Tasawuf/Akhlak

Anjuran Menjaga Lisan saat Silaturahim Keluarga

Jumat, 26 April 2024 | 07:00 WIB

Anjuran Menjaga Lisan saat Silaturahim Keluarga

Ilustrasi menjaga lisan. (Foto: NU Online/Freepik)

Silaturahim dengan keluarga, sahabat, atau rekan kerja merupakan kegiatan mulia yang sangat dianjurkan bagi umat Islam. Di antara tujuannya adalah untuk menyambung dan mempererat ikatan persaudaran satu sama lain. 

 

Ada sejumlah dalil yang menjadi acuan tentang anjuran silaturahim. Salah satunya terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 1 berikut:

 

وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَ ٱلَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِۦ وَٱلۡأَرۡحَامَۚ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ عَلَيۡكُمۡ رَقِيبٗا 

 

Artinya: “Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu”.

 

Selain itu, Allah juga berfirman dalam surat Ar-Ra’d ayat 21:

 

وَٱلَّذِينَ يَصِلُونَ مَآ أَمَرَ ٱللَّهُ بِهِۦٓ أَن يُوصَلَ وَيَخۡشَوۡنَ رَبَّهُمۡ وَيَخَافُونَ سُوٓءَ ٱلۡحِسَابِ 

 

Artinya: “Orang-orang yang menghubungkan apa yang Allah perintahkan untuk disambungkan (seperti silaturahim), takut kepada Tuhannya, dan takut (pula) pada hisab yang buruk.”

 

Dua ayat di atas merupakan di antara sekian banyak dalil anjuran untuk menyambung tali silaturahim, terutama dengan sanak keluarga. Pertemuan indah yang menghubungkan kembali tali kekeluargaan satu sama lain. 

 

Dalam praktiknya, ada kalanya silaturahim malah dikotori dengan hal yang tidak baik, misalnya tidak menjaga lisan dengan melontarkan pertanyaan yang  dapat menyinggung perasaan. Seperti menanyakan kapan menikah kepada jomblo dan dan kapan punya anak kepada mereka yang sudah menikah.

 

Pertanyaan-pertanyaan demikian tentu dilarang dalam Islam karena dapat menyakiti perasaan orang lain. Islam sendiri menganjurkan lebih baik diam daripada berucap tapi menyakiti orang lain.

 

Nabi Muhammad saw bersabda:

 

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ

 

Artinya: “Dari Abi Hurairah ra berkata: Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia tidak menyakiti tetangganya, barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaknya ia memuliakan tamunya, dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berbicara baik atau diam”. (HR. Bukhari Muslim).

 

Hadits di atas dengan tegas memerintahkan umat Islam untuk menjaga diri dari menyakiti orang lain termasuk perasaan mereka. Bahkan dalam hadits di atas Nabi Muhammad saw lebih menganjurkan diam daripada berucap dengan kata-kata yang tidak baik.

 

Dalam riwayat lain, Rasulullah saw bahkan menegaskan bahwa menjaga lisan bagian dari keselamatan. Rasulullah bersabda:

 

وقال عقبة بن عامر: قلت: يا رسول الله, ما النجاة؟ قال: أمسك عليك لسانك وليسعك بيتك, وابك على خطيئتك

 

Artinya: “Uqbah bin Amir berkata: aku berkata: Ya Rasulallah, apa itu keselamatan?. Nabi Muhammad saw berkata: jagalah lisanmu, hendaklah rumahmu membuatmu lapang dan menangislah karena dosamu”. (HR. Turmudzi).

 

Hadits tersebut menjelaskan betapa pentingnya menjaga lisan, yaitu dengan selalu berkata baik atau tetap diam jika tidak dapat berucap baik, bahkan Rasulullah menjadikannya bagian dari keselamatan. 

 

4 Jenis Ucapan menurut Al-Ghazali

Dalam usaha menjaga lisan, hendaknya kita memperhatikan dan menyaring setiap kata yang hendak diucapkan kepada orang lain. Apakah ucapan itu baik dan bermanfaat atau justru buruk dan dapat melukai perasaan orang lain.

 

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumiddin membagi ucapan menjadi 4 bagian: ucapan yang murni bermanfaat, ucapan yang murni buruk, ucapan yang tercampur antara baik dan buruk, dan ucapan yang tidak ada manfaat serta bahayanya.

 

Al-Ghazali menjelaskan keempat jenis ucapan tersebut memiliki anjuran masing-masing. Untuk ucapan yang berisi manfaat, maka sangat jelas diperbolehkan bahkan dianjurkan sesuai hadits Nabi Muhammad saw di atas. 

 

Sebaliknya, ucapan yang murni buruk maka lebih baik diam, begitu pula ucapan yang tercampur di dalamnya manfaat dan keburukan, sebab sisi manfaatnya tidak sebanding dengan buruknya.

 

Adapun ucapan yang tidak ada manfaat dan keburukan di dalamnya termasuk ucapan yang kosong dan mengucapkannya sama saja membuang-buang waktu dan tidak dianjurkan dalam Islam.

 

أن الكلام أربعة أقسام قسم هو ضرر محض وقسم هو نفع محض وقسم فيه ضرر ومنفعة وقسم ليس فيه ضرر ولا منفعة. أما الذي هو ضرر محض فلا بد من السكوت عنه وكذلك ما فيه ضرر ومنفعة لا تفي بالضرر 

 

 وأما ما لا منفعة فيه ولا ضرر فهو فضول والاشتغال به تضييع زمان وهو عين الخسران فلا يبقى إلا القسم الرابع فقد سقط ثلاثة أرباع الكلام وبقي ربع وهذا الربع فيه خطر إذ يمتزج بما فيه إثم من دقائق الرياء والتصنع والغيبة وتزكية النفس وفضول الكلام امتزاجا يخفى دركه فيكون الإنسان به مخاطراً

 

Artinya: “Ucapan terbagi menjadi 4 macam: Murni buruk, murni manfaat, ucapan yang tercampur mudarat dan manfaat, dan ucapan yang tidak ada mudarat dan manfaat di dalamnya.Ucapan yang berisi keburukan murni maka diharuskan lebih baik diam, begitu pula ucapan yang di dalamnya terdapat keburukan dan kemanfaatan, sebab kemanfaatannya tidak akan membandingi keburukannya.

 

Adapun ucapan yang tidak ada manfaat dan mudarat di dalamnya termasuk ucapan berlebih dan menyibukkan diri dengannya menyia-nyiakan waktu. Hal itu termasuk kerugian yang nyata. Dan yang tersisa ialah bagian yang keempat, sebab tiga perempatnya telah gugur. Bagian keempat ini memiliki bahaya jika tercampur dengan dosa seperti riya, gibah, membersihkan diri, dan ucapan yang berlebih dengan campuran yang samar, hingga orang yang melakukannya dalam bahaya”. (Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Jeddah, Darul Minhaj, 2011 M], juz V, cet 1, hal 392).

 

Kesimpulannya, dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan tentang pentingnya menjaga lisan saat bertemu sanak keluarga di momen silaturahim. Semoga kita menjadi bagian umat Islam yang mendapatkan pelajaran dan pelatihan berharga di bulan Ramadhan dengan menjaga lisan dari berkata buruk yang dapat menyakiti perasaan orang lain. Wallahu a’lam

 

Ustadz Alwi Jamalulel Ubab, Alumni Khas Kempek, Mahasantri Mahad Aly Saiidussiddiqiyah Jakarta