Tafsir

Tafsir Surat Asy-Syura Ayat 30: Menyingkap Rahasia di Balik Musibah

Senin, 22 April 2024 | 12:00 WIB

Tafsir Surat Asy-Syura Ayat 30: Menyingkap Rahasia di Balik Musibah

Tafsir Al-Qur'an. (Foto: NU Online/Freepik)

Ayat suci Al-Qur'an mengandung makna yang mendalam tentang musibah dan cobaan yang menimpa manusia. Di balik setiap ujian dan kesulitan, terdapat hikmah dan pelajaran berharga yang harus dipetik. Salah satu makna pentingnya adalah bahwa musibah dan cobaan merupakan konsekuensi dari perbuatan manusia sendiri.


Hal ini ditegaskan dalam beberapa ayat Al-Qur'an, seperti surat Asy-Syura [42] ayat 30 yang menyatakan:


وَمَآ اَصَابَكُمْ مِّنْ مُّصِيْبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ اَيْدِيْكُمْ وَيَعْفُوْا عَنْ كَثِيْرٍۗ ۝٣٠


Wa mâ ashâbakum mim mushîbatin fa bimâ kasabat aidîkum wa ya‘fû ‘ang katsîr


Artinya: "Musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri dan (Allah) memaafkan banyak (kesalahanmu)."


Buya Hamka dalam Tafsir Al-Azhar, Jilid IX, halaman 6513 menjelaskan bahwa ayat ini mengingatkan kita untuk tidak langsung menyalahkan orang lain atau Tuhan ketika menghadapi musibah. Sebaiknya kita introspeksi diri terlebih dahulu. Manusia sering lupa bahwa dirinya bisa berbuat salah. Saat malapetaka datang, kita jadi bingung dan mencari pihak lain untuk disalahkan, termasuk takdir.


Kesalahan terbesar adalah lupa kepada Tuhan. Akibatnya, musibah yang bisa menjadi ujian penguat iman malah menjadi penderitaan berat. Jiwa kita tidak kuat menanggungnya karena tidak memiliki pegangan. Itulah sebabnya, percaya kepada takdir baik dan buruk, bahagia dan bahaya, termasuk rukun iman yang keenam. Apa yang telah digariskan pasti terjadi.


Jadi, ketika musibah datang, periksa diri sendiri. Mungkin musibah itu terjadi karena perbuatan orang lain, dan kita yakin tidak bersalah. Tapi kalau kita mau introspeksi, mungkin saja kita bersalah kepada Tuhan dalam hal lain, misalnya sombong atau pamer saat beribadah. Akibatnya, kita ditimpa musibah dari jalan lain agar kita mau bertaubat.


Bukankah Nabi kita sendiri mengajarkan untuk memohon ampun dan taubat setelah shalat lima waktu? Bahkan, dalam shalat itu sendiri, seperti saat ruku, sujud, dan duduk di antara dua sujud, kita dianjurkan untuk memohon ampun. [Buya Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid IX, [Singapura; Pustaka Nasional, PTE LTD, tt] halaman 6513]


Imam Ibnu Jarir at-Thabari, dalam Tafsir Thabri, Jilid 21, halaman 539 mengatakan bahwa ayat ini menjelaskan, musibah yang menimpa manusia adalah konsekuensi dari perbuatan mereka sendiri. Allah swt tidak akan menimpakan musibah kepada hamba-Nya yang tidak bersalah. Musibah yang terjadi merupakan bentuk teguran dan pelajaran dari Allah swt agar manusia kembali ke jalan yang benar dan meninggalkan perbuatan dosa.


Allah swt Maha Pengampun dan Maha Pemaaf. Dia tidak akan menghukum hamba-Nya atas semua dosa-dosa yang mereka lakukan, asalkan mereka mau bertobat dan memohon ampunan kepada-Nya. Ia berkata;


يقول - تعالى ذكره - : وما يصيبكم أيها الناس من مصيبة في الدنيا في أنفسكم وأهليكم وأموالكم ( فبما كسبت أيديكم ) يقول : فإنما يصيبكم ذلك عقوبة من الله لكم بما اجترمتم من الآثام فيما بينكم وبين ربكم ويعفو لكم ربكم عن كثير من إجرامكم ، فلا يعاقبكم بها .


Artinya: "Allah swt berfirman: "Dan apa pun musibah yang menimpa kalian di dunia ini, baik pada diri kalian sendiri, keluarga kalian, maupun harta kalian, semua itu terjadi karena perbuatan tangan-tangan kalian sendiri." (QS. Asy-Syura [42]: 30). Maksudnya: Musibah yang menimpa kalian adalah balasan dari Allah atas dosa-dosa yang kalian lakukan, baik dosa antara kalian dengan Allah maupun dosa antara kalian dengan sesama manusia. Namun, Allah swt Maha Pengampun, Dia mengampuni banyak dosa-dosa kalian dan tidak menghukum kalian atas semua dosa tersebut." [Imam Ibnu Jarir at-Thabari, Jami'ul Bayan, Jilid 21, [Kairo; Darul Ma'arif, tt] halaman 539].


Syekh Nawawi Banten dalam kitab tafsir Marah Labid menjelaskan, ayat ini mengingatkan kita bahwa setiap musibah yang menimpa diri kita merupakan konsekuensi dari perbuatan tangan-tangan kita sendiri. Artinya, segala bentuk kesusahan, kesialan, atau bencana yang terjadi adalah buah dari tindakan dan pilihan yang kita lakukan. Musibah ini bisa berupa penyakit, kemiskinan, kehilangan, atau berbagai cobaan lainnya.


Penting untuk diingat bahwa Allah swt Maha Adil dan tidak pernah menzalimi hamba-Nya. Setiap musibah yang terjadi memiliki hikmah dan pelajaran yang terkandung di dalamnya. Musibah dapat menjadi pengingat agar kita kembali ke jalan yang benar, meningkatkan keimanan, dan menjadi pribadi yang lebih baik.


وَما أَصابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِما كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ أي فهي بسبب معاصيكم التي اكتسبتموها، 


Artinya: "Dan apa pun musibah yang menimpa kalian adalah karena perbuatan tangan-tangan kalian sendiri." [(Nawawi Banten, Marah Labid, [Beirut, Dar Kutub Ilmiyah: 1417 H], jilid II, halaman 374).


Sementara itu, Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah, Jilid XII, halaman 504 menjelasakan bahwa musibah apa saja yang menimpa diri kalian, dan yang tidak menyenangkan kalian, merupakan akibat oleh perbuatan maksiat kalian. Allah tersucikan dari berbuat kezaliman dan memiliki sifat kasih sayang yang besar. (Profesor Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, [Ciputat, Lentera Hati: 2002], jilid XII, halaman 504).


Lebih jauh lagi, Surat asy-Syura ayat 30, meski secara konteks ditujukan kepada kaum musyrikin Makkah, namun memiliki kandungan pesan universal. Ayat ini berbicara kepada seluruh manusia, baik individu maupun kelompok, tak terbatas ruang dan waktu, beriman atau tidak. Artinya, setiap manusia berpotensi menghadapi cobaan atau musibah.


Oleh karena itu, marilah kita senantiasa introspeksi diri dan merenungkan setiap tindakan yang kita lakukan. Hindari perbuatan dosa dan maksiat, serta perbanyak amal shaleh dan perbuatan baik. Dengan demikian, kita dapat terhindar dari musibah dan mendapatkan keberkahan dalam hidup.


Terakhir, ayat ini mengajak kita untuk selalu introspeksi diri dan berhati-hati dalam bertindak. Musibah yang menimpa diri kita adalah pengingat agar kita kembali ke jalan yang benar dan menjadi pribadi yang lebih baik.


Zainuddin Lubis, Pegiat kajian Islam Tinggal di Ciputat