Tafsir

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 204-206: Tiga Sifat Munafik yang Bisa Menjangkiti Orang Beriman

Kam, 7 Desember 2023 | 05:00 WIB

Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 204-206: Tiga Sifat Munafik yang Bisa Menjangkiti Orang Beriman

Ilustrasi: bohong - munafik (freepik)

Berikut ini adalah teks, transliterasi, terjemahan, sababun nuzul dan kutipan sejumlah tafsir ulama atas surat Al-Baqarah ayat 204-206:
 

وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يُعۡجِبُكَ قَوۡلُهُۥ فِي ٱلۡحَيَوٰةِ ٱلدُّنۡيَا وَيُشۡهِدُ ٱللَّهَ عَلَىٰ مَا فِي قَلۡبِهِۦ وَهُوَ أَلَدُّ ٱلۡخِصَامِ (204) وَإِذَا تَوَلَّىٰ سَعَىٰ فِي ٱلۡأَرۡضِ لِيُفۡسِدَ فِيهَا وَيُهۡلِكَ ٱلۡحَرۡثَ وَٱلنَّسۡلَۚ وَٱللَّهُ لَا يُحِبُّ ٱلۡفَسَادَ (205) وَإِذَا قِيلَ لَهُ ٱتَّقِ ٱللَّهَ أَخَذَتۡهُ ٱلۡعِزَّةُ بِٱلۡإِثۡمِۚ فَحَسۡبُهُۥ جَهَنَّمُۖ وَلَبِئۡسَ ٱلۡمِهَادُ (206)  
 

(204) wa minan-nâsi may yu‘jibuka qauluhû fil-ḫayâtid-dun-yâ wa yusy-hidullâha ‘alâ mâ fî qalbihî wa huwa aladdul-khishâm (205) wa idzâ tawallâ sa‘â fil-ardli liyufsida fîhâ wa yuhlikal-ḫartsa wan-nasl, wallâhu lâ yuḫibbul-fasâd (206) wa idzâ qîla lahuttaqillâha akhadzat-hul-‘izzatu bil-itsmi fa ḫasbuhû jahannam, wa labi'sal-mihâd.
 

Artinya: “(204) Di antara manusia ada yang pembicaraannya tentang kehidupan dunia mengagumkan engkau (Nabi Muhammad) dan dia menjadikan Allah sebagai saksi atas (kebenaran) isi hatinya. Padahal, dia adalah penentang yang paling keras. (205) Apabila berpaling (dari engkau atau berkuasa), dia berusaha untuk berbuat kerusakan di bumi serta merusak tanam-tanaman dan ternak. Allah tidak menyukai kerusakan. (206) Apabila dikatakan kepadanya, “Bertakwalah kepada Allah,” bangkitlah kesombongan yang menyebabkan dia berbuat dosa (lebih banyak lagi). Maka, cukuplah (balasan) baginya (neraka) Jahanam. Sungguh (neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat tinggal."
 

Sababun Nuzul Al-Baqarah 204-206

Abu Hayyan dalam tafsirnya meriwayatkan beberapa riwayat terkait sababun nuzul surat Al-Baqarah ayat 204. Berikut riwayatnya:

  1. Riwayat Atha’, Al-Kalabi dan Muqatil: ayat di atas turun perihal Al-Akhnas bin Syuraiq. Ia adalah seorang munafik yang memiliki lisan serta rupa yang manis. Ia mendatangi Nabi saw, menampakkan cinta dan keislamannya dan bersumpah. Ia mendekati Nabi saw dan tidak diketahui kemunafikan yang disembunyikannya. Ia berasal dari Bani Tsaqif yang merupakan aliansi bagi Bani Zuhrah. Suatu malam, ia membakar ladang dan membunuh hewan-hewan ternak milik Bani Zuhrah.
  2. Riwayat Ibnu Abbas: ayat di atas turun untuk orang-orang Quraisy yang mengirim surat kepada Rasulullah saw: “Kami telah masuk Islam, maka kirimlah kepada kami orang yang dapat mengajari kami agamamu”. Hal tersebut rupanya hanya reka daya yang mereka lakukan. Nabi saw mengirim kepada mereka Khubaib, Mursyid, Ashim bin Tsabit, Ibnu Daniyah dan yang lainnya yang kemudian dinamakan ‘Sariyatur Raji’ (pasukan yang dikirim ke daerah Raji’), Kemudian mereka terbunuh. 
  3. Riwayat Qatadah dan Ibnu Zaid: ayat di atas turun untuk setiap munafik yang menampakkan dengan lisannya hal-hal yang tidak ada di dalam hatinya. (Abu Hayyan, Al-Bahrul Muhith, [Beirut, Darul Fikr], juz II, hal hal 325).
 

Ragam Tafsir Al-Baqarah 204-206

Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain secara eksplisit menyebutkan, ayat di atas turun untuk seorang munafik yang bernama Al-Akhnas bin Syuraiq At-Tsaqafi. Ia merupakan seseorang yang manis ucapannya. Ia bersumpah bahwa ia adalah orang yang beriman dan mencintai Nabi Saw. Ia juga sering mengikuti majelis Nabi saw. Namun kemudian Allah membuka tabir kemunafikannya dengan turunnya ayat di atas.
 

Pada ayat 204 Imam As-Suyuthi menjelaskan bahwa di antara umat manusia terdapat orang-orang yang ketika berbicara dunia dapat membuat takjub, namun tidak bisa seperti itu ketika berbicara mengenai akhirat sebab tidak sesuai dengan keyakinannya. Allah kemudian menampakkan kemunafikan yang disimpan dalam hati orang seperti itu yang sangat memusuhi Nabi saw dan umat Islam.  
 

Sementara ayat 205 dan 206 merupakan penjelasan atas apa yang dilakukan oleh Al-Akhnas. Disebutkan ketika melewati ladang dan hewan ternak milik sebagian umat Islam, ia membakarnya dan menyembelihnya. Hingga disebutkan pada ayat 205 ‘Ketika ia berpaling darimu, maka ia akan berbuat kerusakan di muka bumi, merusak tanam-tanaman dan ternak’
 

Pada ayat 206 disebutkan ketika seorang munafik diajak untuk bertakwa kepada Allah, maka kesombongannya akan mendorongnya untuk berbuat dosa. Yang cocok bagi orang yang seperti itu adalah neraka Jahanam. (As-Suyuthi, Tafsirul Jalalain pada Hasyiah As-Sawi, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyah: 2013 M], juz I, halaman 126). 
 

Sebagaimana dijelaskan pada sababun nuzul di atas, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ahli tafsir mengenai sebab turun ayat di atas. Apa yang disebutkan oleh Imam As-Suyuthi dalam Tafsirul Jalalain tersebut merupakan salah satu riwayat yang menjelaskan bahwa ayat 204-206 turun untuk Al-Akhnas bin Syuraiq. 
 

Dalam hal ini, Ibnu Katsir sebagaimana mufassir lainnya, juga menjelaskan beberapa kemungkinan sebab turun dan dasar riwayat sebagai penjelasan. Bahkan tak tanggung-tanggung, dalam tafsirnya, ia menyebutkan ayat tersebut juga bisa ditujukan untuk orang-orang yang beriman. 
 

وَقِيلَ: بَلْ ذَلِكَ عَامٌّ فِي الْمُنَافِقِينَ كُلِّهِمْ وَفِي الْمُؤْمِنِينَ كُلِّهِمْ. وَهَذَا قَوْلُ قَتَادَةَ، وَمُجَاهِدٍ، وَالرَّبِيعِ ابن أَنَسٍ، وَغَيْرِ وَاحِدٍ، وَهُوَ الصَّحِيحُ. وَقَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي يُونُسُ، أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي اللَّيْثُ بْنُ سَعْدٍ، عَنْ خَالِدِ بْنِ يَزِيدَ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي هِلَالٍ، عَنِ الْقُرَظِيِّ، عَنْ نَوْف -وَهُوَ الْبِكَالِيُّ، وَكَانَ مِمَّنْ يَقْرَأُ الْكُتُبَ -قَالَ: إِنِّي لَأَجِدُ صِفَةَ نَاسٍ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ فِي كِتَابِ اللَّهِ الْمُنَزَّلِ: قَوم يَحْتَالُونَ عَلَى الدُّنْيَا بِالدِّينِ، أَلْسِنَتُهُمْ أَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، وَقُلُوبُهُمْ أمَرّ مِنَ الصّبرِ، يَلْبَسُونَ لِلنَّاسِ مُسوك الضَّأْنِ، وَقُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الذِّئَابِ. يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: فَعَليَّ يَجْتَرِئُونَ! وَبِي يغتَرون! حَلَفْتُ بِنَفْسِي لَأَبْعَثَنَّ عَلَيْهِمْ فِتْنَةً تَتْرُكُ الْحَلِيمَ فِيهَا حَيْرَانَ. قَالَ الْقُرَظِيُّ: تَدَبَّرْتُهَا فِي الْقُرْآنِ، فَإِذَا هُمُ الْمُنَافِقُونَ، فَوَجَدْتُهَا: وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُعْجِبُكَ قَوْلُهُ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَيُشْهِدُ اللَّهَ عَلَى مَا فِي قَلْبِهِ الْآيَةَ
 

 Artinya: “Dikatakan, bahkan ayat di atas bersifat umum untuk orang-orang munafik dan juga orang-orang beriman. Ini adalah pendapat Qatadah, Mujahid, Ar-Rabi’ bin Anas dan yang lainnya, dan ini adalah pendapat yang sahih.
 

Ibnu Jarir berkata: "Yunus menceritakan kepadaku, Ibnu Wahab mengkhabarkan kepada kami, Al-laits bin Sa’ad mengkhabarkan kepadaku, dari Khalid bin Yazid, dari Said bin Abi Hilal, dari Al-Qurdzi, dari Nauf—ia adalah termasuk di antara yang membaca kitab-kitab—, ia berkata: “Sungguh aku menemukan sifat sebagian manusia dari umat ini dalam kitab Allah yang turun: kaum yang membuat tipu daya dunia menggunakan agama, ucapannya lebih manis dari madu, hatinya lebih pahit dari perahan kayu yang pahit, di hadapan manusia ia seperti domba sedangkan hatinya seperti serigala. 
 

Allah berfirman: "Kepada-Ku mereka berani, kepada-Ku mereka berbuat reka daya!, aku bersumpah dengan Dzat-Ku aku akan menurunkan kepada mereka fitnah yang akan meninggalkan yang santun dari mereka dalam keadaan bingung."
 

Al-Qurazhi berkata: "Aku mentadabburinya dalam Al-Qur’an dan menemukan bahwa maksudnya ialah orang-orang munafik. Aku menemukannya: "Wa minan-nâsi may yu‘jibuka qauluhû fil-ḫayâtid-dun-yâ wa yusy-hidullâha ‘alâ mâ fî qalbihî". (Ibnu Katsir, Tafsir Al-Qur’anul Adzim, [Riyadh, Dar Thayyibah linnasyri wa Tauzi’: 1999 M/ 1420 H] juz I, halaman 562).
 

Kesimpulannya, ada tiga ciri sifat munafik yang disebutkan oleh ayat di atas yang bahkan bisa menjangkiti orang-orang beriman, yakni:

  1. lebih semangat membahas urusan duniawi dibanding akhirat;
  2. berbuat kerusakan; dan
  3. memiliki sifat sombong yang mendorongnya untuk lebih memilih melakukan dosa daripada bertakwa. 
 

Semoga Allah melindungi kita dari sifat-sifat kemunafikan. Amin. Wallahu a’lam.


Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Pesantren KHAS Kempek Cirebon dan Mahasantri Ma'had Aly Saidussidiqiyah, Jakarta.