Hikmah

Kisah Kegigihan Pemuda Pertahankan Keimanan di Hadapan Penguasa Otoriter

Ahad, 26 Februari 2023 | 17:00 WIB

Kisah Kegigihan Pemuda Pertahankan Keimanan di Hadapan Penguasa Otoriter

Ilustrasi: Iman (NU Online).

Ini adalah kisah penuh hikmah dari seorang pemuda yang gigih mempertahankan keimanan di hadapan penguasa otoriter. 
 

Dulu ada seorang raja kafir tanah Najran, Yaman, yaitu Dzu Nuwas, seorang Yahudi. Nama aslinya adalah Zur'ah bin Tabban As'ad Al-Himyari. Ia punya seorang tukang sihir. Ketika tukang sihir itu berusia senja, ia mengatakan kepada raja bahwa ia sudah tua dan meminta agar dikirimkan anak yang akan jadi pewaris ilmu sihirnya. Kemudian sang raja pun memenuhi permintaan penyihir itu. Diutuslah kepadanya seorang anak yang bernama Abdullah ibn Astsamir, dan tukang sihirpun mulai mengajarinya.
 

Di tengah perjalanan belajar, anak itu bertemu seorang rahib atau pendeta penyembah Allah swt yang mengikuti agama Nabi Isa yang bernama Fimiyun. Karena ketakjubanya pada nasehat-nasehat yang disampaikan rahib, anak itupun duduk dan menyimak nasehat-nasehatnya. Begitu juga hari-hari berikutn​​​​​​ya, sepulang dari belajar sihir, ia temui si rahib dan duduk bersamanya. Karena itu ia dipukul si tukang sihir karena keterlambatan mendatanginya. Kejadian itupun diadukannya kepada rahib.
 

 “Jika engkau khawatir pada tukang sihir, maka katakan saja bahwa keluargaku menahanku. Sebaliknya, jika engkau khawatir pada keluargamu, maka katakanlah bahwa tukang sihir telah menahanku”, jelas rahib memberikan solusi.

 

Suatu ketika, si anak tiba di suatu tempat dan menjumpai seekor binatang besar (dalam riwayat lain ular besar) yang menghalangi banyak orang yang hendak melalui jalan.  Anak itu lalu berkata, “Pada hari ini saya akan mengetahui, apakah penyihir itu yang lebih baik ataukah rahib itu.” 
 

Ia pun mengambil sebuah batu kemudian berkata, “Ya Allah, apabila rahib itu lebih engkau dicintai daripada tukang sihir itu, maka bunuhlah binatang ini sehingga orang-orang itu dapat lewat.” Lalu ia lempar binatang tersebut dengan batu dan mati. Kemudian orang-orang pun bisa lewat. Ia pun bergegas mendatangi rahib dan mengabarkan kejadian itu kepadanya. 
 

“Wahai anakku, saat ini engkau lebih mulia dariku. Keadaanmu sudah sampai pada tingkatan sesuai apa yang  aku lihat. Sesungguhnya engkau akan mendapat cobaan, maka jika benar demikian, janganlah menyebut namaku.” pesan sang rahib setelah mendengar cerita anak tersebut. 
 

Di kemudian hari, anak yang mulai berkembang menjadi pemuda itu​​​​​​ ​dapat menyembuhkan orang buta dan penyakit kulit (baros). Ia juga dapat menyembuhkan banyak orang dari berbagai macam penyakit yang diderita.
 

Berita ini menyebar dan sampailah ke telinga sahabat dekat raja yang telah lama buta. Ia pun mendatangi pemuda tersebut dengan membawa banyak hadiah. Ia berkata pada pemuda tersebut, “Ini semua bisa jadi milikmu asalkan engkau dapat menyembuhkanku.” 
 

“Aku tidak dapat menyembuhkan seorangpun. Yang mampu menyembuhkan hanyalah Allah. Jika engkau mau beriman pada Allah, aku akan berdoa kepada-Nya agar engkau bisa disembuhkan.” timpal anak tersebut.
 

Sahabat raja yang buta itu lalu beriman kepada Allah, dan akhirnya diberi kesembuhan. Lalu ia kemudian mendatangi raja dan duduk seperti biasanya.  
 

Raja pun bertanya heran kepadanya, “Siapa yang menyembuhkan penglihatanmu?” 
 

“Rabbku.” Jawabnya.

 

Raja pun kaget, “Apa engkau punya Rabb (Tuhan) selain aku?” 
 

“Rabbku dan Rabbmu itu sama yaitu Allah”, tandasnya. 
 

Raja itupun menindaknya dan terus menyiksanya sampai ditunjukkan kepada pemuda tadi.
 

Setelah kedatangannya, raja berkata, “Wahai anakku, telah sampai kepadaku berita mengenai sihirmu yang bisa menyembuhkan orang buta dan berpenyakit kulit, serta engkau dapat melakukan ini dan itu.”
 

“Sesungguhnya aku tidaklah dapat menyembuhkan siapa pun. Yang menyembuhkan adalah Allah”, jawabnya.
 

Mendengar hal itu, lalu raja juga menindaknya dan terus-menerus menyiksanya, sampai ia ditunjukkan kepada pendeta yang menjadi gurunya.
 

Setelah didatangkan pendeta, raja pun memerintahkan kepadanya, “Kembalilah pada ajaranmu!.” Pendeta itu pun menolaknya. Lantas didatangkanlah gergaji dan diletakkan di tengah kepalanya, lalu dibelah, dan terjatuhlah belahan kepalanya. 
 

Setelah itu sahabat dekat raja didatangkan pula. Ia pun diperintahkan hal yang sama dengan pendeta, “Kembalilah pada ajaranmu!.” Ia pun enggan. Lantas ia pun diperlakukan sebagaimana rahib itu.
 

Setelah keduanya mati, kemudian tiba giliran pemuda yang didatangkan. Ia pun diperintahkan dengan hal yang sama, “Kembalikan pada ajaranmu!”. Dengan tegas ia tetap menolaknya. 
 

Llau pemuda itu diserahkan kepada pasukan raja. Raja berkata, “Pergilah kalian bersama pemuda ini ke gunung ini. Lalu dakilah gunung tersebut bersamanya. Jika kalian telah sampai di puncaknya, lalu ia mau kembali pada ajarannya, maka bebaskan dia.vJika tidak, lemparkanlah ia dari gunung tersebut.”
 

Pasukan raja kemuian pergi bersama pemuda mendaki gunung. Pemuda ini kemudian berdoa, “Ya Allah, hindarkanlah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu.”
 

Tiba-tiba gunung berguncang keras dan semua pasukan raja akhirnya jatuh. Pemuda itu lalu kembali menuju raja. Ketika sampai, raja berkata pada pemuda, “Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?” Pemuda tersebut menjawab, “Allah ta’ala telah menyelamatkan aku dari tindakan mereka.” 


Pemuda ini kemudian dibawa lagi bersama pasukan raja. Raja memerintahkan kepada pasukannya, “Pergilah kalian bersama pemuda ini dalam sebuah sampan menuju tengah lautan. Jika ia mau kembali pada ajarannya, maka bebaskan. Jika tidak, maka tenggelamkanlah dia.”
 

Mereka pun lantas pergi mengendarai sampan bersama pemuda ini. Pemuda ini pun kemudian berdoa, “Ya Allah, hindarkanlah aku dari tindakan mereka dengan kehendak-Mu. 
 

Tiba-tiba sampan terbalik dan pasukan raja tenggelam. Pemuda itu kemudian kembali berjalan mendatangi raja. Ia pun berkata pada pemuda itu, “Apa yang dilakukan teman-temanmu tadi?”  
 

“Allah Ta’ala telah mencegahku dari tindakan mereka.” jawabnya.
 

Pemuda itu berkata kepada raja, “Engkau tidak akan dapat membunuhku sampai engkau memenuhi syaratku.”
 

Raja pun bertanya, “Apa syaratnya?”
 

Pemuda itu pun menjelaskan, “Kumpulkanlah rakyatmu di suatu bukit. Lalu saliblah aku di atas sebuah pelepah. Kemudian ambillah anak panah dari tempat panahku. Lalu  ucapkan, “Bismillah rabbil ghulam, yang artinya: dengan menyebut nama Allah Tuhan dari pemuda ini.” Lalu panahlah aku, engkau pasti akan dapat membunuhku.” 
 

Rakyat kemudian dikumpulkan di suatu bukit. Pemuda itu disalib di pelepah pohon. Raja mengambil anak panah dari tempat panahnya dan diletakkan di busur. Setalah itu, ia mengucapkan, “Bismillah rabbil ghulam.” Anak panah pun meluncur mengenai pelipisnya.
​​​​​​​

Secara reflek pemuda tersebut memegang pelipisnya tempat anak panah tersebut menancap, kemudian mati. 
 

Rakyat yang kebetulan berkumpul di situ lalu berkata, “Kami beriman kepada Tuhan pemuda tersebut. Kami beriman kepada Tuhan pemuda tersebut. Kami beriman kepada Tuhan pemuda tersebut.”
 

Saat kemudian​​​​​​ Raja datang, ada yang bertanya: “Apa yang selama ini engkau khawatirkan? Sepertinya benar-benar telah terjadi, rakyatmu saat ini telah beriman pada Tuhan pemuda itu.”
 

Kemudian raja memerintah untuk membuat parit di jalanan dan dinyalakan api di dalamnya. Raja berkata, “Siapa yang tidak mau kembali pada ajarannya, maka lemparkanlah dia ke dalamnya atau masuklah ke dalamnya.”
 

Mereka pun melakukannya, sampailah pada giliran wanita yan​​​​​​​g mengendong bayinya. Wanita ini pun begitu tidak berani maju ketika akan masuk ke dalamnya.
 

“Wahai ibu, bersabarlah karena engkau di atas kebenaran.” kata bayi tersebut. Kemudian ia pun menceburkan diri di parit yang dipenuhi kob​​​​​​​aran api yang menyala-nyala. . 

 

Hikmah Kisah

Kisah ini, kisah raja, tukang sihir, rahib dan pemuda banyak versi riwayatnya. Mayoritas mufasir menyebutkan riwayat ini untuk menjelaskan Ashabul Uhdud dalam surat Al-Buruj. Sumber terpercaya kisah Ashabul Uhdud ini adalah hadits shahih riwayat Imam Muslim dengan nomer hadits 3005.
 

Ada yang mengatakan bahwa jumlah korban saat itu adalah 20 ribu. Ada pula yang mengatakan 12 ribu. 
 

Al-Kalbi berkata, "Ashhabul Ukhdud jumlahnya 70 ribu iiwa." Wahbah bin Musthafa Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, [Damaskus, Darul Fikr: 1418 H], juz XXX, halaman 153). 
 

Imam An-Nawawi pensyarah Shahih Muslim dalam kitabnya mengatakan:
 

هَذَا الْحَدِيثُ فِيهِ إِثْبَاتُ كَرَامَاتِ الْأَوْلِيَاءِ وَفِيهِ جَوَازُ الْكَذِبِ فِي الْحَرْبِ وَنَحْوِهَا وَفِي إِنْقَاذِ النَّفْسِ مِنَ الْهَلَاكِ سَوَاءً نَفْسُهُ أَوْ نَفْسُ غَيْرِهِ مِمَّنْ لَهُ حُرْمَةٌ
 

Artinya, "Hadits ini menunjukkan adanya karamah para wali dan kebolehan berdusta dalam peperangan dan semisalnya, seperti untuk menyelamatkan jiwa dari kebinasaan; baik dirinya sendiri atau orang lain yang dimuliakan." (Muhyiddin Yahya bin Syaraf An-Nawawi, Syarhun Nawawi 'ala Muslim, [Bairut, Ihya' Turots: 1392 H] juz 17, halaman 130). 
 

Menurut penulis, banyak pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini selain yang telah disebutkan Imam An​​​​​​​-Nawawi di atas, di antaranya adalah: 
1. Semangat menyebarkan ilmu atau mewariskan ilmu. Ini tergambar dari penyihir tua minta dicarikan anak muda untuk menjadi pewarisnya. 
2. Semangat menuntut ilmu. Tergambarkan oleh pemuda yang tetap gigih menuntut ilmu kepada rahib sekalipun harus menerima hukuman berat. 
3. Meminta kepada Allah dengan bertawasul kepada orang sholeh saat menghadapi permasalahan atau ujian. 
4. Kesabaran mempertahankan prinsip dan kebenaran sekalipun nyawa menjadi taruhannya. 
 

 

Syekh Wahbah Az-Zuhaili mengatakan, kisah tersebut merupakan pelajaran, nasihat, dan peringatan bagi kaum mukminin untuk bersabar atas segala gangguan dan derita yang dirasakan, serta bersabar atas berbagai rintangan yang dihadapi pada setiap waktu dan tempat, agar mereka dapat mengikuti kesabaran kaum Mukminin terdahulu dalam mempertahankan kebenaran. Allah tidak membiarkannya. Allah akan memberi pahala kaum mukminin dan menyiksa kaum kafir.  (Az-Zuhaili, At-Tafsirul Munir, juz XXX, halaman 153). Wallahu a'lam.


 

Ustadz Muhammad Hanif Rahman, Dosen Ma'had Aly Al-Iman Bulus dan Pengurus LBM NU Purworejo