Tasawuf/Akhlak

Teladan Sayyidina Abu Bakar Menjaga Rahasia Orang Lain

Jum, 1 Desember 2023 | 15:00 WIB

Teladan Sayyidina Abu Bakar Menjaga Rahasia Orang Lain

Ilustrasi Abu Bakar As-Shidiq. (Foto: NU Online)

Di tengah relasi sosial terkadang orang diajak curhat oleh teman atau saudaranya berkaitan dengan hal-hal pribadi yang tidak enak didengar oleh orang lain, semisal tentang urusan pernikahan atau lainnya. Hal seperti ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun silam, bahkan Sayyidina Abu Bakar pun pernah mengalaminya.

 

Dikisahkan, setelah suami Hafsah, yaitu Khunais bin Hudzafah As-Suhami, meninggal pada tahun 3 H, Umar bin Khattab berkeinginan menjodohkan putrinya itu kepada Utsman bin Affan yang juga telah kehilangan istri tercintanya Ruqayyah binti Rasulullah saw setahun sebelumnya. Umar bergegas pergi ke tempat Utsman bin Affan dan segera menawarinya untuk menikahi putrinya.

 

“Hai Utsman, aku ingin menikahkan dirimu dengan putriku Hafsah,” kata Umar.

 

Namun sayang, Utsman ternyata menolaknya secara halus.

 

“Aku tak punya hajat untuk menikahinya”, jawab Utsman penuh kehati-hatian.

 

Tak putus harapan, Umar kemudian mendatangi Abu Bakar dengan maksud yang sama, yaitu agar Abu Bakar berkenan menikahi Hafsah.  

 

“Hai Abu Bakar, aku ingin menikahkan dirimu dengan putriku, Hafsah”, ujar Umar berterus-terang.

 

Namun sayang, Abu Bakar justru diam tak menjawab sepatah kata pun. Menolak tidak, menerima juga tidak. Abu Bakar diam seribu bahasa.

 

Umar sangat kecewa dengan sikap diam Abu Bakar. Namun beberapa hari kemudian Rasulullah saw menikahi Hafsah putri Umar.

 

Setelah pernikahan Hafsah dengan Rasulullah saw, kemudian Abu Bakar mendatangi Umar untuk mengklarifikasi sikap diamnya beberapa waktu lalu saat akan dijodohkan dengan Hafsah.

 

“Wahai Umar, aku kira hatimu memendam sesuatu terhadapku setelah aku tidak menjawab ucapanmu (tentang tawaran menikahi) itu”, kata Abu Bakar menyelidik.

 

“Ya, hatiku kecewa berat. Kalau Utsman telah menjawabnya, makanya aku tidak begitu kecewa kepadanya”, tegas umar.

 

Abu Bakar kemudian memberikan klarifikasi.

 

“Aku tidak menjawab tawaranmu menikahi Hafsah itu karena suatu alasan. Sebab Rasulullah saw telah berbicara kepadaku secara diam-diam dan mengabariku bahwa beliau ingin menikahi Hafsah. Aku sebenarnya tidak menolak untuk menikahinya, tapi kan hal itu tidak boleh," jawab Abu Bakar.

 

"Jika aku menjawab ucapanmu dengan keengganan menikahi Hafsah, maka aku khawatir engkau menanyakan sebabnya. Lalu bila aku memberitahumu tentang rahasia Rasullullah saw yang sudah tertarik kepada Hafsah, maka berarti aku telah mengkhianatinya, dan bisa jadi justru Rasulullah saw enggan menikahi putrimu karena rahasianya telah terbuka. Karena alasan inilah aku tidak bisa menjawab apapun kepadamu selain diam karena menjaga rahasia," jawabnya melanjutkan.

 

Demikianlah teladan sahabat Abu Bakar dalam menjaga rahasia Rasulullah saw atas ketertarikannya kepada Hafsah. Kisah selengkapnya dapat dibaca dalam kitab Al-Futuhat Al-Madaniyah karya Syekh Nawawi Banten. (Muhammad Nawawi Al-Bantani, Al-Futuhat Al-Madaniyah fis Syua’bil Imaniyah, [Indonesia: Lajnah Tahqiq wa Ta’liqil Kutub Al-Fardhu], halaman 84-85).

 

Menjaga rahasia

Anjuran menjaga rahasia orang lain telah dijelaskan sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan hadits, di antaranya adalah sebagaimana berikut:

 

وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا

 

Artinya, “Apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan (kemenangan) atau ketakutan (kekalahan), mereka menyebarluaskannya. Padahal, seandainya mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ululamri (pemegang kekuasaan) di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya (secara resmi) dari mereka (Rasul dan ululamri). Sekiranya bukan karena karunia dan rahmat Allah kepadamu, tentulah engkau mengikuti setan, kecuali sebagian kecil saja (di antara kamu).” (QS An-Nisa’: 83)

 

Meskipun ayat ini membicarakan perilaku sebagian kaum muslimin bermental lemah yang suka menyebarkan berita kemenangan atau kekalahan perang, namun menurut Syekh Ismail Haqqi ayat ini juga memuat larangan menyebarkan rahasia. (Ismail Haqqi, Tafsir Ruhul Bayan, [Dar Ihya-it Turats Al-‘Arabi], juz II, halaman 195).

 

الترغيب والترهيب - (ج 3 / ص 62)

وَعَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ: إِذَا حَدَّثَ رَجُلٌ رَجُلًا بِحَدِيْثٍ ثُمَّ الْتَفَتَ فَهُوَ أَمَانَةٌ. (رواه أبو داود والترمذي، وقال: حديث حسن)

 

Artinya, “Dan diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah ra, sungguh Rasulullah saw bersabda: “Ketika seseorang berbicara terhadap orang lain dengan suatu pembicaraan, kemudian ia berpaling (darinya), maka pembicaraan itu adalah amanah.” (HR Abu Dawud dan At-Tirmidzi. At-Tirmidzi berkata: “Ini hadits hasan).

 

Dalam menjelaskan hadits ini Al-Hafizh Al-Munawi mengatakan, pembicaraan itu menjadi amanah bagi orang yang diajak bicara, yang dititipkan kepadanya. Bila ia membicarakannya kepada orang lain maka berarti ia telah menentang perintah Allah dalam hal ini, tidak menjaga amanah yang dititipkan kepadanya. Selain itu ia termasuk orang-orang yang zalim. Untuk itu, ia wajib menyimpan pembicaraan rahasia, karena berpalingnya orang yang mengajaknya bicara sama halnya dengan permintaannya untuk menyimpan rahasia tersebut.

 

Al-Munawi juga menjelaskan, hadits ini termasuk jawami’ul kalam, ucapan yang singkat padat. Sebab meskipun redaksinya singkat, tapi mencakup berbagai etika pergaulan dan pertemanan, menjaga rahasia, menjaga relasi yang harmonis, serta peringatan agar tidak mengadu domba antarteman yang merusak hubungan sosial. (Abdurrauf Al-Munawi, Faidhul Qadir, [Beirut, Darul Kutubil ‘Ilmiyah; 1415 H], juz I, halaman 423). Wallahu a’lam.

 

Ahmad Muntaha AM, Radaktur Keislaman NU Online.