Islam dalam menjalankan ibadah puasa. Karena mulanya pelaksanaan puasa dimulai dari sehabis shalat Isya ataupun ketika seseorang bangun dari tidurnya, meski belum berbuka puasa. Sehingga hal ini menjadi kepayahan yang luar biasa bagi umat Islam.
 

Ibnu Katsir dalam tafsirnya terkait ayat tersebut menyebutkan sebagai berikut: 
 

هذه رخصة من تعالى للمسلمين، ورفع لما كان عليه الأمر فى ابتداء الإسلام فإنه كان إذا أفطر أحدهم إنما يحل له الأكل والشرب والجماع إلى الصلاة أو ينام قبل ذلك. فمتى نام أو صلى العشاء حرم عليه الطعام والشراب والجماع إلى الليلة القابلة فوجدوا من ذلك مشقة كبيرة
 

Artinya: “Ayat ini merupakan kemurahan (rukhsah) yang diberikan oleh Allah untuk umat Islam dengan mengangkat hukum yang berlaku pada periode awal Islam. Dulu, ketika salah satu dari umat Islam berbuka puasa kebolehan makan, minum dan berhubungan suami-istri hanya diperbolehkan sampai pelaksanaan shalat Isya atau sebelum tidur. Ketika seseorang tidur atau melaksanakan shalat Isya maka haram baginya makan, minum dan berhubungan suami-istri hingga malam setelahnya. Kemudian mereka merasakan rasa payah yang besar”. (Ibnu Katsir, Tafsirul Qur’anil Azhim,  juz I, halaman 510).  
 

Ada beberapa faidah yang dapat diperoleh dari surat Al-Baqarah ayat 187 ini. Di antaranya ialah sebagai berikut:

 
  1. Sebagaimana penjelasan Ibnu Katsir, di atas ini merupakan rukhsah yang diberikan kepada umat Islam yang mengalami kepayahan waktu itu.
  2. Pada lafal “uḫilla lakum lailatash-shiyāmir-rafatsu ilā nisā'ikum”, yang memiliki arti dihalalkan bagi kalian pada malam puasa bercampur dengan istri-istri kalian”. Penggunaan kata “rafats” yang memiliki arti omongan kotor sebagai kinayah untuk bersetubuh merupakan isyarat buruknya perbuatan tersebut ketika dilakukan sebelum sah menjadi suami-istri. (Al-Alusi, Ruhul Ma’ani, juz II, halaman 65).
  3. Pada lafal “hunna libāsul lakum wa antum libāsul lahunn”, yang artinya mereka adalah pakaian bagimu dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah menggunakan kata “libas” yang memiliki arti pakaian untuk menggambarkan hubungan suami-istri, dikarenakan keduanya saling memberi ketenangan satu sama lain. Juga dikarenakan fungsi keduanya yang saling menutupi aib satu sama lain dan menjaga satu sama lain dari melakukan keburukan. (Al-Alusi, II/65).
  4. Pada lafal “‘alimallāhu annakum kuntum takhtānūna anfusakum fa tāba ‘alaikum wa ‘afā ‘angkum”, yang memiliki makna Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkanmu. Pada waktu itu banyak umat Islam termasuk Umar bin Khattab yang tidak kuat untuk meninggalkan mencampuri istrinya setelah waktu shalat Isya dan atau setelah tidur sehabis berbuka. Termasuk yang terjadi pada Sharmah bin Malik yang hingga pingsan karena belum sempat makan setelah tertidur selepas waktu berbuka.  
  5. Sehingga kemudian Allah memberikan rukhsah dengan turunnya ayat 187 surat Al-Baqarah. Lafal di atas juga sekaligus pemberitahuan bahwa Allah telah mengampuni dan menerima tobat bagi orang-orang yang telah melakukan tersebut.
  6. Allah memberikan penjelasan kebolehan mencampuri istri, makan maupun minum pada malam bulan Ramadhan dengan memberi batas waktu puasa yang baru, yaitu dari mulai terbit fajar shadiq (waktu subuh) hingga terbenamnya matahari sebagai rahmat yang telah diberikan kepada hamba-Nya.
  7. Larangan mencampuri istri ketika sedang memiliki niat iktikaf menetap di dalam masjid dengan tujuan mendekatkan diri kepada Allah. Ayat ini turun kepada sekelompok sahabat nabi termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib dan Ammar bin Yasir yang sedang melakukan iktikaf di dalam masjid. Kemudian mereka pulang mendatangi istri mereka ketika mereka membutuhkannya, mencampuri istri mereka, mandi kemudian kembali ke masjid untuk melanjutkan iktikafnya, sehingga Allah melarangnya. (Nawawi Al-Jawi, Marah Labid, juz I, halaman 44).
  8. Allah dengan tegas memberi peringatan untuk tidak mendekati batas yang telah ditentukan. Kemudian Allah menjelaskan bahwa semua ketentuan yang dijelaskan agar umat Islam bertakwa kepada Allah dengan taat kepada-Nya dan menjauhi segala yang dilarang oleh-Nya. Wallahu a’lam.


 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.