Tafsir

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 27: Keinginan Para Budak Hawa Nafsu

Kam, 16 Maret 2023 | 06:00 WIB

Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 27: Keinginan Para Budak Hawa Nafsu

Kitab tafsir dan buku agama lainnya. (Ilustrasi: hamzatwasl.net)

Surat An-Nisa’ ayat 27 membuka pintu pertobatan dan menginginkan manusia untuk bertobat. Sementara para budak hawa nafsu tetap ingin mengikuti dan menuhankan hawa nafsunya. 


وَاللَّهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا  النساء: 27


Wallāhu yurīdu ayyatūba 'alaykum wa yurīdulladzīna yattabi'ūnasy syahawāti an tamīlū maylan 'azhīmā.


Artinya, “Dan Allah menghendaki menerima tobat kepada kalian dan orang-orang yang menuruti berbagai syahwat menghendaki agar kalian menyimpang dengan penyimpangan yang besar.” (An-Nisa’: 27).


Ragam Tafsir Surat An-Nisa’ Ayat 27

Ayat 27 surat An-Nisa' memuat dua pembahasan utama, yaitu tentang ridha Allah atas pertobatan manusia dan keinginan para budak hawa nafsu agar manusia melakukan penyimpangan yang besar dari ketaatan terhadap Allah.


Syekh Muhammad Mutawalli As-Sya'rawi menjelaskan, maksud ayat adalah Allah menghendaki menerima pertobatan kalian, akan tetapi orang-orang yang mengikuti syahwat menghendaki kalian melakukan penyimpangan secara besar. Lalu mereka juga menghendaki agar kalian lebih banyak melakukan penyimpangan daripada mereka, karena mereka tetap ingin menjadi lebih baik daripada kalian.

 

Mereka akan berkata:


إن كنا شريرين فهناك أناس شرٌّ منا


Artinya, “Sungguh kami adalah orang-orang yang buruk, tetapi di sana ada orang-orang yang lebih buruk dari kami.” (Muhammad Mutawalli As-Sya'rawi, Tafsirus Sya'rawi, juz I, halaman 1459).


Imam Abu Ja'far At-Thabari menjelaskan, maksud ayat adalah Allah menghendaki agar kalian kembali taat dan pulang kepada-Nya, agar kemudian Allah mengampuni kalian dari dosa-dosa yang telah lewat, mengampuni perilaku di masa Jahiliyah kalian, dimana kalian menghalalkan menikahi perempuan-perempuan yang diharamkan, yaitu menikahi istri dari bapak dan anak kalian,  dan mengampuni maksiat kalian kepada Allah. Sementara di lain sisi, orang-orang yang mengikuti syahwat menghendaki kalian agar menyimpang dari perintah Allah dengan penyimpangan yang sangat besar. (Muhammad bin Jarir At-Thabari, Jami'ul Bayan fi Ta'wilil Qur'an, juz VIII, [Muassasatur Risalah: 2000], halaman 212).


Lebih detail Imam Ahmad As-Shawi menjelaskan, maksud Allah menghendaki tobat kalian adalah Allah menyukai dan meridhainya. Iradah atau kehendak Allah dalam ayat ini tidak menggunakan makna sebenarnya. Sebab konsekuensinya, pemaknaan seperti itu menuntut semua orang bertobat, karena sudah dikehendaki oleh Allah. Namun faktanya tidak semua orang bertobat. Karenanya makna ayat yang tepat adalah Allah menyukai pertobatan hamba-Nya, lalu Allah akan menerima tobatnya. (Ahmad As-Shawi, Hasyiyatus Shawi 'ala Tafsiril Jalalain, [Beirut, Darul Fikr: 2004], juz III, halaman 285).


Kemudian berkaitan dengan frasa “alladzīna yattabi'ūnasy syahawāt,” orang-orang yang menuruti berbagai syahwat, ulama orang-orang yang menuruti berbagai syahwat, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, siapakah sebenarnya yang dimaksud. 


Merujuk penjelasan Imam At-Thabari, maksud “orang-orang yang menuruti syahwat” dalam ayat ada empat pendapat:


1. Menurut Mujahid, mereka adalah para pelaku zina, dimana mereka menginginkan manusia untuk berzina seperti mereka.

2. Menurut As-Sudi, mereka adalah Kaum Yahudi dan Nasrani.


3. Menurut ulama lain, mereka adalah kaum Yahudi saja, dimana mereka menghendaki kaum muslimin mengikuti syahwat mereka dalam hal menikahi saudara perempuan ayah.


4. Menurut ulama lain lagi, mereka adalah setiap orang yang menuruti syahwat pada sesuatu yang dilarang dalam agama mereka.


Dari ragam pendapat ini, menurut At-Thabari pendapat yang paling benar adalah pendapat keempat, yaitu pendapat ulama yang menyatakan bahwa maksud “orang-orang yang menuruti syahwat” dalam ayat adalah setiap orang yang menuruti syahwat pada sesuatu yang dilarang dalam agama. Baik para pezina, orang yang menikahi saudara perempuan ayah, dan keharaman lainnya.


Argumentasinya adalah karena Allah dengan firman-Nya: “Wa yurīdulladzīna yattabi'ūnasy syahawāt,” dan orang-orang yang menuruti berbagai syahwat menghendaki …, telah menyifati mereka dengan sifat mengikuti nafsu syahwat mereka yang tercela. Karenanya, makna yang paling tepat untuk ayat adalah makna tersurat yang ditunjukkan oleh lahiriah redaksinya, bukan makna tersirat di baliknya yang tidak ditunjukkan oleh bukti dalil lain atau qiyas.


Bila demikian, maka kaum Yahudi, Nasrani, para pezina, dan seluruh orang yang menuruti syahwat masuk dalam ayat “alladzīna yattabi'ūnasy syahawāt”, orang-orang yang menuruti berbagai syahwat. (At-Thabari, VIII/213-215).


Dari ragam tafsir surat An-Nisa’ ayat 27 di atas secara sederhana dapat dipahami, bahwa Allah suka dan ridha dengan pertobatan manusia dari kesalahan dan dosanya. Tapi di sisi lain banyak budak hawa nafsu yang menginginkan manusia agar mau mengikutinya, bahkan kalau perlu lebih parah, lebih jahat, dan lebih bernafsu daripada mereka. Wallahu a'lam.


Ustadz Ahmad Muntaha AM, Redaktur Keislaman NU Online dan Founder Aswaja Muda.