Hukum Trading Crypto dalam Islam: Apakah Crypto Menguntungkan atau Berisiko?
Kamis, 20 Februari 2025 | 16:00 WIB
Muhammad Zainul Millah
Kolomnis
Assalamu’alaikum wr. wb. Saat ini, trading crypto semakin populer di kalangan masyarakat. Seiring dengan perkembangan teknologi, banyak orang yang mulai berinvestasi dalam cryptocurrency. Namun, seperti investasi lainnya, trading crypto bisa membawa keuntungan, tetapi juga tidak jarang berisiko merugi. Hal ini membuat beberapa orang merasa bahwa trading crypto serupa dengan perjudian.
Lantas, bagaimana hukum trading crypto menurut Islam? Bagaimana pula status uang yang diperoleh dari trading crypto tersebut?
Jawaban
Wa’alaikumussalam wr. wb. Terimakasih atas pertanyaan yang disampaikan kepada NU Online. Semoga taufiq dan hidayah Allah swt senantiasa menyertai setiap langkah kita, amin.
Apa Itu Trading Crypto?
Secara sederhana, trading crypto adalah aktivitas jual beli aset kripto, seperti Bitcoin, Ethereum, atau aset kripto lainnya melalui platform yang disebut bursa kripto (exchange). Aktivitas ini memanfaatkan fluktuasi harga aset kripto untuk mendapatkan keuntungan.
Perlu diketahui bahwa trading dan investasi kripto adalah dua hal yang berbeda. Jika investasi kripto berfokus pada pertumbuhan nilai aset dalam jangka panjang, maka trading kripto melibatkan pembelian dan penjualan aset dalam periode yang lebih singkat, seperti jam, menit, atau hari, untuk mendapatkan keuntungan dari fluktuasi harga.
Cara Kerja Trading Crypto
Cara kerja trading crypto sama seperti trading saham, trading crypto juga memanfaatkan analisis teknikal untuk memprediksi pergerakan harga. Analisis ini melibatkan penggunaan grafik dan indikator untuk mengidentifikasi tren dan pola harga, sehingga trader dapat membuat keputusan jual atau beli yang tepat.
Trading crypto memiliki risiko yang tinggi karena harga aset kripto sangat fluktuatif. Karena itu, penting bagi trader untuk memiliki pemahaman yang baik tentang pasar kripto dan strategi trading yang efektif sebelum memulai aktivitas trading.
Permasalahan trading crypto ini telah dibahas dalam beberapa forum Bahtsul Masail dengan hasil keputusan yang beragam.Aada yang mengharamkan praktik trading crypto, ada pula yang memperbolehkan. Di antaranya sebagai berikut:
Hukum Trading Crypto dalam Perspektif Bahtsul Masail NU
1. Keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur (24/10/2021)
Di antara pembahasan trading criypto dalam bahtsul masail di lingkungan NU adalah Keputusan Bahtsul Masail Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, yang berlangsung Ahad (24/10/2021) dalam rangka memeriahkan Hari Santri 2021 di kantor PWNU Jawa Timur, Jalan Masjid Al-Akbar Timur 9 Surabaya.
Dalam membahas aset cryptocurrency sebagai komoditi atau barang yang sah untuk dijualbelikan, PWNU Jawa Timur memutuskan bahwa crypto merupakan aset fiktif yang tidak sah untuk dijualbelikan.
Cryptocurrency tidak dapat disebut aset atau barang yang sah dijualbelikan karena pengertian 'barang' sebagai obyek yang bisa dijualbelikan adalah wajib mencakup 2 ketentuan, yaitu:
- berupa 'ain musyahadah (barang fisik), atau
- berupa syai-in maushuf fid dzimmah (barang berjamin aset). Termasuk aset yang bisa dijadikan jaminan barang ini, adalah aset yang terdiri atas 'ain (materi), dain (utang) dan fi’lin (pekerjaan, jasa/manafi’ dan hak).
Syekh Al-Khathib As-Syirbini menjelaskan:
البُيُوعُ ثَلاثَةُ أشْياءَ) أيْ أنْواعٍ بَلْ أرْبَعَةٌ كَما سَيَأْتِي. الأوَّلُ. (بَيْعُ عَيْنٍ مُشاهَدَةٍ) أيْ مَرْئِيَّةٍ لِلْمُتَبايِعَيْنِ (فَجائِزٌ) لِانْتِفاءِ الغَرَرِ. (و) الثّانِي (بَيْعُ شَيْءٍ) يَصِحُّ السَّلَمُ فِيهِ (مَوْصُوفٍ فِي الذِّمَّةِ)
Artinya, “Jual beli itu ada tiga perkara atau tiga macam, dalam satu wajah ada 4 macam. Pertama: jual beli barang fisik yang bisa disaksikan oleh dua orang yang saing melakukan akad, maka hukumnya adalah boleh karena ketiadaan gharar (penipuan). Kedua, jual beli sesuatu yang bisa ditunjukkan karakteritiknya dan berjamin.” (Hasyiyah Al-Bujairimi 'ala Khathib, [Beirut, Darul Kutub Al-'Ilmiyah: 2015], juz III, halaman 4).
Karena itu, semua aset cryptocurrency seperti Bitcoin, Ethereum, Polkadot dan Tether pada dasarnya tidak memenuhi kategori sebagai sil’ah (komoditas) secara fikih, disebabkan tidak masuk kategori 'ain musyahadah maupun kategori syai-in maushuf fid dzimmah.
Dengan demikian maka, cryptocurrency tidak memiliki potensi untuk bisa diserahterimakan secara hissan (inderawi) dan syar’an. Cryptocurrency termasuk aset ma’dum (fiktif).
Itu sebabnya, para mubahitsin mengambil kesimpulan bahwa cryptocurrency tidak memenuhi standar sil’ah (komoditas) secara syara’. Karenanya, meniagakan cryptocurrency hukumnya adalah tidak diperbolehkan (ghairu jaizin).
Bahtsul masail juga merekomendasikan agar umat Islam khususnya warga Nahdliyyin dalam bermuamalah hendaknya berhati-hati dan senantiasa bertujuan mencari yang halal.
2. Keputusan Bahtsul Masail PWNU DIY (21/11/2021)
PWNU DIY menghasilkan Rumusan Bahtsul Masail PWNU DIY tentang crypto yang berlangsung pada Ahad, (21/11, 2021) di PPM Al-Hadi Yogyakarta. Bahtsul masail menyebutkan bahwa mata uang kripto sebagai alat tukar yang dibolehkan dalam Islam.
Secara lengkap rumusan tersebut menyatakan:
- Ekonomi merupakan bagian dari ranah hukum Islam yang bersifat dinamis (an-nadzar ila al-ma’ani). Perkembangan teknologi digital berpengaruh pada perubahan alat tukar, bentuk komoditas, maupun pola transaksi. Hukum Islam tidak mengatur jenis alat tukar yang harus digunakan. Dalam hukum Islam, jenis alat tukar mengikuti kebiasaan suatu komunitas (‘urf).
Mata uang kripto (cryptocurrency) merupakan anak kandung transformasi teknologi digital yang penggunaannya semakin ekstensif. Sebagai alat tukar maupun sebagai komoditas, mata uang kripto dibolehkan dalam hukum Islam.
Kripto memenuhi syarat baik sebagai alat tukar (al-tsaman) maupun sebagai komoditas (al-mutsman) di antaranya, memiliki manfaat (muntafa’), bisa diserahterimakan (maqdur ‘ala taslimih), dan bisa diakses jenis serta sifatnya oleh kedua belah pihak (ma’luman lil ‘aqidain). Hal ini mengecualikan berbagai varian mata uang kripto yang tidak memenuhi beberapa syarat tersebut.
- Sebagaimana penjelasan dari pelaku dan ahli blockchain, asumsi adanya unsur bahaya dan risiko akibat ketidakjelasan (gharar) serta perjudian (qimar) tidak diketemukan dalam transaksi uang kripto. Fluktuasi harga mengikuti hukum pasar (penawaran dan permintaan) yang dibolehkan secara hukum Islam.
Dengan teknologi digital blockchain dan cryptography, ia juga memiliki tingkat keamanan yang tinggi, mampu terhindar dari upaya kecurangan dan manipulasi. Uang kripto sudah terbukti beroperasi dalam jangka waktu yang lama dan bertahan sampai saat ini.
- Seiring pertumbuhan mata uang kripto di dunia yang semakin ekstensif, menjadi tugas pemerintah negara Indonesia untuk membuat regulasi yang mengatur mata uang kripto sebagai alat tukar (al-tsaman) maupun komoditas (al-mutsman) di Indonesia.
3. Bahtsul Masail Islamic Law Firm (ILF) pada Sabtu (19/6/2021)
Islamic Law Firm (ILF) menginisiasi bahtsul masail tentang cryptocurrency dengan menghadirkan sejumlah pakar. Di antara yang hadir adalah Pengasuh Pesantren Sukorejo KH Afifuddin Muhajir, Pengasuh Pesantren Al-Anwar Sarang KH Abdul Ghofur Maimun, dan Wakil Ketua LBM PBNU KH Abdul Moqsith Ghazali.
Bahtsul masail menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
- Aset kripto adalah kekayaan (mal) menurut fikih. Jadi aset kripto yang sedang kita bicarakan itu harta dalam tinjauan fikih. Pengertiannya adalah kalau harta ini dicuri, maka harus disanksi pencurian, kalau dirusak, maka harus diganti.
- Karena kripto merupakan kekayaan, maka sah dipertukarkan sepanjang tidak terjadi gharar (ketidakpastian). Kenapa diputuskan demikian? Karena, terjadi perbedaan pandang antara musyawirin (ulama perumus) apakah transaksi cryptocurrency itu terjadi gharar atau tidak. Sebagian mengatakan cryptocurrency terjadi gharar, sebagian yang lain mengatakan cryptocurrency tidak terjadi gharar.
Sifat dari gharar ini debatable, ini karena orang melihat dari sudut pandang masing-masing. Meski demikian, para ulama bahtsul masail sepakat bahwa transaksi kripto harus tidak ada gharar, hanya saja terkait hal ini para ulama berbeda pendapat. Sehingga, jika yang mengatakan di dalam cryptocurrency ada gharar, maka itu tidak diperkenankan. Bagi yang mengatakan itu tidak ada gharar, sebagaimana juga didukung ulama bahtsul masail, maka cryptocurrency boleh dipertukarkan.
- Menghimbau kepada masyarakat agar tidak mudah melakukan transaksi ini, jika tidak memiliki pengetahuan tentang cryptocurrency.
- Mendorong pemerintah agar membuat regulasi yang ketat untuk menghindari penyalahgunaan dan penyimpangan transaksi kripto.
Demikian beberapa pandangan forum Bahtsul Masail NU yang pernah membahas tentang crypto.
Berdasarkan uraian di atas, perbedaan pendapat ini dilatarbelakangi perbedaan sudut pandang dalam menilai crypto itu sendiri, apakah transaksi tersebut dianggap aman atau dianggap mengkhawatirkan. Wa’llahu a’lam.
Ustadz Muhammad Zainul Millah, Pesantren Fathul Ulum Wonodadi Blitar
Terpopuler
1
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Perintah Membaca
2
Khutbah Jumat: Nuzulul Qur’an dan Anjuran Memperbanyak Tadarus
3
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Turunnya Kitab Suci
4
PBNU Adakan Mudik Gratis Lebaran 2025, Berangkat 25 Maret dan Ada 39 Bus
5
Khutbah Jumat: Pengaruh Al-Qur’an dalam Kehidupan Manusia
6
Khutbah Jumat: Ramadhan, Bulan Peduli Lingkungan dan Sosial
Terkini
Lihat Semua