Cerita Pemimpin Kekanak-kanakan di Masa Dinasti Umayah
NU Online · Kamis, 10 April 2025 | 19:00 WIB
Amien Nurhakim
Penulis
Pada suatu hari di masa kekhalifahan Mu‘awiyah, Abu Hurairah duduk di Masjid Nabawi bersama beberapa orang, termasuk Marwan bin Al-Hakam. Suasana saat itu terlihat cukup tenang, namun percakapan yang muncul membawa nada serius.
Abu Hurairah mulai berbagi riwayat yang ia dengar langsung dari Rasulullah. Dengan penuh keyakinan, ia berkata bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Kehancuran umatku ada di tangan pemuda-pemuda dari Quraisy.”
Kata-kata ini mengguncang hati para pendengar, termasuk Marwan, yang kemudian dengan nada geram melaknat para pemuda itu. Namun, Abu Hurairah menahan diri. Ia berkata, “Jika aku mau, aku bisa menyebut nama-nama keluarga tertentu [yang dimaksud Rasulullah secara spesifik], tapi aku memilih tidak melakukannya.” Ia tahu siapa yang dimaksud, tetapi memilih menyimpannya dalam hati, mungkin demi menjaga keamanan dirinya.
Di lain kesempatan, kekhawatiran Abu Hurairah terhadap masa depan umat semakin terlihat jelas. Ia pernah berjalan di pasar, mengangkat tangan seraya berdoa dengan sungguh-sungguh,
“Ya Allah, jangan biarkan aku sampai pada tahun enam puluh dan kepemimpinan yang dipegang oleh orang yang kekanak-kanakan.”
Doa ini bukan tanpa alasan. Abu Hurairah memahami bahwa kepemimpinan yang kekanak-kanakan, yang dipenuhi sikap sembrono dan kurang bijaksana, bisa membawa malapetaka bagi umat. Ia bahkan menjelaskan kepada para sahabat,
“Jika kalian menaati mereka, agama kalian akan binasa. Jika kalian menentang mereka, mereka akan menghancurkan kalian di dunia ini, entah dengan nyawa atau harta.”
Baginya, pemimpin semacam itu adalah ancaman nyata, dan ia tidak ingin menyaksikan masa itu tiba. Allah mengabulkan doanya; Abu Hurairah wafat setahun sebelum tahun enam puluh, tepat sebelum Yazid bin Mu‘awiyah naik menjadi khalifah.
Ternyata, sosok Yazid anak Mu’awiyahlah yang dimaksud oleh Abu Hurairah dalam ungkapan “pemimpin yang kekanak-kanakan” dalam doanya di atas.
Kisah ini juga diceritakan oleh ‘Amr bin Yahya, yang mendengarnya dari kakeknya, Sa‘id bin ‘Amr. Ia mengenang saat-saat ketika ia bersama kakeknya mengunjungi keluarga Bani Marwan di Syam, setelah mereka berkuasa. (Irsyadus Syari karya al-Qasthalani, [Mesir: al-Mathba’ah al-Kubra al-Amiriyah, 1323 H], jilid X, hlm. 171).
Ketika melihat pemuda-pemuda dari keluarga itu, yang pertama adalah Yazid, kakeknya berkata dengan nada bertanya-tanya,
“Mungkinkah mereka ini yang dimaksud oleh Abu Hurairah sebagai pemimpin yang kekanak-kanakan?”
“Kamu yang lebih tahu.” Jawab orang-orang yang ada di sekitarnya.
Namun, keraguan itu tetap ada karena Abu Hurairah tidak pernah menyebut nama secara jelas, hanya memberikan isyarat samar. Bagi ‘Amr, ucapan kakeknya itu mencerminkan kewaspadaan terhadap tanda-tanda yang pernah disampaikan Rasulullah melalui Abu Hurairah mengenai pemimpin yang kekanak-kanakan.
Doa Abu Hurairah di atas dicatat oleh para periwayat hadits dalam kitab-kitab yang mereka tulis. Di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal dalam Musnadnya meriwayatkan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَعَوَّذُوا بِاللَّهِ مِنْ رَأْسِ السَّبْعِينَ وَمَنْ إِمَارَةِ الصِّبْيَانِ
Artinya, “Dari Abu Hurairah, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda, ‘Berlindunglah kalian kepada Allah dari awal tahun tujuh puluh dan dari kepemimpinan anak-anak kecil’.” (HR Ahmad dalam Musnad, [Beirut: Muassasatur Risalah, 1990], jilid XIV, hlm. 68).
Dalam riwayat Al-Bukhari pada kitabnya, Adabul Mufrad, deskripsinya sedikit lebih detail, sekaligus memberikan interpretasi tentang pemimpin yang kekanak-kanakan tersebut, yaitu:
أَبَا هُرَيْرَةَ يَتَعَوَّذُ مِنْ إِمَارَةِ الصِّبْيَانِ وَالسُّفَهَاءِ . فَقَالَ سَعِيدُ بْنُ سَمْعَانَ : فَأَخْبَرَنِي ابْنُ حَسَنَةَ الْجُهَنِيُّ أَنَّهُ قَالَ لِأَبِي هُرَيْرَةَ : مَا آيَةُ ذَلِكَ ؟ قَالَ : أَنْ تُقْطَعَ الأَرْحَامُ ، وَيُطَاعَ الْمُغْوِي ، وَيُعْصَى الْمُرْشِد
Artinya, “Abu Hurairah berlindung kepada Allah dari kepemimpinan anak-anak kecil dan orang-orang bodoh. Lalu Sa‘id bin Sam‘an berkata, ‘Ibnu Hasanah Al-Juhani mengabarkan kepadaku bahwa ia bertanya kepada Abu Hurairah, “Apa tanda-tanda kepemimpinan anak-anak kecil itu?” Abu Hurairah menjawab, “Terputusnya hubungan kekerabatan, ditaatinya orang-orang yang sesat, dan didurhakainya orang-orang yang memberi petunjuk”,’” (Adabul Mufrad, [Beirut, Darul Basyair al-Islamiyyah, 1989], jilid I, hlm. 37).
Penjelasan lain juga tentang pemimpin yang kekanak-kanakan ini terdapat dalam riwayat seorang ahli qiraat, Ad-Dani, dalam karyanya, As-Sunan al-Waridah fil Fitan:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أعوذ بالله من إمارة الصبيان فقال أصحابه وما إمارة الصبيان قال إن أطعمتوهم هلكتم وإن عصيتموهم أهلكوكم
Artinya, “Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘Aku berlindung kepada Allah dari kepemimpinan anak-anak kecil.’ Lalu para sahabat bertanya, ‘Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan anak-anak kecil?’ Beliau menjawab, ‘Jika kalian menaati mereka, kalian akan binasa. Jika kalian menentang mereka, mereka akan membinasakan kalian’.” (As-Sunan Al-Waridah fi Al-Fitan wa Ghawailiha wa As-Sa'ah wa Asyrathiha, [Riyadh, Darul ‘Asimah, 1416 H], jilid II, hlm. 476).
Berdasarkan hadits tentang doa untuk dihindarkan dari pemimpin yang kekanak-kanakan di atas, para fuqaha mazhab Syafi‘i mensyaratkan kecukupan umur atau baligh, dan juga kematangan akal dalam kepemimpinan. Mereka menegaskan, anak kecil atau orang tidak waras tidak sah memimpin, meski ada penasihat, karena kematangan akal (rusyd) adalah syarat mutlak.
الرشد، فلا تصح إمامة الصبي والسفيه ونحوهما، وإن توفر مستشارون من حولهما، وقد روي الإمام أحمد رحمه الله تعالى عن النبي - صلى الله عليه وسلم - أنه قال: تعوذوا بالله من إمارة الصبيان
Artinya, “Kematangan akal (rusyd) adalah syarat kepemimpinan, sehingga kepemimpinan anak kecil, orang bodoh, atau sejenisnya tidak sah, meskipun ada penasihat di sekitarnya. Imam Ahmad RA pernah meriwayatkan hadits yang bersumber dari Nabi SAW, bahwa beliau bersabda, ‘Berlindunglah kalian kepada Allah dari kepemimpinan anak-anak kecil’.” (Al-Fiqhul Manhaji ‘ala Madzhab Al-Imam Asy-Syafi‘i, karya Dr. Mustafa Al-Khin, dkk, [Damaskus, Darul Qalam, 1413 H/1992 M], jilid VIII, hlm. 265).
***
Kisah Abu Hurairah dan doanya mengingatkan kita akan pentingnya kematangan dalam kepemimpinan. Sabda Rasulullah tentang bahaya pemimpin yang kekanak-kanakan bukan sekadar peringatan, melainkan pedoman yang ditegaskan para fuqaha.
Refleksinya di masa kita sekarang, khususnya di Indonesia, terlihat pada pentingnya memilih pemimpin yang tidak hanya matang secara usia, tetapi juga bijaksana dalam bertindak. Banyak tantangan terkini yang harus dihadapi, yang tentu saja menuntut kepemimpinan yang berakar pada kearifan, bukan sekadar ambisi atau popularitas sesaat. Wallahu a’lam.
Amien Nurhakim, Redaktur Keislaman NU Online dan Dosen Fakultas Ushuluddin Universitas PTIQ Jakarta
Terpopuler
1
Kader PMII Dipiting saat Kunjungan Gibran di Blitar, Beda Sikap ketika Masih Jadi Wali Kota
2
Pihak MAN 1 Tegal Bantah Keluarkan Siswi Berprestasi Gara-gara Baju Renang
3
Kronologi Siswi MAN 1 Tegal Dikeluarkan Pihak Sekolah
4
Negara G7 Dukung Israel, Dubes Iran Tegaskan Hindari Perluasan Wilayah Konflik
5
KH Miftachul Akhyar: Menjadi Khalifah di Bumi Harus Dimulai dari Pemahaman dan Keadilan
6
Amerika Bom 3 Situs Nuklir Iran, Ekskalasi Perang Semakin Meluas
Terkini
Lihat Semua