Tafsir Surat Al-Maidah Ayat 1: Dalil Khiyar dalam Jual Beli
Jumat, 1 November 2024 | 19:15 WIB
Zainuddin Lubis
Penulis
Imam Syamsuddin Ar-Ramli dalam kitab Nihayatul Muhtaj mendefinisikan khiyar sebagai tindakan memilih salah satu dari dua hal, yaitu melanjutkan (akad) atau membatalkannya. ([Beirut, Darul Fikr: 1984 M], jilid IV, halaman 3)
Akad jual beli, kata Imam Ramli, bersifat mengikat dan mengharuskan kedua belah pihak untuk melaksanakan kesepakatan tersebut. Namun, syariat Islam memberikan hak khiyar sebagai bentuk keringanan, terutama untuk memberikan perlindungan dan keadilan bagi para pihak yang berakad.
Dengan adanya khiyar, pihak-pihak yang bertransaksi dapat memastikan bahwa transaksi bebas dari unsur ketidakpastian atau ketidakadilan yang bisa merugikan salah satu pihak.
Adapun dalil khiyar dalam jual beli adalah firman Allah surat Al-Maidah ayat 1:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ
Yâ ayyuhalladzîna âmanû aufû bil-‘uqûd
Artinya, "Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji."
Ragam Tafsir
Tafsir Al-Misbah
Profesor Quraish Shihab mengatakan, surat Al-Maidah ayat 1 mengandung pesan penting terkait penghormatan terhadap akad dan perjanjian. Dalam Tafsir Al-Misbah, Allah mengawali surat Al-Maidah ayat 1 dengan memanggil orang-orang beriman "Hai Orang-orang beriman", bertujuan untuk menegakkan kebenaran iman melalui pemenuhan akad-akad.
Pemenuhan akad ini mencakup komitmen terhadap perjanjian yang terjalin antara manusia dengan Allah, baik melalui keimanan kepada Nabi saw maupun melalui akal yang telah Allah anugerahkan. Selain itu, pemenuhan akad juga berlaku dalam perjanjian antarmanusia serta komitmen terhadap diri sendiri. Untuk itu, seluruh perjanjian yang tidak mengandung pelanggaran hukum Allah, seperti penghalalan yang haram atau pengharaman yang halal, harus dijaga dan dipenuhi.
Istilah "al-‘uqud" [عُقُوْدِۗ] merupakan bentuk jamak dari ‘aqad atau akad, memiliki makna dasar yaitu mengikat.
Dalam konteks jual beli, akad berfungsi untuk mengikat dua pihak—pembeli dan penjual—sehingga barang yang dibeli sepenuhnya menjadi hak milik pembeli. Penjual tidak lagi memiliki kuasa atas barang tersebut setelah transaksi selesai.
Begitu pula dengan akad pernikahan, yang menciptakan ikatan antara suami dan istri dengan hak dan kewajiban masing-masing, sehingga keduanya tidak bebas untuk menikah lagi dengan orang lain kecuali ikatan tersebut dilepaskan atau dibatalkan karena suatu alasan yang sah. [Ciputat, Penerbit Lentera Hati: 2002], jilid III, halaman 7).
Sementara itu, kata “aufu” (أَوْفُوا), memiliki makna memenuhi dengan sempurna. Menurut penjelasan Ibnu Asyur yang dikutip Prof Quraish Shihab, pada masa turunnya Al-Quran, masyarakat sulit menentukan ukuran yang tepat dalam transaksi karena kurangnya alat timbang yang akurat. Untuk memberikan rasa keadilan, mereka sering kali melebihi jumlah yang seharusnya dalam timbangan.
Al-Quran dalam ayat ini menegaskan pentingnya memenuhi akad secara sempurna, bahkan lebih dari yang seharusnya, sebagai wujud penghormatan terhadap perjanjian. Menurut Quraish Shihab, rasa aman dan ketenangan kolektif hanya dapat terwujud apabila seluruh masyarakat mematuhi dan memenuhi perjanjian yang mereka buat. Hal ini berarti setiap Muslim diwajibkan untuk memenuhi akadnya, bahkan jika itu berpotensi menimbulkan kerugian pribadi, demi menjaga kesejahteraan bersama.
Dalam konteks jual beli, ada konsep khiyar, yakni hak memilih yang diberikan kepada pembeli dan penjual untuk mempertimbangkan kembali perjanjian jual beli setelah kesepakatan awal dibuat. Khiyar berfungsi sebagai jaminan bahwa kedua belah pihak benar-benar setuju dengan perjanjian dan tidak merasa tertekan atau terpaksa. Dalam hal ini, khiyar merupakan bentuk penghormatan atas kejujuran dan transparansi yang sangat dihargai dalam Islam. Tentu, ini sejalan dengan tuntunan surat Al-Maidah ayat 1 tentang pemenuhan perjanjian secara sempurna.
Khiyar menjamin akad jual beli berjalan secara adil dan tidak merugikan salah satu pihak. Dengan khiyar, seseorang tidak terpaksa melanjutkan akad jika merasa bahwa barang yang diterima tidak sesuai, atau ketika mereka merasa diperlakukan tidak adil. Di sini, khiyar menambah dimensi keadilan dalam akad yang selaras dengan perintah dalam ayat 1 surat Al-Maidah, setiap Muslim diperintahkan untuk memenuhi janji, dengan memastikan bahwa akad tersebut berlangsung dengan transparan, tanpa adanya paksaan atau kecurangan.
Tafsir Al-Qurthubi
Sementara itu, Imam Al-Qurthubi mengatakan surat Al-Maidah ayat 1 menekankan pentingnya memenuhi akad dalam berbagai transaksi dan perjanjian yang dilakukan oleh setiap Muslim. Al-Qurthubi menjelaskan bahwa Allah swt menginstruksikan pada setiap orang Muslim dan beriman untuk menepati janji yang telah dibuat. Hal ini mencakup beragam bentuk akad, baik yang bersifat finansial maupun sosial, seperti utang-piutang, jual beli, penyewaan, hingga pernikahan.
Al-Hasan, kata Imam Al-Qurthubi, menyatakan bahwa akad dalam konteks ini mencakup berbagai perjanjian yang sah menurut syariat. Salah satu aspek yang krusial dalam transaksi jual beli adalah khiyar, atau hak pilihan. Khiyar memberikan keleluasaan kepada pihak yang terlibat untuk memilih antara melanjutkan transaksi atau membatalkannya, sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Dalam hal ini, khiyar berfungsi sebagai pelindung hak-hak konsumen dan menjamin keadilan dalam bertransaksi.
قَالَ الْحَسَنُ: يَعْنِي بِذَلِكَ عُقُودَ الدَّيْنِ وَهِيَ مَا عَقَدَهُ الْمَرْءُ عَلَى نَفْسِهِ، مِنْ بَيْعٍ وَشِرَاءٍ وَإِجَارَةٍ وَكِرَاءٍ وَمُنَاكَحَةٍ وَطَلَاقٍ وَمُزَارَعَةٍ وَمُصَالَحَةٍ وَتَمْلِيكٍ وَتَخْيِيرٍ وَعِتْقٍ وَتَدْبِيرٍ وَغَيْرِ ذَلِكَ مِنَ الْأُمُورِ، مَا كَانَ ذَلِكَ غَيْرَ خَارِجٍ عَنِ الشَّرِيعَةِ، وَكَذَلِكَ مَا عَقَدَهُ عَلَى نَفْسِهِ لِلَّهِ مِنَ الطَّاعَاتِ، كَالْحَجِّ وَالصِّيَامِ وَالِاعْتِكَافِ وَالْقِيَامِ وَالنَّذْرِ وَمَا أَشْبَهَ ذَلِكَ مِنْ طَاعَاتِ مِلَّةِ الْإِسْلَامِ
Artinya, "Al-Hasan berkata: 'Yang dimaksud dengan itu adalah kontrak utang, yaitu apa yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri, berupa jual beli, sewa, pinjam, pernikahan, perceraian, pertanian, perjanjian damai, kepemilikan, pilihan, pembebasan, pengelolaan, dan hal-hal lainnya, selama hal tersebut tidak keluar dari syariat. Demikian juga, apa yang ia lakukan untuk Allah dari ketaatan, seperti haji, puasa, iktikaf, shalat malam, nazar, dan segala hal yang serupa dari ketaatan dalam agama Islam." [Al-Jami' li Ahkamil Qur'an, (Mesir, Darul Kutub Al-Mishriyah], jilid VI, halaman 32).
Pada sisi lain Az-Zujaj menyatakan, makna dari firman Allah dalam ayat ini adalah untuk memenuhi akad Allah yang berlaku bagi setiap orang dan akad yang terjalin antara sesama. Hal ini menunjukkan bahwa kewajiban untuk mematuhi perjanjian, baik yang bersifat ilahi maupun antar sesama manusia, merupakan bagian integral dari ajaran Islam.
Penafsiran ini menunjukkan akad dalam ayat bersifat umum dan mencakup berbagai jenis perjanjian (akad)yang ada. Pendapat ini dianggap sebagai pandangan yang benar mengenai ayat tersebut. Rasulullah saw menegaskan prinsip ini dengan sabdanya:
الْمُؤْمِنُونَ عِنْدَ شُرُوطِهِمْ
Artinya: "Orang-orang yang beriman terikat dengan syarat-syarat mereka." (HR Al-Bukhari).
Tafsirul Munir
Adapun Syekh Wahbah Zuhaili, dalam At-Tafsirul Munir menjelaskan, akad yang dimaksud dalam ayat 1 surah Al-Maidah terdiri dari enam jenis, yaitu perjanjian dengan Allah swt, akad persekutuan, akad syirkah, akad jual beli, akad nikah, dan akad sumpah. Setiap jenis akad ini memiliki ketentuan dan syarat yang harus dipatuhi oleh para pihak yang terlibat.
Karena itu, adalah wajib hukumnya untuk memenuhi dan mematuhi akad serta perjanjian sesuai dengan syarat-syarat yang telah disepakati, selama tidak bertentangan dengan syariat. Pihak-pihak yang terlibat dalam akad harus menghindari memenuhi kesepakatan yang berkaitan dengan hal-hal yang diharamkan, guna menjaga integritas dan kehalalan transaksi serta hubungan yang terjalin.
Lebih lanjut, ayat (اَوْفُوْا بِالْعُقُوْدِۗ) menunjukkan bahwa akad memiliki sifat yang mengikat dan berlaku positif. Untuk itu kata Syekh Wahbah, akad tidak memberikan ruang bagi adanya khiyar majlis, yaitu hak untuk melanjutkan atau membatalkan akad selama pihak-pihak yang terlibat masih berada dalam majelis akad. Pendapat ini sejalan dengan pandangan Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang berargumen bahwa akad yang telah dilakukan bersifat final dan tidak dapat dibatalkan.
Akan tetapi terdapat perbedaan pandangan, dari Imam As-Syafi'i dan Imam Ahmad yang berpendapat bahwa khiyar majlis tetap berlaku bagi kedua belah pihak selama mereka masih dalam majelis akad. Untuk itu, kedua pihak memiliki hak untuk memilih antara melanjutkan atau membatalkan akad yang telah dilakukan.
Nabi Muhammad saw bersabda;
البيّعان بالخيار ما لم يتفرقا
Artinya: "Kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli memiliki khiyar (untuk membatalkan atau melanjutkan) selama mereka belum berpisah." (HR Imam Muslim).
Syekh Wahbah menjelaskan:
وقوله: أَوْفُوا بِالْعُقُودِ، يدل على لزوم العقد وثبوته، ويقتضي نفي خيار المجلس، وهذا مذهب أبي حنيفة ومالك، وأثبت الشافعي وأحمد هذا الخيار للمتعاقدين ما داما في مجلس العقد، فلهما الإمضاء والفسخ
Artinya: "Dan firman-Nya: 'Tepatilah perjanjian-perjanjian', menunjukkan bahwa perjanjian [akad] itu wajib dan sah, serta mengimplikasikan penafian adanya hak untuk membatalkan di dalam majelis [khiyar majlis]. Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Malik. Sedangkan menurut Syafi'i dan Ahmad menetapkan hak tersebut [khiyar majelis] untuk kedua pihak yang berkontrak selama mereka berada dalam majelis perjanjian, sehingga mereka memiliki hak untuk melanjutkan atau membatalkan." (Beirut, Darul Fikr Al-Mu'ashir: 1991 M], jilid VI, halaman 70).
Surat Al-Ma'idah ayat 1 memberikan pemahaman tentang pentingnya memenuhi perjanjian dan memilih yang halal dan baik dalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam konteks transaksi. Konsep khiyar berfungsi sebagai pelindung hak dan kepentingan kedua belah pihak dalam jual beli. Wallahu a'lam.
Ustadz Zainuddin Lubis, Pegiat Kajian Islam Tinggal di Parung
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Isra Mi’raj, Momen yang Tepat Mengenalkan Shalat Kepada Anak
2
Khutbah Jumat: Kejujuran, Kunci Keselamatan Dunia dan Akhirat
3
Khutbah Jumat: Rasulullah sebagai Teladan dalam Pendidikan
4
Khutbah Jumat: Pentingnya Berpikir Logis dalam Islam
5
Gus Baha Akan Hadiri Peringatan Isra Miraj di Masjid Istiqlal Jakarta pada 27 Januari 2025
6
Khutbah Jumat: Peringatan Al-Qur'an, Cemas Jika Tidak Wujudkan Generasi Emas
Terkini
Lihat Semua