Hikmah

Kisah Perundungan Imam Nawawi di Masa Kecil

Ahad, 21 Februari 2021 | 06:00 WIB

Imam An-Nawawi dikenal melalui karyanya. Ia melalui karyanya sering dirujuk banyak ulama fiqih dan ulama hadits dalam kajian keagamaan sampai hari ini. Kapasitas, kompetensi, dan reputasi akademiknya diakui oleh ulama di zamannya hingga kini. 


Imam An-Nawawi (1223 M/631 H-1277 M/676 H) adalah keturunan imigran berbangsa Arab di Desa Nawa, Damaskus. Ia tumbuh dalam pendidikan agama di rumah dan di masyarakat yang baik. Ia berkembang di bawah bimbingan ulama-ulama besar di Damaskus.


*


Imam Nawawi kecil tumbuh berkembang sebagaimana anak-anak kecil di berbagai belahan dunia lainnya. Ia bermain bersama anak-anak tetangga seusianya.


Waktu terus berjalan. Imam Nawawi kecil pun bergaul dengan teman-teman sebayanya sebagaimana biasa. Tetapi ada satu kesempatan di mana pengalaman ini mengubah dirinya. Pengalaman pahit ini pula yang menjadi titik mula perjalanan intelektualitasnya.


Suatu hari seorang ulama besar menyaksikan teman-teman sebaya mengucilkan Imam Nawawi kecil. Mereka enggan menerima keberadaannya. Imam Nawawi kecil pun berlari menjauhi mereka. Air matanya menetes dalam kesendiriannya. Ia merasa sedih atas isolasi teman-teman sebayanya. Ia merasa terkucil.


Di satu sudut kota Damaskus, Imam Nawawi kecil membaca Al-Qur’an dalam suasana batin yang terpukul. Hari-hari ke depan ia lalui dengan membaca Al-Qur’an. Hanya membaca Al-Qur’an dan membaca Al-Qur’an aktivitas yang dilakukan oleh Imam Nawawi kecil hingga baligh. Aktivitas it uterus dilakukannya sampai ia hafal 30 juz Al-Qur’an.


Sejumlah ulama besar memandang sedikit berbeda pada Imam Nawawi kecil. Mereka melihat tanda-tanda keulamaan pada Imam Nawawi kecil. Mereka memiliki firasat atas kealiman, intelektualitas, dan kecerdasan Imam Nawawi kecil.


Mereka kemudian menemui orang tua Imam Nawawi kecil. Mereka berpesan kepada keduanya agar menjaga baik-baik Imam Nawawi kecil karena anak ini kelak akan menjadi ulama besar yang membimbing umat Islam. Mereka berpesan kepada Imam Nawawi kecil untuk melazimkan pembacaan Al-Qur’an dan berusaha untuk menghafalkannya.


Sejak itu, Imam Nawawi kecil bergiat menghafalkan Al-Qur’an. Ia juga mempelajari akhlak ulama-ulama terkemuka di kotanya. Ia kemudian mulai meninggalkan kesempatan bermain bersama anak-anak sebayanya. Ia terjun dalam pembacaan dan penghafalan Al-Qur’an. Imam Nawawi kecil tenggelam dalam aktivitas menuntut ilmu.


Pada usia 19 tahun, orang tuanya membawa Imam Nawawi remaja ke Madrasah Ar-Rawahiyah, sebuah madrasah yang didirikan oleh Ibnu Rawahah, seorang kaya raya di zamannya. Tetapi madrasah itu kini telah tiada. Di atas lahannya terdapat bangunan-bangunan tempat tinggal warga di Damaskus.


Di Madrasah Ar-Rawahiyah ini, Imam Nawawi menyelesaikan hafalan Kitab At-Tanbih (kajian fiqih mazhab Imam As-Syafi’i) karya As-Syairazi dalam waktu 4 setengah bulan. Untuk mengisi waktu sampai akhir tahun, ia menyelesaikan kajian Kitab Al-Muhadzab (kajian fiqih mazhab Imam As-Syafi’i) karya As-Syairazi di bawah bimbingan ulama ternama, Syekh Kamal Ishaq Al-Maghribi Al-Maqdisi, guru fiqih pertama Imam Nawawi remaja. Darinya ia menguasai ilmu fiqih.


Setiap malam ia mempelajari 12 pelajaran. Mata pelajaran yang dipelajarinya adalah Al-Wasith karya Al-Ghazali, Al-Muhazhab karya As-Syairazi, Al-Jam’u baynas Shahihayn karya Al-Humaydi, Shahih Muslim, Al-Luma’ karya Ibnu Jini, Islahul Manthiq karya Ibnus Sikkit.


Imam An-Nawawi remaja tidak pernah melewati waktunya dari pembelajaran. Dalam perjalanan pun ia memanfaatkan waktunya untuk membaca dan memuthalaah pelajarannya. Ia mempelajari hadits, integritas perawi hadits, syarah hadits, tafsir, fiqih, ushul fiqih, ushuluddin, tasawuf, dan sharaf.


Kitab yang pernah dipelajari Imam Nawawi adalah Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan At-Tirmidzi, Sunan An-Nasa’i, Sunan Ibnu Majah, Al-Muwattha, Musnad As-Syafi’i, Musnad Ahmad bin Hanbal, Sunan Ad-Darimi, Musnad Abi Ya’la, Shahih Abi Awanah, Sunan Ad-Daruquthni, Sunan Al-Baihaqi, Syarhus Sunnah Al-Baghowi, Tafsir Ma’alimu Tanzil Al-Baghowi, Amalul Yawmi wal Laylati Ibnu Sunni, Al-Jami’ li Adabir Rawi was Sami Al-Khatib Al-Baghdadi, Ihya Ulumiddin, Ar-Risalatul Qusyayriyah, Al-Ansab, dan karya ulama lainnya.


Dari tangan ulama-ulama terkemuka di Damaskus, Imam Nawawi remaja tumbuh sebagai pemuda yang menguasai berbagai ilmu terutama, fiqih, hadits, dan akhlak. Ia menjadi ulama tekemuka, bukan ulama pinggiran di lingkungan mazhab As-Syafi’i.


Karya-karyanya menjadi rujukan ulama di masanya dan sesudahnya. Karyanya antara lain adalah Syarah Sahih Muslim (yang sering dirujuk ulama sesudahnya), Al-Irsyad wat Taqrib, Tahdzibul Asma wal Lughat, Al-Manasikus Shughra wal Kubra, Minhajut Thalibin (yang disyarahkan ulama-ulama sesudahnya), Al-Majmu (syarah Al-Muhhazhab), Riyadhus Shalihin, Al-Adzkar, Al-Arba’in, dan At-Tibyan.


Imam Nawawi dewasa dipercaya untuk memimpin Madrasah Al-Asyrafiyyah Al-Ula. Ia menjadi guru besar pada sekolah yang didirikan oleh Sultan Al-Malik Al-Asyraf Muzhaffaruddin. Ia mengajar di sana tanpa mengambil gaji bulanan. Ulama yang pernah mengajar di sekolah ini adalah Ibnu Katsir, Ibnu Shalah, Tajuddin As-Subki, Bahauddin As-Subki, Ibnu Hajar Al-Asqalani, Abu Syamah Al-Maqdisi, dan ulama besar lainnya.


*


Riwayat ini disadur dari pengantar dan biografi singkat Imam Nawawi pada Kitab At-Tibyan fi Adabi Hamalatil Qur’an oleh Abdul Qadir Al-Arnauth. (Alhafiz Kurniawan)