Nikah/Keluarga

Ketika Rasulullah dan Siti Aisyah Menghadapi Perselisihan Rumah Tangga

Sen, 26 September 2022 | 08:00 WIB

Ketika Rasulullah dan Siti Aisyah Menghadapi Perselisihan Rumah Tangga

Foto: Ilustrasi masalah rumah tangga

Nabi Muhammad saw merupakan utusan Allah, tetapi Rasulullah saw juga kepala rumah tangga. Nabi Muhammad saw menjalani kehidupan rumah tangga sebagaimana pasangan rumah tangga pada umumnya yang penuh warna.


Dengan Aisyah, Rasulullah saw melewati sisi keceriaan rumah tangga. Tetapi ada kalanya pasangan ini mengalami perselisihan dan ketidaksesuaian pemahaman. Pasangan ini pada suatu hari mengalami cekcok rumah tangga. Rasulullah saw dan Siti Aisyah ra bersepakat menghadirkan Abu Bakar ra, ayah Siti Aisyah ra, sebagai hakim yang adil untuk memutuskan masalah keduanya.


Kepada mertuanya Rasulullah saw ingin menuntut pembelaan dan kesaksian. Pasangan ini kemudian menghadirkan Abu Bakar ra. Di hadapan hakim tersebut, Rasulullah saw mempersilakan istrinya untuk menerangkan lebih dulu kepada ayahnya. Ternyata siapa yang harus menerangkan duduk perkara saja menjadi masalah tersendiri bagi pasangan yang sedang cekcok.


“Kamu yang berbicara atau aku yang berbicara?” tanya Rasulullah kepada Aisyah ra.


“Kamu dong yang berbicara. Jangan kamu bicara kecuali yang benar,” jawab Siti Aisyah ra yang sedang marah.


Sahabat Abu Bakar ra yang mendengarkan jawaban putrinya langsung naik pitam. Ia segera saja menampar putrinya sehingga darah keluar dari mulutnya. Sahabat mulia itu memandang jawaban Siti Aisyah ra sebagai sebuah kelancangan ucapan atas diri seorang rasul.


“Keterlaluan kamu, apakah ia (utusan Allah saw) akan berkata selain yang hak?” bentak Abu Bakar ra.


Siti Aisyah ra tidak menduga ayahnya yang menjadi hakim berbuat demikian. Ia kemudian berlindung kepada suaminya. Siti Aisyah ra duduk di belakang punggung suaminya.


Rasulullah saw segera saja membela hak istrinya terlepas keduanya sedang mengalami perseteruan rumah tangga.


“Kami tidak menghadirkanmu untuk ini dan kami tidak menghendaki ini darimu,” jawab Rasulullah saw membela hak istrinya atas kekerasan yang dilakukan oleh hakim tersebut.


Demikian dikisahkan oleh Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumiddin ([Beirut, Darul Fikr: 2015 M], juz II, halaman 50). Kisah ini dikutip oleh Imam Al-Ghazali dari riwayat Imam At-Thabrani pada Kitab Al-Awsath dan Al-Khatib dalam Kitab Tarikh dari Siti Aisyah ra dengan sanad yang daif. (Imam Az-Zabidi, Ithafus Sadatil Muttaqin bi Syarhi Ihya Ulumiddin, [Beirut, Muassastut Tarikh Al-Arabi: 1994 M/1414 H], juz V, halaman 353).


Dari riwayat ini kita dapat melihat bahwa Rasulullah saw merupakan pasangan rumah tangga yang tetap bersikap adil meski sedang cekcok dengan pasangannya, tidak berbuat kalap dan tindakan melewati batas lainnya.


Rasulullah saw merupakan gambaran atau citra laki-laki bertakwa seperti yang dimaksud oleh Imam Al-Hasan Al-Bashri, “(Nikahkanlah anakmu) dengan pemuda yang bertakwa kepada Allah yang kelak jika hatinya sedang senang ia akan menghormati anakmu dan jika sedang marah ia tidak akan menzaliminya,” (Imam Al-Ghazali, 2015 M: II/48). Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)