Bolehkan Tayamum Karena Cuaca Dingin Ekstrem? Ini Penjelasannya dalam Islam
NU Online · Kamis, 20 Maret 2025 | 16:00 WIB
Muhamad Hanif Rahman
Kolomnis
Assalamu'alaikum wr wb. Maaf, saya ingin bertanya, apakah boleh tayamum sebagai pengganti wudhu jika suhu air sangat dingin (-10°C) di Swedia?
Jawaban
Wa'alaikum salam wr wb. Saudara penanya dan pembaca setia NU Online yang budiman. Telah kita ketahui bahwa wudhu adalah syarat sah shalat, thawaf, menyentuh, dan membawa mushaf.
Wudhu hanya dapat dilakukan dengan air. Namun terkadang seseorang mengalami kesulitan dalam menggunakannya, baik karena tidak menemukannya, sedang melakukan perjalanan jauh, atau ada penyakit yang menghalangi penggunaannya.
Sebagai bentuk kemudahan dan keringanan dalam Islam, disyariatkan tayamum dengan tanah yang suci sebagai pengganti wudhu atau mandi, agar seorang Muslim tidak terhalang untuk beribadah. Allah swt berfirman:
وَاِنْ كُنْتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوْاۗ وَاِنْ كُنْتُمْ مَّرْضٰٓى اَوْ عَلٰى سَفَرٍ اَوْ جَاۤءَ اَحَدٌ مِّنْكُمْ مِّنَ الْغَاۤىِٕطِ اَوْ لٰمَسْتُمُ النِّسَاۤءَ فَلَمْ تَجِدُوْا مَاۤءً فَتَيَمَّمُوْا صَعِيْدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوْا بِوُجُوْهِكُمْ وَاَيْدِيْكُمْ مِّنْهُ
Artinya, "Jika kamu sakit, dalam perjalanan, kembali dari tempat buang air (kakus), atau menyentuh perempuan, lalu tidak memperoleh air, bertayamumlah dengan debu yang baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu." (QS Al-Ma'idah: 6).
Kemudian terkait dengan pertanyaan saudara penanya yang menanyakan bolehkan tayamum menggantikan wudhu sebab suhu air yang sangat dingin -10⁰ C seperti di Negara Swedia?
Kondisi serupa, yakni cuaca sangat dingin kemudian tayamum pernah juga dialami oleh sahabat 'Amru bin Ash:
احْتَلَمْتُ فِي لَيْلَةٍ بَارِدَةٍ وَأَنَا فِي غَزْوَةِ ذَاتِ السَّلَاسِلِ، فَأَشْفَقْتُ إِنِ اغْتَسَلْتُ أَنْ أَهْلَكَ، فَتَيَمَّمْتُ ثُمَّ صَلَّيْتُ بِأَصْحَابِي الصُّبْحَ، فَذُكِرَ ذَلِكَ لِلنَّبِيِّ ﷺ، فَقَالَ: يَا عَمْرُو صَلَّيْتَ بِأَصْحَابِكَ وَأَنْتَ جُنُبٌ؟، فَأَخْبَرْتُهُ بِالَّذِي مَنَعَنِي مِنَ الِاغْتِسَالِ، فَقُلْتُ: إِنِّي سَمِعْتُ اللَّهَ يَقُولُ: وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا [النساء: ٢٩]، فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَلَمْ يَقُلْ لِي شَيْئًا
Artinya, "Aku mengalami mimpi basah pada suatu malam yang dingin ketika aku berada dalam Perang Dzatus Salasil. Aku khawatir jika mandi, aku akan mati. Lalu aku bertayamum, kemudian shalat Subuh bersama para sahabatku.
Hal itu kemudian disampaikan kepada Nabi saw, lalu beliau bersabda: "Wahai ‘Amr, engkau shalat bersama sahabat-sahabatmu dalam keadaan junub?"
Aku pun menjelaskan kepadanya alasan yang menghalangiku dari mandi, lalu aku berkata: "Aku mendengar Allah swt berfirman: 'Dan janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri. Sesungguhnya Allah Maha Penyayang kepada kalian' [An-Nisa’: 29].
Lalu Rasulullah saw pun tertawa dan tidak mengatakan apapun kepadaku." (Ad-Daraquthni, Sunan Ad-Daraquthni, [Beirut, Muassasah Ar-Risalah: 2004], juz I halaman 327).
Pemahaman dari hadits ini menurut mazhab Syafi'i adalah, orang yang khawatir akan terjadi sesuatu yang membahayakan jiwanya jika menggunakan air karena cuacanya sangat dingin maka boleh tayamum, dengan ketentuan tidak mampu memanaskan air untuk bersuci. (Al-Mawardi, Al-Hawil Kabir, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 1999], juz I, halaman 271).
Lebih jelas dalam kitab Anwarul Masalik ditegaskan, kebolehan tayamum karena cuaca yang sangat dingin jika seseorang khawatir akan sakit apabila memaksakan diri menggunakan air yang sangat dingin, tidak memiliki sarana untuk memanaskan air, atau tidak dapat menghangatkan anggota tubuhnya setelah menggunakan air.
Namun demikian shalat yang dikerjakan dengan tayamum semacam ini tetap wajib i'adah atau mengulanginya. Sebab kondisi semacam ini adalah kondisi yang langka terjadi.
ولو خاف من شدة البرد مرضاً مما تقدم) كبطء برء (ولم يقدر على تسخين الماء) لعدم ما يسخن به (وتدفئة عضو) لعل الواو بمعنى أو فإن البرد يدفع إما بالتسخين أو بتدفئة العضو بعد الاستعمال (تيمم وأعاد) لندور ذلك
Artinya, "Jika seseorang khawatir sakit akibat cuaca yang sangat dingin, seperti keterangan yang telah lalu, seperti lambatnya kesembuhan, dan ia tidak mampu menghangatkan air karena tidak memiliki alat untuk memanaskannya, atau tidak dapat menghangatkan anggota tubuhnya setelah menggunakan air, karena rasa dingin dapat diatasi dengan cara menghangatkan air atau dengan menghangatkan anggota tubuh setelah menggunakannya; maka ia boleh bertayamum. Namun, ia tetap harus mengulang shalatnya (qadha) karena kondisi seperti ini jarang terjadi." (Muhammad Zuhri Al-Ghamrawi, Anwarul Masalik Syarhul Umdatis Salik, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2012], halaman 38).
Kemudian terkait dengan kewajiban mengulangi atau tidaknya shalat yang telah dikerjakan dengan tayamum sebab cuacanya sangat dingin terdapat tiga pendapat sebagai berikut:
وَمِنْهَا: التَّيَمُّمُ لِشِدَّةِ الْبَرْدِ، وَالْأَظْهَرُ: أَنَّهُ يُوجِبُ الْإِعَادَةَ. وَالثَّانِي: لَا. وَالثَّالِثُ: يَجِبُ عَلَى الْحَاضِرِ دُونَ الْمُسَافِرِ
Artinya, "Di antaranya: tayamum karena cuaca yang sangat dingin. Pendapat yang lebih kuat menyatakan bahwa orang yang bertayamum karena alasan ini wajib mengulang shalatnya.
Pendapat kedua menyatakan tidak wajib mengulang. Pendapat ketiga menyatakan bahwa kewajiban mengulang hanya berlaku bagi orang yang berada di tempat tinggalnya (mukim), sedangkan bagi musafir tidak diwajibkan." (An-Nawawi, Raudhatut Thalibin, [Beirut, Darul Fikr: tt], juz I halaman 121).
Walhasil, orang yang dalam kondisi cuaca sangat dingin diperbolehkan tayamum jika khawatir akan sakit apabila memaksakan diri tetap menggunakan air tersebut, tidak menemukan alat untuk memanaskan air atau tidak ada alat untuk menghangatkan anggota tubuh setelah menggunakan air.
Karena, rasa dingin dapat diatasi dengan cara menghangatkan air atau dengan menghangatkan anggota tubuh setelah menggunakannya.
Namun demikian shalat yang dikerjakan dengan tayamum dengan alasan tersebut menurut pendapat Al-Azhar–pendapat paling kuat berdasarkan metode ushul fiqh yang diambil dari perbedaan satu atau dua pendapat Imam As-Syafi’i–wajib diulangi, karena kondisi semacam ini adalah kondisi yang jarang terjadi. Namun menurut pendapat lain tidak wajib diulangi.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan semoga dapat dipahami dengan baik dan bermanfaat. Wallahu a'lam.
Ustadz Muhamad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Lima Ibadah Sosial yang Dirindukan Surga
2
Fantasi Sedarah, Psikiater Jelaskan Faktor Penyebab dan Penanganannya
3
Khutbah Jumat: Tujuh Amalan yang Terus Mengalir Pahalanya
4
Pergunu Buka Pendaftaran Beasiswa Kuliah di Universitas KH Abdul Chalim Tahun Ajaran 2025
5
Pakai Celana Dalam saat Ihram Wajib Bayar Dam
6
Khutbah Jumat: Jangan Bawa Tujuan Duniawi ke Tanah Suci
Terkini
Lihat Semua