Tafsir

Tafsir Surat an-Nisa’ Ayat 1 (Bagian 5)

Jum, 18 September 2020 | 00:00 WIB

Tafsir Surat an-Nisa’ Ayat 1 (Bagian 5)

Surat An-Nisa ayat 1 mengandung ajakan untuk bertakwa kepada Allah yang menciptakan manusia dari satu jiwa. (Ilustrasi: hamzetwasl.net)

Berikut ini adalah kutipan, transliterasi, terjemahan, dan penafsiran sejumlah ulama atas Surat An-Nisa ayat 1.


يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً، وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ، إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا


Yā ayyuhan nāsut taqqū rabbakumul ladzī khalaqakum min nafsin wāhidatin wa khalaqa minhā zaujahā wa batstsa minhumā rijālan katsīran wa nisā’a. Wattaqullāhal ladzī tasā’alūna bihī wal arhām.


Artinya, “Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhan kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu; yang telah menciptakan istrinya darinya; dan telah menyebarkan dari keduanya (keturunan) laki-laki yang banyak dan perempuan. Takutlah kalian kepada Allah Zat yang dengan-Nya kalian beradu sumpah. Takutlah kalian memutus silaturrahim. Sungguh, Allah adalah Zat yang maha mengawasi kalian.”


Ragam Tafsir

Maksud frasa: وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ “Takutlah kalian kepada Allah Zat yang dengan-Nya kalian beradu sumpah dan takutlah kalian memutus silaturrahim”, menurut Imam Ahmad As-Shawi (1175-1241 H/1761-1852 M) adalah, takutlah kalian kepada Allah yang dengan-Nya sebagian kalian bersumpah atau meminta sesuatu kepada sebagian yang lain karena Allah adalah Zat yang maha agung.


Oleh sebab itu, Allah lebih pantas digunakan untuk bersumpah dan meminta sesuatu kepada orang lain daripada selain-Nya pada masa manusia jahiliyah bersumpah atau meminta sesuatu kepada orang lain dengan nama Tuhan telah menjadi tradisi, seperti ucapan, “Demi Tuhan aku meminta atau bersumpah kepadamu …” sehingga orang yang bersumpah dengan nama Tuhan seakan berada dalam lindungan-Nya dan bebas dari gangguan orang lain dalam masalah yang telah disumpahkannya.


Demikian pula hubungan kekerabatan sering pula digunakan orang untuk bersumpah atau meminta sesuatu kepada orang lain. Penafsiran ini berangkat dari qira’at yang membaca kata وَالْأَرْحَامِ dengan jarr/khafadh atau kasrah huruf mim-nya, ‘athaf pada kata بِهِ yang ada pada frasa sebelumnya.


Dari sini diketahui bahwa makna lengkap frasa وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامِ adalah, “Takutlah kalian kepada Allah Zat yang dengan-Nya kalian beradu sumpah. Takutlah pula kalian pada hubungan silaturrahim (kekerabatan) yang dengannya pula kalian beradu sumpah”.


Dalam konteks ini Nabi Harun AS bersumpah dengan menggunakan mulianya hubungan kekerabatan kepada Nabi Musa AS yang sedang marah dan mencengkeram jenggot serta kepalanya karena setelah ditinggal 40 hari untuk mendapatkan wahyu Kitab Taurat kaumnya justru mengikuti ajakan Musa As-Samiri untuk menyembah berhala anak sapi:


يَا ابْنَ أُمَّ لَا تَأْخُذْ بِلِحْيَتِي وَلَا بِرَأْسِي


Artinya, “Wahai anak ibuku, janganlah Engkau pengang jenggot dan kepalaku.” (Surat Thaha ayat 94).


Lain halnya bila kata وَالْأَرْحَامَ dibaca nashab atau fathah huruf mim-nya, ‘athaf pada kata اللهَ yang ada pada frasa sebelumnya, maka maknanya adalah “Takutlah kalian memutus hubungan silaturrahim”.


Dengan pembacaan demikian, makna lengkap frasa وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ adalah, “Takutlah kalian kepada Allah Zat yang dengan-Nya kalian beradu sumpah dan takutlah pula kalian memutus hubungan silaturrahim.” (As-Shawi, Hasyiyyatus Shawi ‘ ala Tafsiril Jalalain, [Beirut: Darul Fikr: 2004 M/1424 H], juz I, halaman 267-268).


Secara lebih lugas Syekh Nawawi Banten (1230-1316 H) menjelaskan, frasa: وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ dapat dimaknai dengan dua (2) penafsiran.


Penafsiran pertama, “Takutlah kalian kepada Allah Zat yang dengan-Nya kalian beradu sumpah dan takutlah pula kalian pada hubungan silaturrahim (kekerabatan) yang dengannya pula kalian beradu sumpah”, karena adat orang Arab meminta sesuatu (atau bersumpah) kepada orang lain dengan menyebut Allah atau hubungan silaturrahim;


Penafsiran kedua, “Takutlah kalian kepada Allah Zat yang dengan-Nya kalian beradu sumpah, takut dengan cara menaati-Nya dan menjauhi maksiat kepada-Nya; dan takutlah pula kalian pada hubungan silaturrahim (kekerabatan) dengan cara menyambungnya dan tidak memutusnya…” (Lihat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani, At-Tafsirul Munir li Ma’alimit Tanzil, [Beirut, Darul Fikr: 2006 M/1425 H], juz I, halaman 152). (selesai…)


Penulis: Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda dan Sekretaris LBM PWNU Jatim.

Editor: Alhafiz Kurniawan