Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 163-164: 8 Tanda Keesaan Allah

Sab, 31 Desember 2022 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 163-164: 8 Tanda Keesaan Allah

Tafsir surat Al-Baqarah ayat 163-164: 8 tanda keesaan Allah.

Berikut ini adalah teks, terjemahan, sabab nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 163-164:
 


وَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌۚ لَآاِلٰهَ اِلَّا هُوَ الرَّحْمٰنُ الرَّحِيْمُࣖ (163) اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ (164)

 

(163) Wa ilâhukum ilâhuw wâḫid, lâ ilâha illâ huwar-raḫmânur-raḫîm (164) inna fî khalqis-samâwâti wal-ardli wakhtilâfil-laili wan-nahâri wal-fulkillatî tajrî fil-baḫri bimâ yanfa‘un-nâsa wa mâ anzalallâhu minas-samâ'i mim mâ'in fa aḫyâ bihil-ardla ba‘da mautihâ wa batstsa fîhâ ming kulli dâbbatiw wa tashrîfir-riyâḫi was-saḫâbil-musakhkhari bainas-samâ'i wal-ardli la'âyâtil liqaumiy ya‘qilûn.
 

 


Artinya: “(163) Tuhan kalian adalah Tuhan Yang Maha Esa. Tidak ada Tuhan selain Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. (164) Sesungguhnya pada penciptaan langit dan bumi, pergantian malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut dengan (muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengannya Dia menghidupkan bumi setelah mati (kering), dan Dia menebarkan di dalamnya semua jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh merupakan tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang mengerti.”
 

 


Sabab Nuzul Surat Al-Baqarah Ayat 163-164

Imam Al-Alusi (wafat 1854 M), mufassir asal kota Baghdad Irak, menyebutkan riwayat tentang sababun nuzul kedua ayat tersebut. Berikut adalah riwayat sabab nuzul ayat 163:
 


نزلت كما روي عن ابن عباس لما قال كفار قريش للنبي (ص): صف لنا ربك

 

Artinya: “Ayat ini turun sebagaimana riwayat Ibnu Abbas sehubungan perkataan kafir Quraisy kepada Nabi Muhammad Saw: “Jelaskan kepada kami bagaimana Tuhanmu”.”
 


Sedangkan sababun nuzul ayat 164 ialah:
 


أخرج البيهقي عن أبى الضحى- معضلا- أنه كان للمشركين حول الكعبة ثلثمائة وستون صنما. فلما سمعوا هذه الأية تعجبوا وقالوا: إن كنت صادقا فأت بأية نعرف بها صدقك، فنزلت

 

Artinya: “Al-Baihaqi meriwayatkan dari Abi Duha—hadits mu’dhal—bahwa waktu itu terdapat 360 berhala di sekeliling Ka’bah. Ketika kaum musyrik mendengar ayat keesaan Allah ini mereka menyangkal dan berkata: “Jika engkau benar atas apa yang engkau ucapkan, maka datangkanlah satu ayat sebagai legitimasi kejujuranmu.” Kemudian ayat ini turun.” (Mahmud Al-Alusi, Ruhul Ma’ani, [Beirut, Ihyaut Turats Al-'Arabi], juz II, halaman 29)
 

 


Ragam Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 163-164

Ibnu Katsir terkait ayat 163 dalam tafsirnya menjelaskan, dalam ayat Allah mengabarkan secara tegas atas ke-Esa’an-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Ia adalah Tuhan yang Esa dan Perkasa yang Welas dan Asih kepada makhluk-Nya. (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anil 'Azhim, [Riyadh, Dar Thayyibah lin Nasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H], juz I, halaman 474).
 


Syekh Nawawi Banten (wafat 1897 M) dalam tafsirnya menjelaskan, maksud dari kata “wa ilâhukum” ialah Tuhan yang berhak disembah. Makna kata “ilâhuw wâḫid” ialah yang Esa dalam Ketuhanan. Kemudian kata “lâ ilâha illâ hu” bermakna tiada yang berhak disembah kecuali Tuhan yang satu. Sedangkan makna kata “ar-raḫmânur-raḫîm” ialah yang banyak memberi kenikmatan dan yang memiliki banyak kenikmatan.
 


Adapun Syekh Nawawi mengenai ayat 164 di atas menjelaskan, ada delapan tanda yang dapat dijadikan bukti keesaan Allah. 
 

 
  1. Bumi dan langit. Syekh Nawawi menjelaskan bahwa langit menjadi tanda kekuasaan-Nya karena langit bisa tinggi berdiri tanpa tiang penyangga. Begitu juga Matahari, Bulan, dan Bintang. Sedangkan bumi menjadi tempat yang luas terdiri dari air dan hamparan daratan berupa pegunungan, lautan, tambang-tambang, material, sungai-sungai, pepohonan dan buah-buahan yang menjadi tanda kekuasaan-Nya.
  2. Malam dan Siang. Tanda kekuasaan Allah pada keduanya dapat ditemukan dalam beberapa hal. Keduanya saling berganti datang dan pergi satu sama lain. Perbedaan yang sering terjadi di antara keduanya dalam rentang panjang-pendek dan tambah-kurangnya waktu keduanya. Selain itu, malam dengan kegelapannya sebagai waktu beristirahat, dan terangnya siang sebagai penata ruang mencari nafkah bagi manusia. 
  3. Perahu-perahu besar yang dinaikkan ke dalamnya muatan-muatan berat. Bagaimana Allah menundukkan laut dan angin agar perahu-perahu itu dapat berjalan sampai tujuan merupakan tanda kekuasaan Allah.
  4. Kekuatan hati para pengguna perahu. Perahu-perahu itu membawa juga orang-orang dengan tujuan masing-masing. Syekh Nawawi menjelaskan, salah satu tujuannya adalah berdagang. Tanda kekuasaan Allah di dalamnya dapat dilihat dari bagaimana Allah memberi kekuatan kepada hati mereka dalam mengarungi lautan untuk menunaikan hajat masing-masing sampai pada tujuan.
  5. Hujan dari langit. Dengan turunnya hujan Allah menjadikannya sebagai sebab kehidupan seluruh makhluk yang ada di muka bumi, baik hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Allah juga menurunkannya sesuai kadar kebutuhan makhluk-Nya serta menyesuaikan tempatnya.
  6. Tersebarnya makhluk hidup ke seluruh muka bumi. Tanda kekuasaan Allah di dalamnya dapat dilihat dari bagaimana Allah dalam contoh manusia sebagai objek dengan satu sumber yakni Adam menurunkan banyak jenis manusia dengan perbedaan bentuk, warna kulit, sifat, watak, bahasa dan yang lainnya.
  7. Angin. Sebagai tanda kekuasaan Allah, dapat dilihat dari bagaimana meskipun tak kasat mata, tidak dapat dilihat maupun dipegang, namun angin dengan kekuatannya bisa merobohkan bangunan maupun pepohonan. Dalam hal ini termasuk juga oksigen yang menjadi salah satu sumber kehidupan. Jika Allah menghilangkan barang sekejap oksigen di seluruh dunia niscaya akan luruh seluruh makhluk hidup di muka bumi.
  8. Mega. Mega yang membawa air dengan jumlah besar, kemudian luruh mengirim hujan ke lembah-lembah, itu berjalan tanpa adanya penyangga. Wallahu a'lam. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, At-Tafsirul Munir li Ma’alimt Tanzil, juz I, halaman 37).


 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah Jakarta.