Tasawuf/Akhlak

Tips Imam Al-Ghazali agar Jadi Hamba yang Bersyukur

Jum, 18 Juni 2021 | 22:45 WIB

Tips Imam Al-Ghazali agar Jadi Hamba yang Bersyukur

Budak yang buruk (al-abdus su’) adalah budak yang harus digembleng dengan pukulan. Jika sama sekali tidak pernah dipukul, budak jenis ini tidak akan pernah tahu berterima kasih (bersyukur) kepada tuannya.

Imam Al-Ghazali menyebutkan berbagai dialog dan kiat para ulama untuk melatih diri mereka bersyukur atas nikmat Allah. Imam Al-Ghazali kemudian merumuskan cara yang dapat ditempuh dalam mendidik diri manusia yang selama ini lalai mensyukuri nikmat Allah.


Ragam kiat ini disebutkan oleh Imam Al-Ghazali mengingat aneka sebab yang menghalangi orang untuk bersyukur. Ragam kiat atau tips ini disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi setiap orang yang berbeda-beda.


Imam Al-Ghazali setidaknya membedakan orang yang lalai bersyukur (kufur nikmat) menjadi dua. Pertama, orang yang hatinya awas (al-qulubul bashirah). Kedua, orang yang batinnya buta-tumpul dan keras-membeku (al-qulubul balidah al-jamidah).


أما القلوب البصيرة فعلاجها التأمل فيما رمزنا إليه من أصناف نعم الله تعالى العامة وأما القلوب البليدة التى لا تعد النعمة نعمة إلا إذا خصتها أو شعرت بالبلاء معها فسبيله أن ينظر أبدا إلى من دونه


Artinya, “Obat bagi batin yang awas adalah merenungkan berbagai jenis nikmat Allah yang bersifat umum sebagaimana kami tunjukkan. Sedangkan obat/jalan bagi orang yang batinnya tumpul keras membeku yang hanya memandang nikmat secara khusus atau memandang nikmat setelah merasakn bala adalah memperhatikan selamanya kepada orang yang bernasib di bawahnya (dalam urusan dunia),” (Imam Al-Ghazali, Ihya Ulumiddin, [Kairo, Darus Syi’bi: tanpa tahun], juz XII, halaman 2280).


Jalan yang disarankan Imam Al-Ghazali:


1. Orang yang batinnya sudah terang tetapi lalai bersyukur perlu melatih diri untuk menyadari nikmat-nikmat keseharian yang bersifat umum.


2. Orang yang hatinya tumpul dan beku perlu mendidik dirinya untuk selalu melihat ke bawah dalam urusan duniawi agar ia menjadi orang yang bersyukur atas kondisinya saat ini.


Kita ini juga sejalan dengan hadits riwayat Imam Muslim agar umat Islam melihat ke bawah sebagai peringatan kepada diri sendiri untuk menjaga syukur atau tahu berterima kasih kepada Allah.


عن ابي هريرة قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم أنظروا الى من أسفل منكم ولا تنظروا الى من هو فوقكم فهو أجدر أن لا تزدروا نعمة الله


Artinya, “Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, Rasulullah bersabda, ‘Lihatlah orang di bawah kalian. Jangan melihat orang di atas kalian. Itu lebih baik agar kalian tidak mengingkari nikmat Allah,’” (HR Muslim).


Imam Al-Ghazali menyebutkan sejumlah cara yang dilakukan para sufi untuk mengingatkan diri agar dapat mensyukuri kesempatan hidup, kesehatan, dan nikmat petunjuk di dalam ketaatan pada aturan.


Sebagian sufi sering menjenguk orang-orang sakit. Hal ini dilakukan agar mereka menyadari nikmat kesehatan yang sedang Allah berikan kepada mereka. Mereka juga mengunjungi lokasi eksekusi atas kejahatan-kejahatan pidana agar mereka sadar bahwa mereka selama ini mendapat bimbingan Allah sehingga tidak melakukan kriminal.


Sebagian sufi malah melakukan simulasi kematian untuk mengingatkan mereka pada nikmat kesempatan hidup. Mereka menggali lubang seolah makam. Lalu mereka masuk ke dalam liang lahat yang mereka buat dan menghayati kematian tersebut (di mana mereka tidak dapat kembali ke dunia setelah masuk kea lam kubur) agar mereka dapat merasakan dan menyadari nikmat kesempatan hidup.


Semua itu dilakukan agar mereka dapat mensyukuri nikmat kesempatan hidup, nikmat kesehatan, dan nikmat petunjuk dari Allah agar senantiasa dalam kebaikan dan ketaatan.


Kecuali itu, semua terapi ini dimaksudkan agar mereka berbuat baik dan menjadi lebih baik serta menambah intensitas ibadah kepada Allah sebagai bentuk penggunaan nikmat Allah pada tujuan yang semestinya, yaitu penghambaan kepada-Nya.


Tips ini disebutkan oleh Imam Al-Ghazali agar orang tidak kufur nikmat, tidak tahu berterima kasih, atau lalai bersyukur. Orang yang dungu (al-jahil yang tidak mengenali nikmat Allah meski nikmat harian yang sangat umum sekalipun) oleh Imam Al-Ghazali diilustrasikan sebagai budak yang buruk. (Imam Al-Ghazali, tanpa tahun: XII/2276).


Budak yang buruk (al-abdus su’) adalah budak yang harus digembleng dengan pukulan. Jika sama sekali tidak pernah dipukul, budak jenis ini tidak akan pernah tahu berterima kasih (bersyukur) kepada tuannya. Wallahu a’lam. (Alhafiz Kurniawan)